Chapter 5 - Jesslyn

"Apa maksudmu? iblis? Woah, kamu sama gilanya dengan Sam. Aku gak percaya." Ujar Doyoung yang sedikit marah pada Emily.

Sekarang kita bertiga ada di ruang tamu, Emily sangat sesak sampai tak sanggup lagi untuk menemui Kim Jesslyn-adik Doyoung di kamarnya. Sementara apa yang barusan Emily lihat belum diketahui Bibi Kim, Ibu Doyoung.

"Biar aku yang ke dalam Doy," ujarku ke arah Doyoung. Sebenarnya aku agak takut dengan apa yang menerpa Emily tadi-tapi aku tak bisa melihat hantu, setidaknya aku berani hanya untuk menemui Jesslyn.

Doyoung mengangguk dan mengiyakan permintaanku, tapi aku menyuruhnya untuk menemani Emily di ruang tamu-aku takut jika terjadi sesuatu padanya. Lantas aku pun dengan hati-hati menuju ke ruangan tempat Jess berada. Tak kusangka rasa beraniku lebih besar dari pada rasa takut yang sebelumnya aku bayangkan, hanya saja aku harus lebih berhati-hati untuk bersikap di depan Jesslyn.

"Jesslyn?" sahutku.

Dia tidak bergeming, aku pun mendekatinya dengan hati-hati. Saat aku berada di hadapannya, aku berlutut mensejajarkan pandanganku dengan matanya. Wajahnya begitu polos, jujur saja dia agak mirip denganku. Saat ini dia hanya menatap ke arah jendela, aku mengikuti arah pandangnya ke satu titik di luar. Saat aku lihat, ada menara yang sepertinya sangat jauh dari sini. Samar-samar aku melihat kilauan yang menyoroti mataku.

.

.

.

"Ahh, Nenek?" gumamku saat aku melihat Nenek yang membangunkanku pagi ini.

Dia hanya tersenyum, sambil menyimpan segelas susu dan sepotong roti di meja belajarku.

"Terimakasih, kapan Nenek datang?"

"Nenek ada di bawah dari tadi, jika kamu masih mengantuk-tidurlah lagi, Nenek akan menemanimu sekarang." Tukasnya sambil mengelus-elus dahiku.

Aku menguap di hadapannya. "Umh, aku harus sekolah Nek, bisa-bisa aku terlambat."

Dia tersenyum dan memberikan susu dan roti itu ke hadapanku. Setelah itu dia pergi ke bawah untuk menyiapkan beberapa makanan lagi untuk kubekal ke sekolah.

Lantas aku meminum susu dan memakan potongan roti yang lezat itu. Aku baru sadar, sudah sejak lama aku tidak dibangunkan oleh orang lain. Hanya deringan alarm yang biasanya menyapaku di pagi hari.

.

Aku bersiap memakai seragam sekolahku, memakai dasi, pita di rambut, dan juga lipbalm yang biasa kupakai. Saat aku akan meninggalkan kamar, tiba-tiba samar-samar terlihat bayangan di jendela.

"J-Jaehyun? kaukah itu?" tanyaku.

Dia berbisik di balik tirai itu, sontak aku mendekatinya agar bisa mendengar apa yang dia katakan. Terdengar bisikan yang ia katakan terus-menerus.

"Lihat handphone mu"

Aku heran, kenapa tiba-tiba ia menyuruhku melihat handphone milikku-dan sejujurnya aku lupa dimana menaruhnya. Ahh, disana rupanya-aku melihat handphoneku yang menyala di atas meja.

Aku melihat ke layar, disana hanya ada tulisan waktu dan tanggal hari ini. Awalnya aku bingung, sampai tiba-tiba ada notifikasi masuk. Ahh-itu alarm.

Tapi, ada yang aneh.

Kematian Nenek

Hari ini, 5 tahun lalu.

Aku tercekat, sepertinya aku berhenti bernapas.

.

"N-Nenek kan...sudah tiada?

.

.

.

"Nak, bekalmu sudah siap."

.

.

.

"Sam!!! Apa yang kamu lakukan?!" Terdengar suara Doyoung yang begitu keras.

Aku terperanjat ketika melihat diriku yang berdiri di depan cermin. Gaun hitam menutupi tubuhku, bibirku dipenuhi lipstik, dan alas kaki ku kini sepatu hak tinggi kuno berwarna hitam.

"A-apa yang kulakukan?" gumamku yang melihat refleksi diriku terpantul di cermin.

Ini masih di ruangan Jesslyn, dan dia masih berada di kursi roda seperti posisi sebelumnya. Doyoung pun kaget saat melihat diriku sudah seperti ini. Jujur saja aku bukan takut dianggap gila, tapi apa yang telah terjadi sampai diriku seperti ini?

Kedua tanganku masih gemetar saat berusaha dengan cepat melepas pakaian yang aku kenakan tadi-mungkin ini semua punya Jess. Langsung aku meninggalkan ruangan itu dan menarik paksa Doyoung ke ruang tamu. Aku berusaha menjelaskan, tapi tatapan Doyoung seperti menunjukkan ketidakpercayaan. Apalagi Emily yang masih syok berat, rasanya ingin aku cepat-cepat pulang.

Doyoung menghela napas perlahan, "Sebenarnya memang sering terjadi kejadian aneh pada Jess," ucapnya. "Seperti yang kamu lakukan tadi, awalnya dia seperti itu-hingga akhirnya makin parah dan tubuhnya makin melemah."

"Pokoknya aku mau pulang! setelah kejadian ini aku takut Doy." Sahutku dengan isakan tangis ketakutan.

"Okay, setelah ini kalian boleh pulang! tapi setidaknya apakah kalian punya solusi dari adikku ini? Aku juga sudah tidak tahan Sam." Ujarnya yang kini juga meneteskan air mata.

Aku baru melihat Doyoung yang bisa sangat rapuh seperti ini, rasanya seperti keputusasaan. Sebenarnya aku pun tidak tega, tapi karena kejadian barusan-mungkin aku terlalu syok hingga berteriak di hadapannya. Aku juga menyadari, kalau saja tadi tidak ada Jaehyun, mungkin aku tak akan tertolong.

"Aku rasa aku tahu," ucap Emily di kala keheningan yang melanda kami bertiga.

"Apa?" tanyaku.

Dia menarik napas dalam. "Iblis yang kulihat itu ingin merebut jiwa Jess-dan hal itu tidak boleh dibiarkan semakin lama. Tapi entahlah aku belum yakin."

Butuh beberapa saat untuk aku mencerna perkataan Emily. Rasanya ini begitu mustahil, pertama kalinya bagiku berhadapan dengan masalah seperti ini.

"Tapi kita tidak boleh bertindak gegabah, aku harus menanyakannya dulu pada temanku." ujar Emily.

"Siapa?" tanyaku penasaran.

"Beth, penjaga sekolah kita-mungkin dia bisa bantu."

"S-siapa Beth?"ucap Doyoung.

"Dia teman hantuku." Jawab Emily dingin.

Seketika kami membatu mendengar jawaban Emily. Rasanya aku belum terbiasa memiliki teman yang akrab dengan makhluk astral, kadang aku merinding setiap kali di sisinya.