Caray POV
Gue kesal;gue nggak rela sekarang. Orang yang gue suka dekat sama orang lain atau jangan-jangan mereka sudah... nggak nggak nggak ini nggak boleh terjadi. Pokoknya gue harus buat rencana buat misahin mereka. Gimana pun caranya Shender sama Farren nggak boleh sampai jadian.
Saat ini jam pulang sekolah berbunyi gue segera meluncur keluar buat jemput Shender duluan sebelum keduluan si Farren. Gotcha, keberuntungan memihak sama gue.
"Shender! Shender! anterin aku pulang cepat sekarang, yuk! Aku keburu banget, nih," alibi gue.
"Lah? Kamu kan pakai mobil, Ca, kenapa nggak langsung pulang sendiri aja tancap gas ngebut kalau keburu," sahut Shender dengan wajah yang malas.
"Tapi aku maunya aku sama kamu, Shend, please anterin aku please," ucap gue memohon.
"Tapi aku harus bilang dul--"
"Ah, kelamaan ayo buruan," gue sengaja motong kalimatnya karena gue nggak suka dia nyebut nama Farren.
Shender awalnya berontak tidak terima dengan apa yang barusan gue lakuin ke dia, tapi setelah gue kasih alasan yang super alibi akhirnya Shender luluh juga. Jadilah sekarang gue pulang diantar Shender pakai mobil gue sendiri. Apa kabar sama sepedanya Shender? Bukan urusan gue, yang penting orangnya.
Farren POV
Gue sekarang lagi buntutin mobilnya Caray. Gue udah duga kalau Caray itu nggak sebaik yang terlihat dari luarnya. Pakai alasan yang nggak banget lagi ngajakin pulang Shender, bilang aja kalau mau dekatin pacar gue. Si Shender juga lemah banget mau aja percaya sama alibi receh si Caray.
Nah, kan, ini mereka malah singgah di caffe. Gue lihat Caray yang duluan keluar dari mobil kemudian disusul sama wajah kesalnya Shender. Gue yakin kalau Shender sekarang lagi jengkel sama mahkluk muka dua itu.
Gue putar balik mobil gue menuju rumah. Gue percaya aja sama Shender nggak mungkin macam-macam sama Caray. Lagian, cuma Caraynya aja yang lagi caper sama Shender, ketahuan banget dari tingkahnya. Ini nih sisi buruk orang baik bisa nusuk dari belakang. Tapi, nggak semua orang baik kayak gini sih, cuma ya tetap aja sekarang sudah jadi mayoritas.
Shender POV
Aku super duper kesal sekarang sama Caray. Aku pikir keadaan darurat yang ia jelaskan daritadi adalah hal yang bisa menyangkut hidup dan mati seseorang. Rupanya cuma buat ngejar kopi rasa baru yang gratis dari caffe yang baru buka. Karena jamnya terbatas yakni sampai jam setengah empat jadilah dia desak-desak aku dan aku bawa mobilnya dia udah kayak orang kesetanan sampai aku lupa kalau aku nggak suka bau mobil.
"Shend, jangan gitu dong. Aku minta maaf deh udah buat kamu kesal," ucap Caray dengan muka merasa bersalahnya.
"Hmmmm," sahutku ogah-ogahan.
"Mas! Ayam gorengnya dua porsi jumbo, ya!" Oke kali ini Caray yang menang. Aku emang mudah luluh hanya dengan makanan favorit-ku.
--------------------
____________________________
________
"Mas!"
"Iya?"
"Bisa Mas ceritakan bagaimana awal kita bertemu dulu? Aku penasaran Mas dengan masa laluku. Aku ingin mengingatnya. Aku juga ingin tahu dimana keluargaku, Mas," ucap wanita paruh baya itu sambil membuatkan teh kepada suaminya. Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam, tapi suaminya masih berdiri di balkon kamar mereka sambil memandang ke langit.
"Bukannya aku tidak i--"
"Mas, aku mohon ceritakan! Aku ingin tahu, Mas. Tolong, Mas, jika ada yang kamu sembunyikan tolong kasih tahu aku sekarang juga, Mas!"
Meski dengan berat hati laki-laki paruh baya itu akhirnya menceritakan juga bagaimana ia menemukan wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya (lagi).
_________
____
__
Shender sekarang tengah berada di rumah pohon tempat di mana awal kisah cinta mereka dimulai. Tadi saat jam pulang sekolah Shender keburu menghilang sebelum diganggu oleh Caray lagi untuk sekedar menemaninya. Ia juga harus punya waktu untuk pacar barunya-- Farren. Saat ini Farren masih di dalam kamarnya untuk ganti baju sedangkan Shender masih setia dengan seragam kebangsaannya.
Tampak dari luar rumah Farren -- tentu saja tanpa sepengetahuan Farren dan Shender yang ada di belakang rumah-- dua orang seperti laki-laki dan perempuan sedang memperhatikan ke arah rumah Farren. Si perempuan ingin segera turun dari mobilnya, tapi di tahan oleh si laki-laki yang sepertinya adalah suaminya. Namun, karena sang istri tidak sabaran untuk bertemu dengan si pemilik rumah jadilah ia masuk tanpa memencet bel terlebih dahulu. Laki-laki yang bersamanya akhirnya juga ikut turun mengikuti istrinya yang kini sudah ada di dalam rumah.
___________
_____
"Bagaimana pun caranya kamu harus membujuk Farren agar tetap bertunangan dengan Vigof. Mama tidak ingin keluarga Azra memutuskan hubungan kerja dengan perusahan mama! Kamu paham itu, Gazta?" ucap Nenek Galuh ketus.
Terlihat Aggazta menghembuskan nafas frustrasinya. Ia sudah berusaha berkali-kali untuk meluluhkan hati ibunya, tapi nihil. Namun, ia percaya bahwa suatu saat ibu-nya pasti akan mengerti. Ia hanya butuh waktu saja.
Aggazta segera membawa mobilnya ke rumah Farren untuk berkunjung karena semenjak kejadian waktu itu ia tidak bertemu dengan Farren lagi.
------
-----------
---
Shender : Papa, Shender sekarang lagi di rumah Farren setengah jam lagi jemput Shender ya, Pa. Lagi mager ngayuh, nih.
Itu isi messenger yang dikirim Shender ke kontak papanya.
PRANG!!!
...
PRANG!
"Farren!"
Farren terkejut melihat seseorang yang kini ada di depan matanya. Baru saja ia melepaskan gelas kaca yang hendak diisi dengan air jeruk. Orang itu semakin mendekati Farren, sedangkan Farren mundur perlahan masih dengan rasa tak percaya.
"Farren! Papa datang baw-- siap-- Aira?!" ucap Aggazta terpotong-potong karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Mas Gazta!" ucap perempuan paruh baya itu -- bernama Aira -- sambil mencoba memeluk Aggazta.
Aggazta menghindar menuju Farren. Farren masih diam tak mampu untuk bersuara.
"Mas... ini aku, Mas, Aira ma--" ucap Aira terpotong.
"Stop! Ini nggak mungkin, istri saya sudah meninggal delapan tahun yang lalu, Anda jangan coba-coba menipu saya, ya. Dan kau!" Sambil menunjuk ke arah laki-laki yang masih terdiam memperhatikan drama mereka, "apa maksudnya ini semua?! Siapa kalian?!" tanya Aggazta mencoba menahan gemuruh dalam hatinya.
"Ti-tidak. Aku tidak menipumu. A-aku sungguhan Aira istrimu, mamanya Farren!"
"Penipu! Pergi kalian dari rumah anak saya! Jangan mengada-ngada!" usir Aggazta.
Shender POV
Sudah hampir lima belas menit aku menunggu Farren kembali, tapi batang hidungnya tidak muncul juga. Samar-samar aku mendengar suara gelas yang pecah aku segera turun dari rumah pohon. Aku memeriksa ke dalam rumah ternyata sudah ada keributan di dalam.
Aku memperhatikan empat orang yang salah satunya adalah papa Farren, dan... itu kan orang tuanya Caray, ngapain mereka ke sini? Aku tahu mereka karena waktu nganterin Caray nggak sengaja lihat dompet Caray jatuh trus kebuka ada poto ukuran kecil mereka sekeluarga sebelum Coray dan Caray dipisahkan. Aku melihat Farren seperti orang yang sangat shock. Ada apa ini?
Ingin rasanya aku menghampiri Farren sekarang untuk menenangkan dirinya agar tidak se-shock itu. Aku takut dia kenapa-kenapa.
----------------
Papa : Papa di luar nak
Shender yang mendapat balasan messenger dari papanya itu segera beranjak dari pintu dapur menuju halaman belakang, Shender sengaja lewat samping rumah karena tidak ingin menjadi iklan di antara keributan itu. Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ia tidak tahu harus melakukan apa. Menenangkan Farren pun kalau tidak tahu apa-apa juga percuma.
Sementara itu Daniel yang sudah berada di depan pintu langsung membukanya lantaran dari tadi mengetuk tidak ada yang membuka. Setelah pintu terbuka ia mencoba masuk ke dalam, sesaat ia terkejut dengan apa yang ada di lihatnya di lorong dapur.
_________________________
"Mulai sekarang kamu jangan pernah temui Farren lagi!" perintah Daniel dengan murkanya.
"Ta-tapi, Pa, apa salahnya Farren? Kenapa Papa tiba-tiba melarang Shender? Bukannya waktu itu Papa tidak mempermasalahkan ini? Kenapa Papa tiba-tiba sekarang melarangku?" tanya Shender panjang lebar tidak terima dengan larangan dadakan papanya.
Daniel tidak segera menjawab ia bingung dengan apa yang harus ia katakan.
"Papa jawab!"
"Pokoknya kamu jangan dekati Farren lagi!" ucap Daniel lalu menuju kamarnya.
"Aku tidak akan menjauhi Farren, Pa. Nggak ada alasan buat aku jauhin dia," teriak Shender agar terdengar oleh papanya.
"Kalau sampai papa tahu kamu masih berhubungan dengan dia, papa pindahkan kamu sekolah ke Manilla!" teriak Daniel balik dengan penuh ancaman.
Shender yang mendengar itu hanya bisa menghembuskan napas kesalnya. Ia tidak percaya dengan perubahan drastis papanya. Ia harus cari sebabnya, tapi bagaimana caranya?
Drrtt! Drrtt!
Farren : Besok pulang sekolah temui aku di arena skate
Maafin Shender pa, aku harus nemuin Farren besok- batin Shender.
Besoknya sepulang dari sekolah Shender segera mengayuhkan sepedanya menuju arena skate. Tentu saja dia tahu letaknya karena di daerahnya hanya ada satu arena untuk bermain skate.
Sesampainya di sana Shender tidak melihat Farren, mungkin Farren belum datang. Shender menaruhkan sepedanya di samping pohon lalu iapun duduk di bawahnya sambil menunggu Farren.
Shender POV
Duh, si ninja kemana sih, lama banget. Untung cuaca lagi bersahabat, tapi aku haus, nih. Aku segera beranjak menuju ke penjual es cendol yang tidak jauh dari tempatku berada. Setelah mendapatkan pelepas dahaga itu aku kembali lagi ke tempat asalku. Tunggu... itukan si tinja, eh. Astaga, ditungguin dari tadi orangnya malah mainan skate. Aku memperhatikan ia yang sedang bermain, dengan lihainya kakinya membawa papan beroda itu meliuk-liuk dan menuruni pegangan sisi tangga lalu... ah itu apa namanya ia memutar tubuhnya ke udara, tapi papan beroda itu tidak terlepas dari kakinya. Keren sekali, tapi untungnya dia pakai daleman panjang jadi nggak apa roknya kebuka.
Sepertinya dia sadar sedang diperhatikan olehku, sesaat setelah ia berada di atas landasan luncur ia meluncur menghampiriku. Tepat di depan aku duduk di bawah pohon sekarang. Tunggu... ada apa dengan wajahnya? Wajahnya menampilkan ekspresi yang tidak aku mengerti. Aku tidak dapat mengartikannya.
"Gue mau ngomong sama lo," ucapnya masih dengan wajah seperti itu.
"Ngomong aja sekarang," sahutku dengan tersenyum, tapi ia tidak seperti biasanya membalas senyumanku. Kenapa ini? Apa ini karena efek semalam?
"Ikut gue ke sana!" ucapnya sambil menunjuk ke arah tempat yang lebih sepian. Aku hanya mengangguk lalu mengikutinya dari belakang sambil menggandeng sepedaku. Apaan nih, harusnya tangannya yang aku gandeng.
Aku dan Farren segera duduk di kursi di bawah pohon yang sudah tersedia. Lama kami terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Jangan temui aku lagi!"
Apa tadi? Apa aku salah dengar?
"Ke-kenapa kamu bicara seperti itu? Apa aku membuat kesalahan? Ka-katakan Farren apa kes--"
"Kamu nggak salah apa-apa, Shender. Tapi, aku yang salah." Aku mendengar ada nada gemetar di suaranya? Farrenku menangis?
"Apa maksud kamu, Farren?" Aku tidak mengerti."
"Ini pertemuan terakhir kita. Hubungan kita cukup sampai di sini."
"Tap-tapi ken--, Farren! Farren! Farreeenn!"
Farren pergi, aku sendirian sekarang. Sebenarnya apa yang terjadi? Papa menyuruhku menjauhi Farren dengan alasan yang tidak aku tahu. Sekarang Farren meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas. Kenapa mereka kompak sekali membuatku bingung?
Aku segera pergi dari arena, tapi tidak untuk pulang ke rumah. Aku ingin pergi ke bawah jembatan.
Memikirkan hal yang baru saja terjadi membuatku menangis dalam perjalanan. Semua orang di jalan memperhatikanku, tapi aku tidak peduli. Sesampainya di bawah jembatan aku segera duduk sembari memejamkan mata, setidaknya embusan angin di sini membuatku merasa lebih baik.
"Shender!" Samar-samar aku mendengar seseorang memanggilku.
"Shender!" Suaranya menjadi lebih dekat sekarang.
"Shender, kamu kenapa?" ucap suara itu lagi kali ini dengan menyentuh tangan kananku. Aku segera membuka mataku.
"Caray?"
****
.
Farren POV
"Jangan temui aku lagi," ucap gue sambil mencoba menahan air mata yang tiba-tiba ingin keluar.
"Ke-kenapa kamu bicara seperti itu? Apa aku sudah membuat kesalahan? Ka-katakan Farren apa kes--"
"Kamu nggak salah apa-apa, Shender. Tapi, aku yang salah," ucap gue dengan meredam suara yang sudah bergetar karena menahan tangis.
"Ini pertemuan terakhir kita. Hubungan kita cukup sampai di sini."
Aku segera pergi setelah mengatakan kalimat yang sebenarnya tidak ingin aku katakan. Aku tidak akan melakukan ini kalau saja waktu itu ....
"Gazta!"
"Daniel!"
"A-Aira? Kenapa dia ada di sini?"
__________
________________________
Aira datang ke rumah Aggazta (laki-laki yang sempat menikah dengannya secara paksa oleh orang tuanya Aggazta) setelah dijelaskan oleh suaminya yang sekarang (Afedra). Sekarang Aira di bantu Afedra untuk menjelaskan kepada Aggazta apa yang selama ini terjadi saat dirinya hanyut di sungai dalam kecelakaan delapan tahun silam. Singkatnya, saat Afedra menemukan Aira di pinggir sungai ia segera menolongnya membawa ke rumah sakit. Awalnya, Aira menikah dengan Afedra dan sempat di anugerahi sepasang bayi kembar. Namun, dua bulan setelah melahirkan, Aira di paksa untuk menceraikan Afedra lantaran keluarga Aira terlilit hutang dengan Nyonya Galuh (Mamanya Aggazta) demi melunasi hutang-hutang maka Aira lah yang di korbankan. Tapi, sejak kejadian delapan tahun yang lalu Afedra kembali menginginkan Aira bersamanya dan memanfaatkan keadaan Aira yang lupa dengan masa lalunya (Amnesia).
__________________________
"Pa?!" Panggil Farren.
"Hm...?"
"Papa nyembunyiin sesuatu dari Farren?"
"Nggak ada."
"Jangan bohong, Pa."
"Papa nggak bohong."
"Papa bohong!"
"Papa jujur."
"Papa jahat!"
"Papa nggak jahat."
"Kasih tahu aku, Pa?"
Awalnya, Aggazta tidak langsung mengatakan hal yang sebenarnya, tapi karena Farren yang terus mendesaknya akhirnya Aggazta mau menjelaskan.
"Sebenarnya...."
...