Taruhan yang pernah Lyon ucapka tempo dulu haruslah masih berlaku. Selain karena dia sendiri yang mengatakan hal tersebut dan tidak mungkin Lyon sanggup untuk menelan ludah sendiri.
Ada harga diri yang tinggi bersikeras menolak sekesar mengabaikan kesepakan sepihak tersebut atau sama sekali tidak menganggap pernah ada. Dan, walau pun hanya sepihak, taruhan tetaplah sebuah taruhan. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang bisa mengubah namanya.
Jika pada akhirnya Lyon dipastikan keluar sebagai pecundang dalam pengertian yang selama ini Petra pahami, maka mau tidak mau mulai dari detik ini dia harus perlahan belajar memasak.
Bukan hanya sekedar memasak yang biasa orang lakukan untuk memuaskan rasa lapar mereka tetapi Lyon harus bisa menyajikan sebuah hidangan special dari keahlian yang harus segera ia kuasai. Hanya dengan memikirkan bagaimana cara menyalakan kompor saja sudah membuat Lyon pusing bukan main.
Selama ini Lyon tidak pernah sekali pun memengang kompor, apalagi untuk membedakan mana wajan dan mana panci pun akan sulit bagi dirinya. Belum lagi kepada siapa ia akan belajar. Lyon tidak mempunyai ide perihal tentang nama-nama koki yang bisa dia sewa untuk mengajari masak secara pribadi.
Sebelum itu terjadi, sudah ada nenek sihir yang berdiri didepannya bagaikan singa betina yang telah menemukan mangsa incaran dan siap untuk membunuh dalam hitungan detik.
"Jadi dari mana saja kamu menghilang tadi?" cebik Lisa berkacak pinggang menatap Lyon tidak sabar. Matanya berkilat membara hanya menunjukkan betapa serius Lisa kali ini.
"Steven." jawab Lyon singkat, enggan berdebat dengan kakak perempuan satu-satunya.
Jawaban yang Lyon berikan yang tidak jelas membuat Lisa semakin melotot dan mungkin bola mata indahnya akan langsung keluar jika Lisa sedikit saja tidak menahan diri.
"Oke. Dengar, baru saja ibu menelepon dan menanyakan tentang dirimu. Apa yang akan kamu lakukan kali ini disini? Cepat katakan apa rencana konyolmu sekarang?" ucap Lisa mencoba bersikap tenang namun gagal, suara yang keluar dari mulut Lisa seperti cicitan hyena kelaparan.
"Maksudnya?" tanya Lyon tidak mengerti, menatap Lisa penuh tanda tanya.
"Seperti membawa Petra keatas panggung dan mengenalkan dia didepan umum sebagai calon isteri, seperti yang kamu lakukan di rumah, di Seriz." ujar Lisa, mengibaskan rambut panjang yang menutupi mata kanan dengan serampangan.
Lisa memalingkan wajah sembari menghembuskan napas penuh kesal.
"Aku tidak akan berbuat sebodoh itu, Lisa. Percayalah." bantah Lyon terkekeh sinis. "Bagaimana mungkin ibu bisa berpikir sejauh itu?" lanjut Lyon.
"Baguslah kalau begitu. Sudah cukup tingkah konyolmu itu Lyn. Hentikan, aku mohon. Jangan lakukan apapun lagi tanpa berpikir panjang hanya untuk memuaskan rasa marahmu kepada ayah dan ibu. Jika tidak, maka kamu hanya akan berakhir sepertiku." terang Lisa pelan, menurunkan kedua tangannya dari atas pinggang lalu duduk pada satu-satunya kursi yang ada diruangan.
"Tenang saja. Petra aman bersama Steven di aula." kata Lyon, memecahkan keheningan antara mereka berdua selama beberapa menit ke belakang.
"Maksudmu meninggalkan Petra bersama bocah yang hobinya bersilat lidah tidak jelas dan suka membuatmu marah-marah seperti anak perempuan sedang datang bulan itu?" decak Lisa kembali bangkit berdiri.
Lisa mendekat, meraih dasi abu-abu Lyon lalu menariknya kedepan hingga wajah mereka sejajar. Lisa menatap lekat kedalam mata hijau zamrud Lyon, mencoba mencari-cari sesuatu pada kedalamannya sampai pada akhirnya ia tidak menemukan jawaban yang dicari. Kemudian Lisa melepaskan genggaman dan mendorong Lyon menjauh membuat adiknya kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh ke belakang.
"Kata-kata yang kamu ucapkan tadi lebih baik dariku dalam mengumpamakan orang lain rupanya. Hebat Lisa, kamu bahkan berniat membunuh adik kandungmu sendiri." cebik Lyon setelah berhasil berdiri tegak kembali.
"Kamu baru tahu itu? Dasar bebal." ceplos Lisa, lalu kembali duduk.
"Tenang saja. Petra datang bersama teman-temannya, jadi dia tidak akan sendirian. Lagi pula apa yang bisa Steven lakukan kepada gadis itu ditempat seperti ini?" ucap Lyon menyenderkan bahu ke tembok disampingnya.
"Aku percaya Lyon tidak akan melukai Petra. Tetapi, harus kamu ingat satu hal dari keluarga Hartson adalah ucapan mereka setajam pedang Hercules." cerita Lisa.
Pedang Hercules merupakan legenda dalam pelajaran Sejarah Dunia Baru yaitu pedang yang sangat tajam dan sakti mandra guna, hanya dengan mengacungkan pedang kepada lawan akan langsung membunuh lawan tsb tanpa mengeluarkan darah. Senjata yang mengerikan dan masih menjadi misteri dimana keberadaannya saat ini.
"Kalau itu aku juga tahu. Jadi apa yang harus aku lakukan?" kata Lyon dan bertanya dan bertanya kepada Lisa yang dibalas dengan delikan mematikan ala Lindsay Levi Devaro.
"Lyn, kamu tidak perlu melakukan apapun. Jangan dekati dia kecuali dia yang dan temannya yang mendekat terlebih dahulu. Jangan melakukan hal yang akan kamu sesali nantinya." sahut Lisa pelan.
"Kalau tidak?" ujar Lyon mencoba memancing Lisa untuk lebih banyak bicara.
"Kalau tidak...maka bersiaplah untuk dikirim ke antartika mengikuti paman dalam misi penelitian pinguin Raja yang hampir punah." geram Lisa, lalu membawa Chia pergi dan meninggalkan Lyon sendirian diruangan itu.
Mendengar jawaban Lisa yang kedengarannya seperti main-main itu membuat Lyon tertawa getir. Jangankan ke antartika, jika tidak beruntung dan salah dalam bertindak kali ini mungkin Lyon akan dilemparkan ke planet Pluto dengan roket NASA yang statusnya apakah masuk dalam kategori bulan satelit atau planet dalam tata surya yang masih diperdebatkan hingga kini.
Pulau Roket merupakan pulau milik Federasi Antariksa Dunia yang berada di tenggara benua Mestonia. Pulau yang diperuntukan oleh NASA untuk meluncurkan roket-roket mereka ke luar angkasa.
Lyon pun mengekor Lisa meninggalkan ruang VVIP tersebut sambil memikirkan bagaimana caranya malam ini dia tidak perlu bersinggungan dengan Petra dan Steven.
Walau pun kecil kemungkinan mereka akan bertemu diantara lautan manusia dari dunia olahraga, tetap saja Lyon merasa was-was. Perasaannya tidak tenang. Hingga langkahnya terhenti karena menabrak seseorang.
Orang itu adalah Petra. Gadis itu nampaknya baru saja keluar dari toilet dan terburu-buru untuk segera kembali bergabung dengan teman-temannya.
Jelas terlihat kalau Petra pun kaget saat mengetahui siapa orang sembrono yang telah menabrak dirinya.
"Hai, Lyn. Maaf aku harus menemui Hime." Ucap Petra lalu pergi begitu saja meninggalkan Lyon yang masih diam ditempat.
Seharusnya Lyon lah yang meminta maaf kepada gadis itu.
Seharusnya Lyon lah yang menyapa gadis itu lebih dulu karena kecerobohannya.
Seharusnya Lyon bersikap gentlemen layaknya lelaki.
Tetapi...dengan Petra yang terlihat begitu berbeda malam ini. Petra yang memakai gain titu dan terlihat mistis seakan menyihir matanya. Untuk pertama kali membuat kedua mata Lyon terbuka lebar.
Bagaimana mungkin seorang Petra yang sejak pertama kali bertemu tidak sekalipun Lyon anggap sebagai seorang perempuan terlihat begitu cantik dengan gaun warna hitam manggis yang kebetulannya lagi warna gaun tersebut mirip dengan warna setelah jas yang dirinya kenakan?
-tbc-