Chereads / SHENDER / Chapter 16 - ENAMBELAS || END

Chapter 16 - ENAMBELAS || END

"Nenek!"

"Anak Sampah!"

Nenek Galuh tidak menghiraukan panggilan Farren yang mencoba untuk menahannya.

"Berani-beraninya kamu datang lagi pada cucu saya! Sampai kapanpun saya tidak akan pernah menerima hubungan kalian! Pergi kamu Anak Sam--"

"Nenek! Cukup! Nenek apa-apaan, sih. Bukannya, Nenek, sudah lepas tangan tidak mau tahu lagi tentang bagaimana hidupku? Kenapa Nenek datang lagi? Apa nggak cukup buat Nenek nyiksa perasaan aku selama--"

"Kamu berani nentang saya?!"

"Maaf, Nek. Tapi, Nenek sudah keterlaluan, apa nggak cukup setelah perasaan papa Nenek tekan sampai akhirnya papa meninggal? Apa itu nggak cukup buat Nenek untuk tidak memaksakan semua kehendak Nenek lagi?! Cukup, Nek, cukup!"

"Keterlaluan kamu! Cucu tidak tahu diri! Tidak tahu malu! Mulai sekarang saya akan putusan ikatan keluarga di antara kita! Saya tidak sudi punya cucu menyimpang macam sampah seperti kamu! Cuih!"

Seperginya Galuh, barulah Shender menghampiri Farren yang saat ini terduduk lemas dilantai dengan menangis tersedu. Shender tidak mengatakan apapun, ia juga tidak tahu kalimat apa yang harus ia ucapkan.

"Jangan tinggalin gue, Shender," ujar Farren sambil memeluk tubuh Shender sembari menenggelamkan wajahnya ke dada Shender.

Shender hanya mengelus punggung Farren menenangkannya.

_____________

"Mama mengerti, Sayang. Mama akan dukung apapun yang bisa buat anak mama bahagia. Apapun itu," ujar Aira setelah mendengar cerita Farren. Mereka saat ini sedang makan siang bersama di warung makan tenda biru.

"Terima kasih, Ma," ucap Farren tersenyum haru. Ia tidak mengira kalau mamanya begitu terbuka dengan kaum LGBT.

__________

Shender sedang duduk di bawah kaki jembatan tol bersama Farren. Mereka tengah menikmati angin segar di bawah sana. Sesekali terlihat Shender melemparkan kerikil kecil dari serpihan semen.

"Farren!"

"Hm?"

"Apa kamu baik-baik saja?"

Farren terlihat mengerutkan dahi bingung, "Gue baik-baik saja, memangnya gue kenapa?"

"Nenek kamu--"

"Sssttt... jangan dibahas dan nggak usah dipikirkan, oke?"

"Tapi--"

"Gue nggak mau ngomong sama lo, kalau lo ngotot bahas nenek lagi!"

Shender hanya mengangguk sembari meredam perasaan tidak nyamannya dari tadi. Ia merasa seolah ada yang mengikuti dan mengawasinya. Dalam diam ia menatap wajah orang yang sangat ia sayang. Entah kenapa ia merasa seolah tak ada hari esok lagi untuk memandang wajah Farren.

Sementara itu di tempat lain. Dua orang pria berpakaian serba hitam tengah menyorotkan senapannya ke titik bidik yang akan ditembakan. Tak lupa wanita yang sudah berumur terus memberi arahan agar penembakan terjadi di waktu yang pas.

3

2

DOR!!!

"Shender!! Apa yang terjadi?! TOLOOOOOONGGGG!!! SIAPA PUN TOLONG KAMI!!!" teriak Farren kalang-kabut sesaat melihat kebocoran di dahi Shender. Ia melihat begitu jelas bagaimana peluru itu menembus dahi orang yang dari tadi terus memandanginya tanpa kedip. Tiba-tiba orang itu langsung tumbang seketika.

Tidak ada seorang pun yang datang menolong. Keadaan sekitar begitu sepi. Ponsel Shender dan Farren seakan janjian untul lowbat disaat genting seperti ini. Farren berlari menuju jalan raya. Namun, sebelum ia sempat sampai, ia melihat Galuh tengah memberikan amplop tebal kepada salah satu orang yang memegang senapan.

"NENEK!! Apa yang sudah Nenek lakukan?! Nenek sudah kelewatan! Nenek yang nyuruh orang-orang ini buat ngebunuh Shender?!"

"Anak Sampah itu pantas untuk mati, Farren! Ia memberi pengaruh buruk terhadapmu! Kau pasti sudah gila mau pacaran dengannya!"

"Shender bukan anak sampah! Tapi, perbuatan Nenek yang sudah seperti sampah! Nenek sakit!"

"Kurang ajar!!! Bunuh dia!!"

"Tapi, Nyonya, dia cucu Nyonya!"

"Saya bilang bunuh dia!"

"Tap--"

Galuh sengaja merebut senapan itu dari pria suruhannya. Entah mendapat kekuatan darimana ia dapat merebut senapan itu, lalu mengacung-acungkan ke sekitar agar tak ada yang mendekatinya atau lebih tepatnya mencegahnya. Farren yang melihat hal itu hanya tersenyum getir tidak percaya bahwa neneknya tega melakukan ini padanya.

Dua pria yang dari tadi terus memperingati Galuh agar tidak nekat tetap tidak dihiraukannya. Seolah yang di dengarnya saat ini hanyalah suara 'bunuh Farren juga' ia pun mengacungkan senapan ke arah Farren. Orang yang merasa jadi target sasaran itupun tidak beranjak menjauh melainkan seperti menantang.

DOR!!

Setelah suara tembakan yang kedua, datanglah segerombolan mobil polisi beserta ambulan yang menuju lokasi kejadian. Tak ada yang bisa kabur melarikan diri. Termasuk Galuh.

______________

"Yang tenang di sana, ya, Shend, Ren. Semoga kalian bahagia di alam sana. Kita semua bakal selalu doain lo," ucap Morrez sembari menaburkan bunga kamboja di atas kuburan Shender dan Farren yang saling bersebelahan.

Tampak suasana duka menyelimuti area pemakaman. Tak jauh dari situ Galuh yang di izinkan untuk keluar melihat pemakaman cucunya untuk yang terakhir kalinya, tampak mengeluarkan air mata penyesalan.

"Maafkan nenek, Sayang. Maafin nenek. Nenek menyesal." batin Galuh

...

"Kenapa nenek kamu tega banget ngelakuin ini semua, Ren? Apa salahnya kita ,sih," ucap Shender lirih yang saat ini tengah berada di tepi jurang dunia lain. Ia menatap pohonan yang ada di bawahnya. Ingin terjunpun nggak akan buat dia mati lagi.

"Nenek gue emang begitu, Shen. Setiap apa yang diinginkannya wajib dituruti. Nggak peduli hal itu bakal menyakiti pihak manapun. Dengan kata lain dia sangat egois," tukas Farren yang sedang menatap hampa ke tepi jurang. Tangannya mengepal berusaha keras melupakan kejadian yang di alaminya saat di dunia. Nihil.

"Apa rencanamu?" tanya Shender menoleh ke arah Farren.

"Ikut gue!" ajak Farren yang sontak membuat Shender bangkit berdiri mengikuti langkah Farren. Selanjutnya mereka terbang menuju perbatasan dunia.

"Kita mau ngapain lagi ke sana, Ren? Dunia kita sudah berbeda," ucap Shender sesaat berada di perbatasan antara dunia manusia dan dunia arwah.

"Gue mau kasih pelajaran buat nenek. Gara-gara nenek papa meninggal, gara-gara nenek hidup gue hancur berantakan," tukas Farren yang saat ini mulai ditumbuhi rasa emosi di dada.

"Farren, kita sudah mati, biar---"

"Nggak, Shend! Wanita tua itu harus gue kasih pelajaran! Sekarang terserah lo mau ikut gue atau nggak," seru Farren setelah akhirnya tubuhnya menghilang pergi ke dunia manusia.

Shender yang melihat itu tak coba untuk lekas mengikuti. Karena ia tahu jika Farren pun memiliki sifat turunan dari neneknya, apa yang ingin dia lakukan tak dapat untuk dicegah.

Shender memilih pergi ke tempat keluarganya dalam sekejap mata. Ia melihat papanya yang tengah tertidur pulas di kamarnya sambil memeluk potonya. Shender pun mendekat lalu mengusap wajah papanya, tapi sayang tak bisa. Ia pun memilih untuk masuk ke mimpi papanya.

"Papa!" panggil Shender saat melihat papanya yang tengah termenung di balkon.

"Shender!" sahutnya ketika menoleh melihat wajah yang saat ini ia rindukan.

Mereka berdua pun berpelukan melepas rasa rindu yang sulit dijabarkan.

"Anak papa baik-baik aja, kan, di sana? Nggak ada yang nyakitin kamu, kan, Sayang?" tanya Daniel sambil memeluk dan mencium berkali-kali puncak kepala Shender.

"Shender, baik-baik aja kok, Pa. Tapi, aku belum ketemu mama, Pa,"

"Itu mama, Sayang," sahut Daniel sembari melepaskan pelukannya seraya menunjuk seorang wanita bersayap bak bidadari yang berada tidak jauh dari hadapannya.

"Mama?" panggil Shender lirih.

"Ini mama, Sayang," sahutnya sembari merentangkan tangan meminta untuk dipeluk. Sontak Shender memeluk dengan erat orang yang selama ini tak pernah ia lihat selama hidupnya. Betapa nyamannya pelukan yang Shender rasakan hingga membuatnya betah berada dalam pelukan sang mama.

"Shender kangen Mama, temani Shender di sana, ya, Ma?" ucap Shender yang masih dalam pelukan.

"Iya, mama pasti bakal temani Shender di sana. Mama nggak akan ninggalin Shender lagi," sahut sang mama sambil menciumi puncak kepala Shender.

"Tunggu saya di surga sana wahai anak dan istriku, aku akan selalu mendoakan kalian dan merawat makam kalian. Papa sayang kalian berdua," ucap Daniel sembari memeluk anak dan istrinya. Sementara di dunia nyata, tampak air mata mengalir deras dalam keadaan Daniel yang sedang tertidur lelap.

_____________________

"Maafkan nenek, Cu! Maafkan nenek!" teriak Galuh yang kini tengah berada dalam sel tahanan. Farren tengah mengganggu dirinya, betapa bencinya ia terhadap perlakuan neneknya selama ia masih hidup.

"Farren hentikan!" teriak Aggazta mencoba menghentikan anaknya yang dikuasai rasa dendam.

"Papa?! Papa kok bisa ada di sini?" tanya Farren menghiraukan Galuh yang masih menjerit-jerit.

"Cukup, Nak. Jangan siksa nenekmu seperti itu. Ia sudah mendapatkan balasannya. Ia juga sudah menyesali perbuatannya,"

"Tapi, Pa---"

"Nggak, Sayang. Ini salah. Ayo ikut papa!" Farren memilih untuk mengikuti papanya sebelum mengganggu Galuh untuk yang terakhir kalinya.

______________

Mereka kini tengah berada di sebuah danau yang ada di dunia arwah.

"Pa?" tanya Farren membuka suara.

"Apa, Sayang?" sahut Aggazta sembari memberikan senyuman manisnya.

"Aku dan Shender berada dalam dunia yang sama. Boleh nggak kita bersama lagi di sini?" tanya Farren hati-hati.

"Tentu saja boleh. Tapi, ada syaratnya," belum sempat Daniel menjawab, seseorang sudah lebih dulu memberikan jawabannya, yang ternyata adalah mamanya Shender.

"Ta-tante?"

"Iya, saya mamanya Shender,"

"Apa syaratnya, Tante?"

"Kalian nggak boleh macam-macam!" sahut mama Shender dan Aggazta berbarengan.

"Siap, Bos!"