Chereads / Keep The Marriage / Chapter 13 - Tidak Sopan!

Chapter 13 - Tidak Sopan!

"Baju kamu kenapa, Fa? Kok ada putih-putihnya?" tanya Dea heran ketika melihat gamis bewarna biru muda milik Zulfa seperti terkena noda. Padahal tadi saat mereka berangkat tidak ada itu, pasti terjadi sesuatu saat dirinya sibuk mencocokkan pakaian di ruang ganti.

Zulfa hanya mengangkat bahunya acuh, ia bahkan tidak peduli akan hal ini. Toh hanya noda kotor biasa, ia juga tidak akan merasa malu. Untuk apa malu dengan noda di pakaian? Nanti juga hilang saat di cuci pun mereka sudah ingin kembali pulang. "Udah pilih bajunya?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan, malas membahas perihal gamis kotornya.

Dea menggeleng kuat, ia tau betul pasti Zulfa ingin cepat-cepat pulang. Ia tidak akan melewatkan kesempatan ini, berbelanja dengan Nyonya Brahmana. Ya walau dirinya bayar dengan uang sendiri, pasti ia menjadi pusat perhatian. Memang jiwa percaya dirinya yang tinggi tidak pernah pudar, makanya memiliki pemikiran aneh seperti itu." "Enggak, belum, enak aja." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Ia belum menemukan baju yang sesuai dengan postur tubuhnya, juga tidak ada desain yang menarik perhatiannya.

"Apalagi yang belum sih?" tanya Zulfa dengan kesal, soalnya sudah daritadi sahabatnya itu menghabiskan waktu di ruang ganti dan masih juga belum merasa cocok?

Zulfa melirik dua pasang baju yang berada di masing-masing tangan Dea, modelnya padahal bagus, ia akui jika selera gadis itu cukup tinggi. Ia bisa menebak perihal lainnya juga, pasti sahabatnya ini tengah bingung ingin memilih baju yang mana. Di tangan kanannya ada dress bewarna navy dan di tangan kirinya terdapat sweater rajut bewarna coklat muda.

"Aku bingung, Fa." ucap Dea sambil mengerucutkan bibirnya dengan lucu. Ia benar-benar bingung, tidak beli dress nanti kepikiran sampai rumah, begitu juga dengan sebaliknya. Nanti yang ada ngedumel terus-menerus sampai lupa dan menemukan barang baru yang lebih menarik daripada dress tersebut.

Selalu saja seperti itu. Dulu sewaktu zaman mereka SMA, Dea pernah membeli sandal jepit di pasar malam dengan motif yang berbeda. Padahal jika diliat fungsi dari sendal jepit itu sendiri sama saja, hanya beda motif yang mempercantik penampilan. Namun kalian tahu? Gadis itu menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk memilih sandal mana yang harus ia beli. Menyebalkan sekali, maksudnya... sangat membuang-buang waktu astaga! Kan bisa memilih dengan sesuai kebutuhan, tidak perlu selalu memperhatikan gaya fashion.

Zulfa menatap kartu kredit yang tadi di berikan oleh Farel sebelum ia berjalan pergi ke pusat perbelanjaan. Kata suaminya, ia boleh membeli apapun yang ia suka. "Emangnya kamu mau yang mana?" tanyanya pada Dea, gadis itu masih saja di landa dilema berkepanjangan. Aneh, padahal hanya baju tapi memilihnya saja lama sekali.

Dea mengangkat sweater rajut yang berada di tangan kirinya tinggi, sepertinya itu yang lebih baik ia beli. Karena kalau dress, tidak bisa di pakai sehari-hari dan hanya untuk acara formal, nanti yang ada malah berakhir di gantungan lemari.

"Yaudah aku bayarin dress kamu," ucap Zulfa yang memutuskan hal itu. Daripada sahabatnya ini nanti malah membahas dress tersebut nanti saat sudah keluar lebih dari pusat perbelanjaan, lebih baik ia membelikan dress tersebut untuk Dea. Ya hitung-hitung hadiah untuk sang sahabat karena diberi suami yang tidak pelit uang.

Berkat ucapan Zulfa, Dea langsung memekik hebat dan tentu saja langsung mengundang banyak tatapan bingung dari orang-orang yang sedang berlalu lalang. Gadis itu sudah menari mengayunkan kaki kanan dan kaki kirinya secara bergantian. Sangat kekanak-kanakan sekali...

"Tumben, kesambet apaan kamu, Fa?" tanya Dea sambil menarik napas panjang supaya meredakan rasa senangnya. Ia juga menghentikan tarian konyolnya karena sudah merasa puas.

Zulfa yang mendengar hal itu pun memutar kedua bola matanya, serba salah adalah dirinya di mata Dea. "Dibayarin malah soudzon terus kerjaannya, mending tidak jadi." ucapnya.

Sebelum Zulfa merajuk, Dea sudah terlebih dahulu mengiyakan ucapan sahabatnya. Jarang-jarang wanita itu membayarkan sesuatu yang ingin dibeli olehnya. Karena sebelumnya mereka sama-sama dari keluarga yang kurang mampu, membeli cireng lima ribu saja harus patungan.

Setelah selesai membayar, Dean memeluk tubuh Zulfa dengan sayang. Sahabatan dari mereka masih berada di taman kanak-kanak sampai sekarang, membuat mereka terlihat seperti adik kakak dengan Zulfa yang berperan sebagai kakak.

"Jangan berlebihan, Dea. Malu dilihat banyak orang." ucap Zulfa sambil mendorong pelan tubuh Dea hingga menjauh dari dirinya.

Dea menekuk senyumnya. "Kan aku senang." ucapnya, ia tiba-tiba saja mengembalikan raut wajah ceria dengan menunjukkan deretan gigi tersusun rapih yang putih dan bersih.

"Tidak seperti itu juga, Dea." ucap Zulfa sambil terkekeh kecil, sedikit terhibur dengan tingkah Dea.

Zulfa membuka ponselnya, karena sedaritadi ia belum mengecek benda pipih tersebut. Ia membelalakkan matanya kala melihat notifikasi dari sang suami, Farel Putra Brahmana.

ruang chat |

Mas Farel

Hai, aku Rani nih. Farel lagi di rumah aku. Eh? Ups, gak nanya ya? Ya aku cuma mau kasih tahu kamu aja sih soalnya takut kamu nyariin.

Senyumnya luntur seketika. Sabar Zulfa, semua ada jalannya.

Zulfa

Pastikan dia pulang dalam sepuluh menit lagi, saya akan segera pulang.

Mas Farel

Kalau aku tidak menginginkannya, bagaimana?

Zulfa

Kamu perusak rumah tangga seseorang, jangan bersembunyi di balik kenyataan. Kita sama-sama wanita dan kamu seharusnya tahu rasa saling menghargai sesama.

Mas Farel

Oh ya? Bukannya kamu yang merebut Farel dari genggaman aku? Lagipula untuk apa menghargai wanita yang tiba-tiba merebut status istri di kehidupan Farel dari ku? Kamu saja tidak pantas untuk di pahami, dan jangan salah kan aku.

Kalau kalian di posisi Rani, kira-kira akan melakukan hal yang sama atau bagaimana?

Zulfa menahan sesak di dadanya, saat membaca sederet kalimat pesan yang di kirimkan Rani untuk dirinya. Kenyataan ini memang membunuh batinnya secara perlahan, dalam kondisi sadar atupun tidak. Ia menoleh ke arah Dea untuk memastikan gadis itu tidak menyadari kesedihannya, galau menyadari bisa-bisa gawat di interogasi dari A - Z. Aman, Dea masih sibuk meneliti beberapa baju branded yang mampu ia beli dalam gajinya selama satu tahun, ya untuk jaga-jaga aja gitu kalau ada uang turun dari langit ia bisa beli lagi.

Zulfa

Ini takdir, Rani. Jangan selalu berpacu sama harapan, karena nanti pasti akan kecewa.

Mas Farel

Gadis seperti kamu hanya bisa mengandalkan takdir ya ternyata. Kalau besok Farel menjadi takdirku, bagaimana?

Zulfa

Tuhan sangat adil dalam membagi setiap kebahagiaan hamba-Nya.

Mas Farel

Jangan sok suci, mentang-mentang penampilan kamu jauh lebih tertutup daripada aku.

Zulfa

Maksud kamu? Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya pada kamu, tidak bermaksud apapun.

Mas Farel

Jilbab yang kamu kenakan beserta pakaian itu pasti hanya untuk menutupi kebusukan kamu.

"Astagfirullah.." lirih Zulfa membaca pesan yang dikirimkan Rani. Menurutnya, penghinaan karena seorang wanita memakai jilbab, di mata Rani merupakan suatu alat penutup kebusukan?

Zulfa

Jaga tata bahasa kamu. Kamu sangat tidak sopan, Mas Farel pasti akan menyebut dirimu sebagai sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya.

Mas Farel

Oh ya? Bukannya kalimat 'Farel pasti akan menyebut dirimu sebagai sebuah kesalahan' jauh lebih pantas jika dilontarkan untukmu?

Read.

ruang chat selesai |

Zulfa mematikan data ponselnya, tidak ingin membalas pesan tersebut yang bisa saja membuat suasana hatinya memburuk. Sudah cukup, Rani benar-benar menguras kesabarannya. Ia berkali-kali mengambil napas panjang dan membuangnya secara pelan, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Dea, pulang yuk." ucap Zulfa dengan sebuah senyuman palsu, ia kembali menyembunyikan rasa sakitnya yang tercetak jelas di relung hati. Tidak boleh menangis di tempat umum, terlebih lagi di hadapan Dea. Bisa-bisa gadis itu menghujam dirinya dengan seribu pertanyaan tiada ujung, lagipula ia belum sempat menyusun kalimat untuk menjawab segala kemungkinan pertanyaan itu.

Dea yang sedang membelalakkan matanya melihat label harga pun langsung menoleh dan menganggukkan kepalanya merasa setuju dengan apa yang diucapkan Zulfa. Melihat-lihat baju-baju mahal ini membuat jiwa sederhananya meronta-ronta. Ia menghampiri sahabatnya.

"Fa, baju yang tadi bagus." ucap Dea sambil mengerjapkan kedua bola matanya dan juga membentuk puppy eyes yang sangat menjengkelkan di pandangan Zulfa. Banyak mau adalah penggambaran yang cocok untuk seorang Dea, dia gadis lapar mata. Lihat barang bagus sedikit, langsung saja ingin beli.

Zulfa menggelengkan kepalanya, tidak tergoda dengan ucapan Dea yang terdengar sedikit merayu itu. "Gak perlu kode." ucapnya sambil berjalan meninggalkan Dea. Ia pun tidak ingin berlama-lama di pusat perbelanjaan. Ya baginya tidak ada yang menarik di dalam sini, baginya pasar masih menjadi nomor satu. Tapi Farel selalu melarang keras dirinya untuk kesana, katanya sih kotor, banyak lumpur, dan genangan air.

"Jadi, mau beliin aku baju itu?" tanya Dea dengan pura-pura tidak tahu menahu, padahal kini ekspresi wajahnya menatap penuh pengharapan besar.

Tentu saja Zulfa menggelengkan kepalanya, menolak permintaan Dea yang tersirat itu. "Ini kartu kredit Mas Farel, kalau mau minta sana sama dia aja. Gak tau deh di izinin apa gak," ucapnya sambil terkekeh kecil. Ia saja di tolak kehadirannya oleh sang suami, ya kali Dea bisa dengan mudahnya mendapatkan izin untuk membeli baju dengan uang laki-laki itu? Mustahil.

Dea segera mengejar langkah Zulfa, ia berjalan mundur kala sudah sampai tepat di depan sahabatnya itu. Zulfa jalan maju seperti biasa, dan dirinya jalan mundur.

"Kamu ngasih lampu hijau ke aku buat deketin Mas Farel? Oh kalau kayak gitu, oke. Semangat empat lima aku mah deketin cogan sekaligus hot future husband!" ucapnya dengan sangat bersemangat. Tidak tahu deh betapa malunya seorang Zulfa jika jalan bersama dengan gadis ini.

Zulfa menaikkan sebelah alisnya, lalu menarik tubuh Dea kala ingin menabrak seorang laki-laki dengan perawakan besar berotot. Ia mengembalikan arah jalan sahabatnya seperti semula, jangan biasa ke arah depan. "Mau aku gantung di ujung monas?" tanyanya dengan tatapan yang sedikit tajam.

Galak mode on.

Walaupun Farel membuang dirinya, bukan berarti Zulfa juga membuang Farel, iya kan? Hati wanita memang sangat lembut, selembut kapas, lembut sekali.

...

Next chapter