Seumur hidupnya, Petra tidak sekali pun bermimpi dengan berkeinginan yang muluk-muluk. Keinginan Petra sangat sederhana. Tentu saja, kecuali cita-citanya sebagai duta besar Mestonia. Petra hanya menginginkan hidup damai bersama paman Jon dan bibi Mia serta sepupunya Abel, hidup tanpa gangguan sembari berusaha kerja keras dalam menggapai impiannya. Hidup damai di Finelan hingga akhir hayat Petra. Tetapi sepertinya, keputusan Petra untuk tinggal di Metropol demi mengejar beasiswa ternyata membawa dirinya kedalam singularitas bernama buah simalakama dalam arti kiasan, tentu saja. Hampir setiap hari Petra harus berjuang menahan diri, bersabar dengan kehidupan yang keras di Metropol. Namun kali ini, Petra merasa sudah tidak tahan lagi. Tidak tahan dengan situasinya saat ini.
Dengan apa yang baru saja Lyon katakan didepan kedua orang tuanya, seolah-olah Lyon senang sekali melemparkan buah simalakama kepada sembarang orang yang ia temui, seenaknya sendiri sesuai dengan suasana hati yang sedang ia rasakan saat itu. Dan kali ini kepada Petra. Petra merasa beribu-ribu sial mendengar lelucon Lyon yang sama sekali tidak ada lucu-lucunya.
Bukan hanya Petra yang terkejut setengah mati mendengar perkataan Lyon yang tidak masuk akal itu. Bahkan Nyonya Besar dan Tuan Besar generasi kedua keluarga Levi pun tidak dapat menyembunyikan ekspresi keterkejutan mereka atas apa yang oleh anak kandung mereka katakan didepan mata mereka.
"Setelah sekian lama tidak pulang ke rumah, lelucon yang tidak masuk akal sengaja kamu katakan kepada orang tuamu?" kata ayah Lyon berusaha untuk tertawa, namun gagal karena melihat ekspresi wajah Petra yang shock. Pria pertengahan empat puluh tahun itu menatap Petra sekilas dengan pandangan prihatin.
"Setahuku, kalian tidak pernah mengajariku untuk berlelucon dalam pertemuan resmi semacam ini." sanggah Lyon penuh percaya diri.
Lyon dengan sengaja mengabaikan Petra yang menatap dirinya dengan penuh kekesalan dan kemarahan yang tertahan. Bahkan Lyon sengaja mengabaikan tata krama yang bertahun-tahun keluarga Levi ajarkan kepadanya. Lyon terlalu dikuasai amarah saat melihat kedua orang tuanya dengan sengaja menyambutnya secara resmi. Hal yang tidak pernah Lyon dapatkan saat dirinya pulang ke rumah di kesempatan sebelum-sebelumnya.
Hanya karena Lyon membawa Petra, yang notabene adalah seorang gadis, ikut bersamanya pulang ke Seriz orang tuanya yang Lyon tahu betul pasti sangat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing dengan senang hati menyambutnya seperti orang penting.
"Jadi yang kamu maksud tadi itu...serius?" selidik ibu Lyon masih tidak percaya terhadap ucapan anak laki-lakinya yang bandel tersebut.
"Tentu saja. Ada yang keberatan?" tantang Lyon sedikit meninggikan suara.
Amarah yang dari tadi Lyon tahan perlahan menyeruak keluar. Marahnya Lyon karena selama ini ayahnya sendiri dengan diam-diam berusaha melakukan sabotase terhadap bisnis yang Lyon dan Lisa rintis. Salah satunya dengan cara membuat teman-teman sekaligus rekan-rekan kerjanya mundur tiba-tiba. Menciptakan kekacauan mendadak dengan tujuan melumpuhkan laju perkembangan bisnis Lyon tersebut.
Lyon tahu betul bahwa ayahnya lah dalang dibalik peristiwa itu. Hanya karena Lyon tidak mau meneruskan estafet kerajaan bisnis yang kakeknya rintis dari nol. Lyon lebih memilih membangun usaha dibidang yang dirinya sukai yaitu dunia permainan virtual ketimbang bisnis konvensional yang selama ini ayahnya kerjakan.
"Tentu tidak anakku. Hanya...kenapa kamu membawa dia, gadis cantik ini dengan mendadak seperti ini. Akan lebih baik jika kamu memberitahu ibu terlebih dahulu sebelum datang ke rumah." jelas ibu Lyon dengan suara lembutnya. Mengalihkan pandangan matanya kearah Petra dengan tatapan penuh keibuan.
"Maaf kalau begitu." desah Lyon, terkejut dengan reaksi ayah dan ibunya yang diluar dugaan.
Semula, Lyon mengira jika dia memberi kejutan seperti itu pasti akan membuat kedua orang tuanya marah besar lalu mengusir dirinya dan Petra dengan kasar. Tetapi, apa yang sedang terjadi sekarang?
Lyon sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran kedua orang tuanya tersebut.
"Nah, ngomong-ngomong...dimana orang tuamu tinggal?" tanya ayah Lyon kepada Petra ramah. Membuat Petra yang sedari tadi tengah terhanyut oleh pikirannya sendiri kembali sadar kalau ternyata yang saat ini ia alami ini adalah kenyataan. Sebuah kenyataan yang sangat pahit kalau boleh Petra bilang. Mimpi terburuk dalam hidupnya. Buah simalakama yang tidak bisa Petra tolak keberadaanya. Terjebak dalam sebuah situasi yang tidak bisa Petra tangani. Lebih dari apapun, Petra sudah kehilangan ide atau pun kata-kata karena ulah Lyon yang tidak berperasaan terhadapnya.
"Petra itu yatim piatu. Dia tinggal sementara di rumah sewa, dekat dengan SMA Metropol." jelas Lyon, tanpa memberi kesempatan kepada Petra untuk menjawabnya. Dan, Petra pun tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ayah Lyon kepadanya.
"Begitu rupanya..." desah ayah Lyon termanggut-manggut sendiri. Lalu, mengalihkan pandangan matanya kearah Lyon. Menatap anak laki-lakinya lekat sarat akan makna yang tidak bisa Petra pahami. Hanya ayah dan anak tersebutlah yang mengerti artinya.
"Kalau begitu kenapa Petra tidak tinggal saja bersama Lisa." usul ibu Lyon berusaha memecah keheningan yang tercipta dari perang tatapan mata antara suami dan anaknya itu.
"Ada bibi dan paman, Nyonya Besar. Terima kasih atas tawarannya." jawab Petra takut-takut. Petra mengatakannya hanya sebagai basa basi saja dan tidak ada maksud apapun.
Mendengar jawaban Petra yang malu-malu dan sangat sopan membuat ibu Lyon tertawa renyah. Dua bola matanya berbinar-binar gembira.
"Tidak perlu terlalu sopan seperti itu Petra. Dan jangan memanggilku Nyonya Besar, cukup dengan panggilan ibu saja... oke?" jelas ibu Lyon setelah tawanya berhenti.
"Baik, Nyonya...maksud saya ibu." jawab Petra masih malu-malu.
Sekali pun Petra bisa merasakan kehangatan yang ditunjukkan oleh ibu Lyon kepadanya, Petra merasa ada sesuatu yang tidak benar sedang terjadi. Lalu isi kepala Petra dipenuhi dengan aneka macam rentetan pertanyaan yang mengusik. Seperti... kenapa Lyon sangat jelas sekali membenci pulang ke rumah orang tuanya sendiri? Siapa Lisa yang tadi ibu Lyon sebutkan dan apa hubungan mereka? Apa hubungan antara kelakuan Lyon yang berakting layaknya pemuda playboy dengan perang dingin dengan ayahnya sendiri yang tampak jelas sekali telihat.
"Oh iya, tadi...siapa namamu, gadis cantik?" ucap ayah Lyon tiba-tiba. Membuyarkan tatapan dingin Lyon kepada ayahnya dan beralih menatap Petra penuh tanda tanya. Karena sejujurnya, Lyon pun belum sempat menanyakan nama lengkap Petra. Lyon terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Sibuk menyusun rencana balas dendam kepada orang tuanya dengan membawa Petra pulang ke rumah sebagai tumbal.
"Petrasia Valeri, tuan." sahut Petra lirih. Sadar kalau pertanyaan itu hanya sebagai pengalih perhatian antara ayah dan anak yang tengah bersitegang.
"Valeri...?" decit Lyon mendengar jawaban Petra barusan. Ada getaran aneh dalam suara Lyon sewaktu menyebut nama belakang Petra. Seolah nama itu memiliki arti tersendiri yang tidak Petra ketahui.
"Iya, benar." kata Petra meyakinkan. Mengalihkan pandangan kearah Lyon yang tengah menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya sekaligus terkejut.
"Lalu...kenapa hidupmu begitu menyedihkan jika ada Valeri dibelakang namamu itu?" tanya Lyon penuh penekanan.
Sebuah pertanyaan yang sangat sederhana sebenarnya, namun baik Petra sendiri tidak bisa memberikan jawaban apapun kepada Lyon. Hanya satu hal yang Petra yakini sejak dirinya bisa mulai memiliki pemahaman dalam berpikir kalau apa yang terjadi dalam hidupnya adalah sebuah takdir hidupnya, yang tidak dapat dipungkiri. Sedangkan untuk nama Valeri sebagai nama belakangnya, Petra pun tidak mempunyai ide sekalipun ide konyol demi menjawab pertanyaan yang Lyon tunjukkan kepada dirinya.
-tbc-