~•~
Matanya begitu indah, warna irisnya seperti kebanyakan orang Korea pada umumnya. Kulitnya entah terbuat dari apa, yang jelas sangat putih menyerupai hantu. Well, aku juga tidak tahu persisnya kulit hantu seperti apa. Bibirnya agak tipis, bentuk wajahnya pun cukup tajam. Tubuhnya sangat tinggi, sekitar 170 cm, bahkan mungkin bertambah menjadi 180 cm ketika menginjak dewasa. Oh ya, ada sepasang dimple yang menghiasi kedua pipinya ketika ia tersenyum.
Umur kami terpaut 1 tahun, lebih tua dia tepatnya. Dia temanku satu-satunya, bahkan lebih dari teman—emm, keluarga maksudku. Di kota yang besar ini aku tumbuh dewasa dengan Paman Lee, dan karena itulah aku memiliki marga yang sama dengan dirinya.
Kami tinggal di rumah sederhana bertingkat dua, lebih tepatnya di salah satu daerah di Incheon—kota metropolitan yang ada di Korea. Aku bersekolah di salah satu sekolah ternama di kota ini, jalur beasiswa lebih tepatnya. Dan jangan tanya aku pintar atau tidak, ini semua berkat bantuan....sttt, Jung Jaehyun. Teman khayalanku.
.
.
.
"Pagi," ujarku ke seorang laki-laki yang berdiri di depan pintu.
Dia berdecak kesal dan meninggalkanku masuk ke dalam kelas. Oh ya, jahat sekali aku tak menganggapnya teman. Dia Lee Taeyong, salah satu temanku juga. Well-mungkin dia selalu kesal setiap pagi aku sapa dengan ramah, tapi aku yakin dia memiliki hati yang baik kepadaku. Jaehyun yang mengatakannya.
Aku juga tidak keberatan dia selalu mengabaikanku, mungkin karena ikatan marga kita yang sama—Lee.
"Udah ngerjain pr?" Ucapku.
Dia terperanjat, matanya membulat sempurna. "Ada pr?"
"Ada, mau lihat punyaku?"tawarku menyodorkan buku. "Ini juga buatan Jaehyun sih."
Dia tersenyum kaku sambil mengangguk menerima tawaranku. Sontak aku memberikannya contekan pekerjaan rumahku ini.
Benar kan? Sebenarnya dia baik.
Aku tidak kesepian lagi sekarang di sekolah. Kadang Jaehyun datang menemaniku, tapi dia terlalu takut dengan pria yang selalu membullyku—Kim Doyoung, dia kerap kali mengacak-acak rambut atau mengolok-olok diriku di depan Jaehyun. Tentu dia akan merasa bersalah, setahuku selama ini orang yang bermarga Kim itu baik-baik. Hanya dia yang agak-kasar mungkin?
.
Lonceng jam pertama sudah dimulai, aku heran kenapa Pak Kim terlambat masuk kelas. Padahal dia biasanya datang lebih awal sebelum lonceng berbunyi. Tapi saat pelajaran berakhir, ia akan terlambat untuk keluar kelas. Mungkin murid-murid yang lain akan memprotes, tapi tidak denganku. Aku rasa itu membuat waktu istirahat sedikit lebih sebentar dari biasanya, saat dimana aku akan diolok-olok oleh Doyoung dan teman-temannya itu.
Tiba-tiba, Pak Kim datang dengan seseorang yang mengekorinya. Rasanya aku tidak asing dengan orang itu.
Pfft.
Jung Jaehyun?
Kenapa dia ikut kesini dengan Pak Kim?
Ahh, mungkin orang lain hanya akan melihat Pak Kim yang berdiri di depan. Pak Kim pun tidak akan menyadari kalau Jaehyun mengikutinya dari belakang.
"Baik, kita kedatangan murid baru pindahan sekolah seni ternama di Seoul. Perkenalannya nanti saja, kita mulai dulu belajar. Paham?!"
Apa? murid pindahan katanya?
Siapa? Jaehyun?
"Paham." Semua murid kompak menjawab, begitulah tegasnya Pak Kim.
Jaehyun pun duduk di belakangku, hanya itu kursi kosong yang tersisa. Baguslah, setidaknya dia duduk didekatku. Tapi kenapa dia tiba-tiba ikut ke sekolah? apa dia tidak takut lagi dengan Doyoung ?
"Sstt," bisikku. "Kenapa kesini? tidak takut lagi sama Doyoung?"
Dia membisu, aku pikir dia memperingatkanku untuk memperhatikan Pak Kim di depan. Baiklah nanti saja dia menjelaskannya, aku paham.
Baru kali ini aku tidak fokus pada pelajaran yang diberikan Pak Kim. Yang ada aku sangat khawatir pada Jaehyunku di belakang. Bagaimana nanti kalau dia diolok-olok lagi oleh Doyoung? Bahkan yang terakhir kali sudah sangat menyakitkan hatinya.
.
"Jae? Kenapa kau kesini? cepat jawab!" Segera aku bertanya kepada Jaehyun ketika Pak Kim selesai mengajar.
"Memang kenapa? tidak suka?!" Jawabnya dingin.
Aku heran, biasanya dia tidak ketus seperti ini padaku.
"Bukan begitu, aku tahu kamu kangen aku. Tapi jangan nekat kesini juga." Ucapku berbisik padanya.
Pipinya memerah, aku sedikit heran. Biasanya kalau dia malu, telinganya yang memerah—bukan pipinya.
"Kok pipimu yang merah sih? harusnya telingamu tau!" Aku mencibir dan menjewer telinganya dengan keras, alih-alih supaya memerah.
Dia hanya merengek kesakitan, tapi aku tidak hawatir kalau dia akan marah. Soalnya Jaehyunku tidak bisa marah.
"YA!!! Apa yang kau lakukan bodoh?!" Sekejap dia mengeluarkan umpatan di hadapanku.
"J-Jae? kenapa begitu?"
Aku heran bukan hanya karena Jaehyun berteriak, tapi karena orang-orang sekitar ikut terperanjat seolah-olah bisa mendengar teriakan itu. Tiba-tiba tanganku ditarik paksa oleh Taeyong menjauh dari tempat itu, sontak aku pun terseret oleh tenaganya yang lumayan kuat.
"Kamu sudah gila ya? ahh aku lupa kamu memang sudah gila."Tanya Taeyong.
"Kenapa?"
"Kenapa!? kamu pikir setelah menjewer paksa murid baru disini-orang lain bakal menganggap itu hal yang biasa?!" tegasnya.
"Ka-kamu bisa liat Jaehyun rupanya?"
"J-Jae..What?"
"Jaehyun, temanku. Ah lebih tepatnya yang sering kalian sebut teman khayalanku itu." Jelasku.
"Khayalan? Sam, gini yah. Aku gak peduli kamu selalu menyebut Jaehyun di hadapanku padahal itu cuma khayalan. Dan yang harus kamu tau juga, orang yang tadi kamu jewer itu bukan khayalanmu Sam, dia nyata. NYATA!"
"Ny-nyata?" Aku membisu. "Jelas-jelas itu Jaehyun—Young, dia temanku. Mungkin kamu juga bisa melihatnya sekarang."
"Ya Tuhan, lagi pula namanya bukan Jaehyun-Sam. Dia Jeffio," katanya. "Kalau gak percaya kamu bisa lihat, orang lain mana bisa interaksi dengan dia sekarang kalau dia makhluk astral khayalanmu itu."
"Jeffio?" Aku bergumam heran.
Benar juga, sekarang dia sedang berinteraksi dengan murid-murid lain. Tapi dia sangat mirip dengan Jaehyun, apa sekarang orang-orang sudah gila? Ini sangat tidak mungkin. Apalagi perawakannya juga sama persis dengan Jaehyun. Pantas saja aku heran saat Pak Kim menyebutnya murid baru, apalagi dia berasal dari sekolah seni ternama di Seoul. Maksudnya SOPA?
Alih-alih menanggapi celotehan Taeyong, lebih baik aku buktikan sendiri kalau katanya itu bukan Jaehyun. Aku pun duduk kembali ke kursiku di depannya, aku rasa memang benar-ini sangat canggung, auranya berbeda dengan aura Jaehyun yang membuat aku lebih nyaman.
"Ma-af." Ujarku ke arahnya.
Dia hanya melirikku sebentar dan fokus kembali memainkan pensilnya.
"Aku kira kamu temanku, soalnya mirip. Sekali lagi maaf," aku berbalik badan hingga memunggunginya.
"Lain kali jangan sentuh orang sembarangan," gumamnya. "Aku juga minta maaf meneriakimu tadi."
Sontak aku membalikkan lagi tubuhku. Rasanya Taeyong benar, dia bukan Jaehyunku. Tapi jujur saja, semuanya mirip. Mungkin hanya bajunya saja yang baru kali ini aku lihat.
"Hai, namaku Sam. Samantha Lee, well jangan heran kalau ada juga yang menyebutku Skizofrenia Lee," aku mengulurkan tangan. "Nama kamu siapa?"
Dia tersenyum dan membalas uluran tangaku. "Namaku Jeff, Jung Jeffio."
Apa? Bahkan nama marganya pun sama dengan Jaehyun. Jung Jaehyun, Jung Jeffio.