ANGIN kencang menerpa, gaun kecil pemberian sang ayah mengembang dan melambai tanpa arah. cahaya kemilau dari sudut ruangan menjadi penambah akan elok nya gerangan yang berada di sudut ruangan.
Lavi mendesah pelan, malam gulita yang sepi yang menjadi satu-satunya tempat ia dapat memendam sakit yang menerpa. setelah ia tampil pada acara pembukaan yang dihadiri oleh keluarga nya, Lavi merasa senang dan gembira.
Tetapi, ditengah acara kesalahan kecil tertangkap oleh sang ayahanda. Malam dimana Lavi yang sangat mengharapkan apresiasi kecil berupa ucapan atau sekedar menyapa pun tak ia dapatkan.
melainkan pukulan dan makian yang ia sambut dengan tatapan mata nanar. Apa? apa yang salah dengannya? setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan bukan? apa karena ia telat pada beat music di pertengahan?, kenapa masalah itu menjadi sangat besar di mata kedua orang tuanya?.
malam hari di isi dengan renungan dan liquid bening yang menuruni pipi manisnya, senyum palsu yang biasa perlihatkan tak kuasa ia lakukan. Cukup untuk malam kelam ini ia kembali memendam rasa sakit.
"ya? oh ya, baik-baik. nanti bakal saya hubungi dan segera...", terdengar sayup-sayup suara sang ibu yang tengah menelepon seseorang.
Lavi lagi-lagi menahan sesak di dada, semakin sesak dan mencekik. Membuat lagi-lagi cairan bening itu keluar dari kelopak mata indah nya, mengalir pelan melewati bibir kecil yang di gigit mati-matian.
berusaha menahan letupan hati yang menjerit pilu, tidak. bukan hanya ini yang ia rasakan, bahkan sejak ia berumur 4 tahun pun, kebiasaan menangis tanpa suara selalu ia lakukan hampir di setiap hari.
ia bahkan harus mewanti-wanti untuk tertawa, ia tertawa terbahak untuk pagi hari. Dan tangisan malam hari menyambut nya.
"hiks, sakit. tolong, ini sangat sakit." Lavi berbisik halus sarat kesakitan.
dengan mencengkram erat baju dibagian dadanya, ia berusaha menghapus secara kasar lelehan air mata.
BRAKK
terdengar suara benda jatuh yang berasal dari semak-semak di bagian Utara rumah nya, balkon kamar mewah nya yang berada tak jauh membuat Lavi mengernyit bingung.
tak hanya suara benda yang jatuh, tetapi suara langkah kaki terdengar jelas. Lavi yang menyadari hal itu segera bergegas mematikan lampu balkon dan mengambil Kamera gadgetnya.
Lavi yang semakin dilanda penasaran pun segera menangkap gerak gerik tersebut dengan diam. handphone digenggaman nya pun tak luput dari cengkraman erat yang berusaha meredam getaran tangan yang ia rasakan.
"ah shit, ayolah ! ada apa denganmu." umpat Lavi
Zoom camera dengan sensor radar tinggi membuat Lavi bisa dengan mudah melihat sosok yang sedang berjalan pelan ke pagar rumah.
DEGG
matanya membulat, dengan tangan senantiasa menggenggam erat handphone dan badan yang seketika mengejang hebat membuat Lavi hendak berteriak tanpa sadar.
'ITU KAKAK', jerit nya dalam hati.
Tria terlihat membuka gerbang dengan hati-hati, terlihat sebuah mobil sport Lamborghini Gallardo Superleggera terparkir apik di depan gerbang rumahnya.
matanya tak henti menatap kaku, mimik wajah nya berganti dengan cepat. Lavi segera kembali men-zoom kamera nya dengan cepat.
lagi-lagi ia terkejut akan sesuatu yang ia dapatkan, itu adalah ARKA YAHYA WIJAYA. Seorang keturunan milyarder tunggal dan salah satu pewaris sah dari keluarga nya.
"o-oh tidak, kenapa bisa?! apalagi ini !!" teriakan pelan ia luapkan.
dengan cepat ia memotret apa yang ia temui malam ini, terlihat Tria yang masuk dengan santai sembari tersenyum gembira. senyuman yang jarang ia perlihatkan pada sang adik maupun keluarga nya. kentara sekali bahagia ketika bertemu dengan seorang pria mantan rival nya dulu.
ah sial, dunia terasa begitu sempit.
-------------
Pagi hari membelah malam, Bisikan angin dan nyanyian burung serta bumbungan dan tiupan pelan dari pendingin ruangan di kamarnya tak membuat Seorang Lavi dapat bermalas-malasan lebih lama.
sedari jam 4 pagi yang lalu ia telah terbangun dan menyiapkan seluruh kegiatan dan aktivitas yang akan ia lakukan di jam berikutnya.
Lavi sedang terlihat bermain ponsel dengan santai, jam menunjukkan pukul 6 pagi. seragam lengkap telah ia pakai, game di ponsel nya menjadi pilihan untuk menghilangkan rasa suntuk.
Terlihat diponsel nya terpampang tulisan 'AMONG US', game yang mengharuskan pemainnya menemukan seorang impostor yang menjadi dalang dibalik pembunuhan sang rekan.
"Ah sial, itu ! kuning impost woi, ih gimana sih ! kebunuh kan akunyaa." Protesan kecil terlontar, sepertinya total abai dengan atensi seseorang di depan pintu kamarnya.
"woi, lu tuli apa gimana? dah jelas gue ketok kamar lu masih ga dibuka juga." sungut Tria
terlihat ia dengan balutan Gucci dress, dipadukan dengan stoking hitam dan jaket hitam, tak lupa rambut yang ia gerai. Menambah kesan bad girl dan pesona tak terbantah dari sang kakak.
Lavi yang mendengar suara dari arah pintu segera melepas earphone yang ia kenakan.
"ya mau gimana, orang lagi pake earphone juga." balas nya.
Tria merolling mata malas, "Ah serah, gue gamau debat pagi-pagi ini Ama lu, sekarang ke bawah. di panggil Daddy tuh"
segera beranjak kebawah lebih dulu tanpa menunggu sang adik, cukup membuat Lavi mendengus pelan.
----------
"kenapa?" Sepatah kata langsung ia lontarkan saat Lavi berada di meja makan di depan orang tuanya.
sang ayah terlihat menyesap kopi dengan Lamat dan sang ibu terlihat memotong kecil salad di piring nya.
dentingan sendok dan garpu cukup memakan waktu lama, pertanyaan sang bungsu Hanya menjadi angin lalu ketiga atensi di depannya.
Lavi lagi-lagi mendengus pelan dan menahan degup jantung yang berpacu tak sabaran.
"Daddy bakal keluar kota selama 5 hari, mommy kalian bakal ikut bareng Daddy. Berhubung kamu mau sekolah dan Tria juga bakal ada acara camping di sekolahnya, Lavi bakal tinggal sendiri di rumah".
penjelasan dari sang ayah cukup membuat Lavi terbelalak, "loh? kakak ikut? aku tinggal? C'mon dad ! kan aku bisa libur dan izin !" Lavi menyentak dengan mata membulat.
lirikan tajam dari sang ayah cukup membuat ia terdiam, "sekolah nomor 1, mau kita keluar seminggu. kalo bisa sekolah dan ga ada halangan kenapa tidak?"
"tapi dad !"
"ah udahlah, lebay banget. lagian ada Firda, Rachel, sama putri. ngapain lebay sih?!" Tria terlihat menyela dengan tatapan tajam.
"no, mommy.." Lavi menatap sang ibu dengan wajah memelas, di balas gelengan dan senyuman tipis.
membuat badan nya segera meluruh dan lemas, ah tidak. apa lagi ini?
-----------
Lavi, Tria, serta ibu dan ayah mereka berbarengan menuruni tangga rumah. Lavi satu-satunya yang terlihat sangat tak bersemangat.
"sudah, nanti ada teman baru yang nemenin kamu." ujar Irene.
"aku ga peduli mom, mau sebanyak apa temen yang nemenin Pi, Pi maunya sama mommy." rengekan manja yang secara tak sadar keluar, membuat Sang ayah dan ibu tersenyum geli.
sampai di arah ruang tamu terlihat tiga orang menunggu, "wahh, maaf ya. lama ga nunggu nya?" Irene terlihat khawatir dan tertawa sumbang.
"oh ngga kok Tante, lagian juga kami memang lagi mager." ucap putri
"ngga kok Tan, hehe." Rachel menambahkan
"haha, baguslah kalo gitu, hari ini koper nya sudah pada siap, Tria bakal berangkat nya jam 10 nanti, jadi masih sempet nganter kalian sekolah, trus nanti jangan mainin api, jangan keluar malem, jangan lupa makan, dan yang terpenting selalu matiin lampu lantai atas kalo mau tidur. oke?" jelas Irene.
putri, Rachel dan Firda serempak mengangguk.
Lavi hanya menatap datar teman-teman nya, "oh ya, gimana dengan anak itu dad?" tanya Irene.
"oh ya, katanya mau sampe di-"
"assalamualaikum." belum sempat Rish melanjutkan, terdengar salam dari arah pintu yang sontak mengalihkan atensi mereka.
"nah itu orang nya"
Lavi, putri, Rachel dan Firda kompak terkejut dan berteriak.
"Loh?! CHINO ?!"
-------------
-TBC-
#alv