Chereads / SHENDER / Chapter 15 - LIMABELAS

Chapter 15 - LIMABELAS

Farren terlihat dilema dengan pertanyaan Shender (yang berubah jadi Gael). Tampak sekali suasana saat ini terlihat canggung.

"Farren!" panggil Shender.

"Hm?" sahut Farren dengan wajah bingung(?)

"I miss you." ucap Shender dengan wajah tersenyum tampan tapi cantik tapi... ya gitulah.

"Maksud lo?"

"Aku tahu kamu tahu aku, Ren."

"Ja-jadi j-jadi l-lo S-shender? Si earphone?" ujar Farren dengan terbata-bata tidak menyangka dugaannya benar.

Tiba-tiba saja Shender langsung memeluk tubuh Farren yang berada di sampingnya. Tak lupa Farren juga membalas pelukan itu tak kalah eratnya. Setelah empat tahun mereka tidak bertemu. Akhirnya, waktu mempertemukan mereka kembali.

"Aku kangen kamu, Shender. Kamu jahat pergi gitu aja dari aku," ujar Farren sambil menyubit pinggang Shender tapi tidak terlalu kencang.

"Maafkan aku, Farren, maafkan aku," ucap Shender sambil mencium leher Farren.

"Bisa kita kembali memulainya? Dan, jangan pernah ada yang pergi lagi di antara kita!" ucap Farren meminta setelah melepas pelukannya.

Shender hanya mengangguk tanda mengiyakan keinginan orang yang begitu sangat disayanginya. Mereka kembali berpelukan dan berjanji akan selalu bersama dalam menghadapi rinntangan selanjutnya.

_________

Keesokan harinya.

"Aku baru nyadar kamu kayak tengkorak hidup, Ren," ucap Shender setelah sampai di rumah Farren yang kini kembali menjadi milik Farren, setelah waktu itu neneknya sempat menjualnya. Shender berencana menginap atau mungkin tinggal bersama Farren sekarang.

"Empat tahun nggak lihat lo itu bikin gue nggak nafsu makan, Shend," sahut Farren sembari menuju kamarnya untuk ganti baju.

Maafkan aku sayang, aku janji akan buat tubuh kamu berisi lagi mulai sekarang, kalau perlu aku tiup, deh, batin Shender.

Setelah ganti baju Farren tidak melihat keberadaan Shender dalam rumahnya. Rupanya Shender sedang berada di atas rumah pohon yang tidak berubah sama sekali selama empat tahun.

"Kurus! Naik sini cepetan! Nanti ditiup angin lho." panggil Shender dengan wajah tanpa dosanya.

Farren yang mendengar hanya mengurut dada mencoba untuk sabar karena ini ujian diledeki sama pacar sendiri.

"Aww!" jerit Shender ketika ia merasakan ada yang mencapit sebelah telinganya.

"Lo, tuh, ya, udah jadi penyebab gue jadi begini malah ngeledekin lagi. Lo mau durhaka sama gue, ha?!" amuk Farren masih dengan mencapit sebelah telinga Shender yang mulai memerah.

"Ampun, Sayang, maaf. Nggak lagi-lagi beneran." Shender memohon dengan wajah memelasnya.

"Kembalikan aku seperti semula!" perintah Farren sesaat melepaskan capitannya.

"Iya, aku balikin. Sakit tahu, nih, telinga pakai capit-capit segala," ucap Shender sambil mengusap telinganya.

"Kamu sih mulutnya nggak ada saringannya," sahut Farren tak mau kalah.

"Ya maaf. Udah nggak usah dibahas lagi. Aku ke sini kan mau ganti empat tahun kita yang hilang," ucap Shender dengan memeluk Farren dari belakang. Mereka kini sambil melihat kebun apel Farren yang sedang di panen oleh petani suruhannya.

"Ikutan manen, yuk!" ajak Shender.

"Boleh, tapi musti dandan jadi petani beneran, ya?"

"Siapa takut."

Setelah berkutat di dalam kamar untuk berganti pakaian menjadi ala petani dengan baju lengan panjang, celana panjang, slayer, sepatu bot dan caping. Dua anak manusia itu pun on the way ke kebun apel.

Mereka kini sudah berada di tengah orang yang lagi metikin apel yang buahnya pada matang semua alias merah-merah.

"Nih, pakai!" perintah Farren menyodorkan tas bakul dari ayaman rotan yang dipakai seperti ransel.

"Kamu kok nggak makai?" tanya Shender sadar kalau Farren tidak memakainya juga.

"Enggak. Lo aja, nanti buah yang gue petik gue lempar ke bakul lo aja."

"Dih, curang!"

"Biarin. Ngomong-ngomong kamu cocok, deh, gitu. Orang lain kira kamu cowok, Shend." ucap Farren sambil memperhatikan dandanan Shender dari atas ke bawah. Yang diperhatikan hanya memutar bola mata malas lalu segera naik pohon apel. Sedangkan Farren memilih pohon yang lebih rendah karena malas memanjat.

Beberapa jam kemudian, tampak Shender sedikit oleng membawa beban berat yang berada di punggungnya. Tampak apel merah sudah hampir terisi penuh di bakulnya.

"Shender sini turunin! Nanti punggung lo sakit," ucap Farren sambil dibantu petani suruhannya untuk membantu mengangkat beban Shender.

Mereka kini beristirahat di bawah pohon apel yang besar dan rindang, jauh dari kumpulan para petani yang juga sedang beristirahat.

"Shend! Ngadap belakang coba!" perintah Farren.

"Buat apa?" tanya Shender bingung.

"Udah, ngadap aja sana!"

Sesaat Shender menghadap belakang, tangan Farren segera membuat pijatan-pijatan kecil di punggung Shender.

"Pijatannya enak banget, Ren. Kayaknya kamu berbakat jadi tukang pij-- Ashh aww!"

Sebelum Shender selesai mengucapkan kalimatnya, Farren sudah mencapit sebelah telinga Shender lagi.

"Moncongnya tolong, ya!"

"Hhe, maaf, Sayang, Khilaf."

"Khilaf-khilaf palalu peyang!"

"Ya sudah, lanjutin lagi mijitnya!"

"Ogah!" ucap Farren berbalik ngadap belakang membelakangi punggung Shender.

Shender berbalik memperhatikan wajah Farren yang ditekuk dari samping.

"Elah, gitu aja ngambek," Shender mencolek dagu Farren yang dibalas dengan tatapan horor(?)

"Mata kamu itu indah, Ren, mau semelotot apapun kamu menatap, tetap saja kamu kelihatan makin cantik." ucap Shender sambil menopang dagu dengan tangan yang bertumpu di kakinya yang bersila.

Farren hanya memutar bola mata malas.

"Kamu aneh, Ren, saat cewek lain dipuji langsung merah pipinya, kamu malah mutar mata,"

"Kan gue beda."

Shender hanya tersenyum membenarkan ucapan Farren yang nyatanya memang ia berbeda dari cewek kebanyakan.

"Ngomong-ngomong apa yang membuat lo jadi berubah tampilan secara total gini, Shend?" tanya Farren yang mulai dari tadi ingin menanyakan ini.

"Panas." jawab Shender singkat, padat, dan pengen ditabok.

"Emang papa lo nggak marah?" tanya Farren lagi.

"Nggak, biasa aja, sih."

"Kok bisa?"

"Bisalah, papa aku orangnya, kan, nggak suka ngatur-ngatur sama ngekang."

Farren hanya mengangguk sambil memperhatikan wajah Shender yang putih mulus tanpa jerawat.

"Ngapain lihat-lihat? Terpesona, ya?" tanya Shender sambil bergaya menyisir rambut dengan tangan lalu bibir yang tersenyum menawan.

"Apaan, sih, kepedean banget," ucap Farren langsung memalingkan arah pandangnya.

"Ren, walapun kita ngak bisa sesweet seperti orang lain dan aku nggak bisa perlakuin kamu secara romantis. Aku harap kamu nggak akan bosan sama aku, ya?" ucap Shender sambil memandang wajah Farren dari samping.

"Aku nggak butuh menye-menyean buat baper, Shend. Aku hanya butuh kamu di sini, di sampingku, bersamaku. Berbeda dari yang lain itu menyenangkan. Aku bahagia seperti apa adanya kita saat ini. Nggak perlu gombal-gombalan, kata-kata manis, maupun rangkaian kata, cukup kamu ada untukku itu saja sudah lebih dari indah, dont lieve me again!" ucap Farren sambil membelai pipi Shender.

"Terima kasih sudah menerima perbedaan ini," ucap Shender dengan tersenyum manis.

"Lo nggak mau bilang kalimat sakral itu?"

Shender tidak menyahut melainkan hanya menatap mata Farren seolah sedang bicara lewat telepati. Bagi Shender cinta dan sayangnya tidak akan cukup jika hanya dengan diucapkan saja. Setelah cukup lama mereka saling berpandangan keduanya pun berpelukan dengan eratnya,  sampai tidak kerasa kalau hari sudah mulai senja.

Mereka pun beranjak pulang ke rumah untuk mandi. Sesaat Farren membuka pintu dapur,

"Nenek!"

"Heh! Anak Sampah!"

...