Ban hitam mobil itu membelah jalan raya di antara derasnya hujan. Hari sudah semakin senja, membuat beberapa orang yang masih di luaran rumah berlarian ke sana ke mari ingin segera pulang. 'Tak sedikit pula pekerja yang berlalu-lalang menjenjeng tas kerjanya di kepala supaya terlindung dari tangisan langit.
Dareen Oliver Aldari, tengah menyetir mobilnya seperti kesetanan. Ia tengah kalut, kecewa, dan emosi pada dirinya sendiri. Tidak, dia tidak bisa emosi pada orang yang dicintainya, ia hanya bisa melampiaskannya pada dirinya sendiri.
Ckit!
Ia menginjak rem hingga tepat di tepian jalan raya benda beroda empat itu berhenti. Dareen melipat kedua tangannya di atas stir untuk menyanggah pelipisnya sebagai tempat bersandar. Ia menghempuskan nafasnya kasar lalu menutup mata legamnya.
'Kamu udah salah Reen,' batinnya dengan rasa bersalah yang menyelimuti hati.
Bagaimana tidak, ia baru saja melanggar satu prinsip di hidupnya. Yaitu membentak wanita, ia baru saja melakukan itu tadi. Membentak calon istrinya sendiri atau teman hidupnya nanti yang ia percayai hingga ajal menjemput nanti. Dareen menyesal, ia sama sekali tidak bermaksud untuk melakukannya. Emosi sudah menyelimutinya, membuatnya melakukan itu hingga sialnya sudah dua kali. Ya, dua kali sudah seorang Dareen Oliver Aldari membentak wanita yang sama. Yaitu Melodi Auristela.
***
"Mel! Ngapain di dalam? Keluar ngapa sih!" kesal seorang lelaki tampan yang tinggi, berambut hitam legam, dan bergigi kelinci. Dia, Raka. Sepupu Melodi dari keluarga ayahnya.
Sejak pulang bersama Dareen tadi Melodi mengunci dirinya dikamar, entah apa penyebabnya. Apa mungkin sebab kedatangan Raka? Besar kemungkinan iya, karena sejak dulu Melodi tidak suka dengan Raka. Bukan benci, hanya saja jengkel.
Sifat lelaki itu 'tak sekalem wajahnya, ia sangat jahil dan caper terhadap orang tua Melodi. Itulah yang dibenci Melodi darinya.
Ceklek!
"Eh, anjing!" kaget Raka melihat Melodi yang membuka pintu dengan penampilan yang membuatnya jantungan. Bagaimana tidak, gadis itu sudah seperti hantu penunggu rumah sekarang. Dengan benda hitam di wajahnya yang sudah Raka yakini adalah masker wajah dan selimut putih yang menutupi sekujur tubuhnya hingga hanya menampakkan wajahnya saja.
"Lu ngapain sih ke sini?!" Melodi terlihat menjaga cara bicaranya agar maskernya tidak rusak.
"Kangen sama kalian gue, gue nginap di sini ya?" mohon Raka dengan puppy eyesnya, membuat Melodi menatapnya jijik.
"Serah! Asal jangan ganggu gue. Gue lagi maskeran," balas Melodi malas lalu berjalan ke dapur.
Raka menatap kepergian Melodi lalu menaikkan bahunya tidak ambil pusing. Ia berjalan menuju sofa ruang tamu, ikut bergabung menonton bola bersama kepala keluarga itu.
"Melodi udah keluar?"
"Udah, Om. Ke dapur dia barusan," jawab Raka sambil mengemil camilan di toples atas meja.
"Dia kenapa emangnya, Om? Kok tadi gak keluar-keluar dari kamar?"
"Gak tau, terakhir dia Om lihat waktu pulang dari luar sama calon suaminya," balas Reno tanpa sadar keponakannya itu sudah melotot dan kaku di tempat sekarang.
"C-calon suami siapa? Melodi?!"
Reno mengangguk meng-iyakan pertanyaan keponakannya itu.
"What?! Yang bener aja bocah ingusan gitu udah mau kawin?! Om serius?!" laki-laki itu mulai berceloteh sekarang, persis seperti ibu-ibu yang baru saja mendapatkan gosib terbaru dan terhot.
"Santai aja kamu, jangan kayak kerasukan gitu."
"Ya namanya kaget, Om. Emang Om serius mau ngejodohin anak kemaren sore yang bahkan belum bisa cebok sendiri itu?"
"Eh, congor lu bisa diem gak?! Gue slipet juga nih! Udah tau Bunda lagi tidur, bisa-bisanya teriak-teriak kagak jelas tengah malem," celoteh Melodi baru dari dapur sambil membawa gelas yang berisi air putih.
"Yeuuu ... lo mah emosian mulu, PMS lu?"
"Kalau iya emang kenapa?!"
"Hiss ... susah emang kalau ngomong sama taik. Eh, tapi beneran lu mau kawin?! Ya ampyun kok bisa sih?! Lu bunting? Sejak kapan? Kok bisa? Kok gak ngajak?"
"Golok mana golok! Gue cincang beneran nih human! Sempet-sempetnya juga lu bilang gue bunting. Sorry-sorry ajalah ya, gue masih disegel. Belum pernah disentuh apalagi dijebol. Asal aja tuh mulut ngomong, pantes makin jongos aja gigi lu, orang mulutnya aja dibawa ngalirin dosa mulu!"
"Sembarangan! Ini bukan jongos! Tapi gigi kelinci, lagian apa sangkutannya coba! Orang Om Reno aja bilang gigi gue imut kok," balas Raka asal bicara, padahal Reno sama sekali tidak pernah membicarakan gigi ponakannya itu.
"Udah-udah cukup! Ayah mau nonton bola, kalau kalian mau berantem sana di-ring sekalian, gak usah disini! Asal ketemu selalu aja gini, adu mulut sampai dower," kesal Reno menatap keduanya. Sementara dua anak itu malah saling bertatapan sengit.
"Bodo ah, bikin masker gue retak aja lo!" kesal Melodi masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan dua lelaki itu yang tengah duduk di sofa.
"Emang beneran, Om. Melodi gak hamil?"
"Kamu itu jangan asal ngomong Ka, Melodi Om jodohin, bukan nikah karena hamil."
"Lah kok bisa? Terus sekolahnya gimana, Om?"
"Dia nikah setelah tamat sekolah."
"Terus kuliahnya?"
"Itu terserah sama dia dan suaminya, kalau nanti suaminya mau nguliahin dan Melodinya mau kuliah ya pasti kuliah tapi kalau enggak ya Melodi fokus sama rumah tangganya aja."
"Oh ...." meski terlihat paham dan biasa saja, sebenarnya di benak Raka ia sangat kasihan pada saudaranya itu. Mengingat lelaki itu pernah mendengar curhatan Melodi saat baru masuk SMA dulu. Gadis itu akan kuliah dengan mengambil jurusan hukum. Bahkan ia sangat bersemangat mengatakan itu pada Raka, maka dari itu Raka kasihan pada Melodi. Terlebih lagi melihat umur gadis itu yang terbilang masih sangat muda untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Jujur saja Raka tidak tega, walau tidak tau alasan Melodi dijodohkan. Yang Raka simpulkan adalah Melodi pasti akan kesulitan nanti, membina rumah tangga dalam usia muda tanpa cinta sedikitpun.
"Kamu ngapain kesini? Tumben banget, udah lama juga kamu gak nginep disini," tanya Reno sambil melirik sebentar Raka lalu kembali fokus pada televisi.
"Males di rumah Om, banyak bocah."
"Maksudnya?" tanya Reno tidak mengerti.
"Lili bawa temen TK-nya buat nginap di rumah. Ribut banget, teriak-teriak mulu di kamar, mana mainnya di kamar Raka lagi. Mending disini aja, gak bikin emosi. Bisa gangguin Melodi juga hehehe ...."
Lili itu adik satu-satunya Raka, gadis kecil yang masih masih berumur empat tahun.
"Pantes Melodi kesel banget kalau ada kamu, orang kamunya suka jahilin."
Raka cengengesan lalu memeriksa ponselnya yang tertera pesan menyuruh pulang dari sang ibu. Mungkin karena lelaki itu tidak pamitan sebelum pergi tadi.
***
Seperti kemarin, hari ini tepatnya pulang sekolah Melodi kembali dijemput oleh Dareen. Entah apa yang merasuki lelaki itu hingga perlakuannya kali ini seakan ia tidak ingat apa yang terjadi antara mereka kemarin.
"Kamu gak usah pakai pakaian itu kalau disekolah masih suka umbar tubuh, toh juga kamu gak nyaman nantinya," ujar Dareen melirik Melodi yang masih sama seperti kemarin. Memakai seragam panjang dan hijab.
Tanpa ia sadari omongannya barusan sangat menyakiti Melodi.
Melodi hanya menunduk, mengadu jari tengah dengan jempolnya. Ia tidak ingin berdebat sekarang.
Melodi tidak banyak bicara sedari tadi, ia hanya berbicara secukupnya dan itupun ketika ditanya. Selebihnya ia hanya diam.
Hingga akhirnya mobil Dareen berhenti di pekarangan rumah Melodi. Melodi ingin segera turun tetapi sama seperti kemarin, ia ditahan lagi untuk keluar. Tangannya dicekal Dareen hingga akhirnya netra coklat gadis itu berputar menuju pada atensi Dareen.
"Apa lagi?"
"Saya minta maaf," ucap Dareen melepas cekalannya lalu menatap sendu gadis itu.
"Tentang?"
"Yang kemarin dan sebelumnya. Sudah dua kali saya bentak kamu, dan itu buat saya benci sama diri saya sendiri. Saya minta maaf, saya bener-bener ngerasa bersalah," jelas Dareen terlihat kacau. Melodi menghembus nafasnya pelan lalu menatap lembut Dareen.
"Aku udah maafin Kakak, aku juga minta maaf sama Kakak sebelumnya. Karena udah bohongi dan ngomong seenaknya terus sama Kakak," lirih Melodi lembut, membuat Dareen terharu. Bagaimana tidak, baru saja Melodi menyebut dirinya dengan kata 'Aku' tidak 'Gue' lagi. Dareen merasa senang sekali sekarang, meski dilubuk hatinya masih sedikit ragu sekarang.
"Iya gak apa-apa kok, saya udah maafin kamu."
Melodi tersenyum senang, membuat jantung Dareen semakin berdebar. Ia tidak menyangka Melodi tersenyum semanis ini hanya untuk dirinya. Dareen mabuk akan senyum manis Melodi sekarang.
"Ya udah aku pamit turun Kak, makasih udah jemput."
Dareen ikutan turun setelah Melodi turun. Lelaki itu terlihat mengikuti Melodi dari samping.
"Saya ada urusan sama Om Reno juga," jelas Dareen menyamai langkah Melodi menuju pintu utama rumah besar itu.
"Oh, ya udah," balas Melodi lalu memencet bel rumah.
Ceklek!
Pintu utama itu tiba-tiba dibuka, menampilkan seorang lelaki yang tengah memegang segelas jus buah.
'Huh! Belum pulang juga dia,' batin Melodi menatap sengit Raka.
"Eh, B-bang Dareen?!" kaget lelaki yang tengah memegang jus buah itu, seraya menatap bingung Dareen.
TBC.