Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 15 - Chapter 10: Princess of the Freezing Plain

Chapter 15 - Chapter 10: Princess of the Freezing Plain

11 tahun telah berlalu semenjak perpecahan suku Es. Kini anak Kepala Suku beranjak mendekati masa remajanya. Mereka memberinya nama Naema, nona manis berparas mungil dengan rambut putih kebiruan, dan mata mencerminkan cerahnya langit. Kulitnya putih bagaikan salju, dan sikapnya sesejuk embun di pagi hari. Kembang desa yang disayangi seisi kaumnya, dia adalah anak yang paling berbakat dalam sihir es, ditambah darah keluarga utama mengalir padanya.

Di usia 10 tahun dia sudah menguasai begitu banyak sihir tingkat tinggi, dengan menggenggam gelar Manshira (tingkat 7). Dan kini di usianya yang ke-11, ia telah menaiki satu tingkat lagi, menjadikannya seorang Magistra (tingkat 8) layaknya Indra yang menyerang suku Api.

Kalian mungkin bertanya, bagaimana Naema yang bukan kepala keluarga bisa menggapai gelar Magistra? Jawabannya sederhana, gadis itu berasal dari keluarga utama. Peringkat tertinggi seseorang dari kepala keluarga utama, dengan kata lain Kepala Suku, ialah Profisa, sementara anggota keluarga lainnya bisa menggapai gelar satu tingkat di bawahnya.

Saat berumur 4 tahun Fannar berkata pada Naema:

"Putriku yang manis, dengar papa ya." Ketika itu Fannar tersenyum dengan sejuknya.

"Kelak saat kamu besar nanti, bakal ada seorang anak laki-laki yang akan menjemput kamu."

"Anak laki-laki?" Tanya Naema di tengah kebingungan polosnya.

"Iya, seperti pangeran di buku yang kamu baca."

Wajah Naema mendadak cemerlang, dihiasi senyuman berseri-seri, begitu lebar dan kekanakan.

"Tapi bukan pangeran tampan yang akan datang nantinya."

"Pangeran jelek?"

"Ahahaha, bukan sayang..." Fannar tertawa kecil.

"Terus pa?" Anak itu tampak kian tersesat melihat tingkah ayahnya.

"Anak laki-laki itu bukanlah pangeran... dia adalah raja." Fannar mengelus kepala putrinya.

"Raja... dengan neraka di dalam badan kecilnya."

"Amartya Vasurha, sang Ardiansyah."

Malam itu seorang malaikat datang ke mimpi Naema, dan bersama makhluk cahaya itu, ia menggandeng seorang anak laki-laki. Anak itu berambut semerah darah, bermata semerah mawar, berkulit matang seakan senantiasa bermandikan mentari. Ia berjalan ke arah Naema, dan bersama senyuman berpancar hangat, ia menggapai tangannya, memperlakukannya penuh dengan kasih sayang.

Benar, kasih sayang. Aku bukanlah orang yang mampu membaca mimpi, tetapi aku yakin, yang datang kepada gadis kecil itu adalah hati Amartya, yang seakan memanggil-manggil Naema, berharap untuk disempurnakan.

Dunia tidur Naema menjadi senantiasa penuh akan kehangatan. Ketika sedang murung, dia akan datang untuk mencerahkan harinya, ketika sedang takut, dia akan datang untuk melindunginya dari kesuraman malam, dan ketika sedang marah, dia akan datang untuk ikut marah bersamanya.

Semenjak hari Fannar mengungkap takdirnya, Naema hidup hanya untuk menjadi orang yang terbaik bagi si Penguasa Daratan. Aku tahu, hidup hanya untuk mengejar takdir terdengar menyedihkan bukan? Tapi tidak bagi Naema, katakan saja ia menikmatinya… mungkin terlalu menikmati, seakan-akan ini semua menjadi sebuah obsesi.

Naema diajari tentang sikap berbakti, dan ketaatan, juga cara melakukan perkerjaan rumah tangga, seperti memasak, berbersih dan sebagainya. Dan yang terpenting cara membuat dirinya, serta pendamping hidupnya, tetap bahagia. Tentu saja juga politik dan sistem kepemimpinan, yang tentunya kalian mengerti mengapa.

Meskipun akibat sikapnya sebagai seorang kembang desa yang begitu ramah menjadikannya bocah termanis yang bisa dijumpai, Naema menguasai banyak sihir dalam pertarungan. Dan ketekunan serta kegemarannya dalam mempelajari sihir ini… tak bisa dianggap remeh.

Sihir serangan, sihir pertahanan, sihir perlindungan, sihir pendukung, sihir peningkat, perisai sihir dan sebagainya, sudah banyak dikuasai oleh Naema. Terutama sihir pendukung dan perisai sihir, dua hal ini menjadi fundamental yang menjadikan penyihir perempuan suku Es begitu berbahaya dalam pertempuran.

*

Sebagai seorang yang berasal dari ras Ilmuan Langit, ada hal yang begitu penting dan harus bisa dikuasai Naema, yaitu Alkimia.

Di Dunia ini satu-satunya suku yang bisa menggunakan alkimia selain Ilmuan Langit hanyalah suku Toksik, dengan ilmu tingkat tinggi mereka mengenai racun, bakteri, virus, genetik, makhluk hidup dan berbagai zat berbahaya. Namun berbeda dengan Ilmuan Langit, mereka tidak mengajarkannya pada orang asing.

Naema sendiri termasuk orang yang ahli dalam alkimia, salah satu alasannya, karena ibunya adalah ketua dari Divisi Alkimia Langit, menandakan kepintarannya dalam alkimia. Beliau sering mendidik Naema melalui ilmu ini, menjadikannya separuh bagian dalam kehidupan Naema.

Sekarang, saatnya kita cukupkan sudah berbasa-basi ini. Mari kita mulai cerita gadis protagonis kita.

Hari itu, Naema akan mengambil bahan-bahan ramuan yang nantinya akan digunakan untuk mempelajari sebuah cairan yang disebut sebagai ramuan pembangun. Ramuan-ramuan tipe ini akan meningkatkan beberapa hal dalam tubuh manusia untuk sementara waktu, seperti kecerdasan, kelincahan, kekuatan dan lain-lain.

"Naema, kamu mau kemana nak?" Fannar menyambut Naema dari bangku terasnya, ia sedang membaca sebuah buku mengenai Buana Yang Telah Sirna.

"Nyari bahan mentah, pa. Naema mau nyobain bikin ramuan baru." Naema menutup pintu selagi membenarkan sepatu yang menempel di kakinya.

"Mau papa bantuin?" Pria itu pun menutup bukunya dan berdiri.

"Boleh."

Dari sana pun keduanya berangkat menuju arah barat dari provinsi Tarauntalo dengan semua perlengkapan dan senjata yang mereka perlukan.

Bahan yang harus dicari mereka adalah suma, jamur reishi dan ginko. Tapi mungkin sebelum itu, aku perlu bercerita tentang fundamental dunia ini.

Aku pernah menyebut mereka bukan? Tiga Makhluk agung yang menjaga keseimbangan Dunia ini. Di Awal penciptaan Dunia, Sang Pencipta memberikan mereka masing-masing satu doa yang akan berpengaruh pada hukum Dunia ini. Ziz sang Penjaga Langit, memintakan doa agar sumber daya di tiga wilayah bersifat abadi, dan tak akan pernah habis. Lalu Behemoth sang Penjaga Daratan, memintakan doa agar setiap tanaman dari Buana Yang Telah Sirna bisa tumbuh di seluruh penjuru Bumi. Terakhir Leviathan sang Penjaga Lautan, memintakan doa agar tak ada satupun spesies yang dapat punah di Dunia baru ini.

Karena doa dan kekuatan dari tuan Behemoth, kebanyakan tanaman bisa hidup di seluruh bagian Selebes, tetapi mereka memiliki warna dan elemen yang berbeda di setiap provinsi. Tentu terdapat beberapa tanaman yang unik dari tiap provinsi, terutama provinsi suku Alam yang memiliki begitu banyak tanaman khusus yang jauh lebih kuat dari tanaman lainnya.

Hal ini menjadikan Selebes, Nirwana bagi orang yang ahli dalam alkimia. Sayangnya, Ilmuan Langit akan butuh usaha lebih untuk bisa hidup di Daratan. Atmosfir, suhu, biota dan energi yang berada di Daratan akan susah dihadapi oleh tubuh lemah mereka.

Tetapi masa adaptasi itu sudah dilewati oleh suku Es di Daratan. Mereka sudah mengatur pola dan apa saja yang harus dimakan, serta hal-hal fisik seperti olahraga, kesehatan dan pertarungan jarak dekat. Yang dimaksud pertarungan jarak dekat adalah ilmu pedang, pedang es lebih tepatnya. Pedang mereka begitu langsing layaknya jarum, dan bila tertusuk, biasanya lawan akan kesulitan untuk bergerak karena tertahan oleh dinginnya es. Mereka mendapat pelatihan langsung dari Waraney generasi kedua yang menjaga provinsi mereka. Suku Es hanya menggunakan pedangnya untuk pertahanan diri, bukan untuk memburu atau membunuh.

Karena tumbuh dengan situasi ini, Naema dan anak-anak lainnya termasuk yang paling cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan di Daratan. Naema juga lebih terbiasa berjalan dibanding terbang dengan sayapnya, yang tentu membantunya bisa lebih teliti dalam mencari tanaman, fungi atau unsur-unsur kimia, untuk melakukan alkimia. Karena rata-rata bahan-bahan tersebut terletak di tanah dibandingkan mengambang di udara atau berada di atas pepohonan.

Di barat provinsi, mereka bergerak menuju pos pengawal terdekat di sana untuk menentukan titik temu mereka dalam mengumpulkan bahan. Pos pengawal suku Es merupakan sekumpulan logam yang melayang karena tolakan energi sihir yang begitu kuat, yang berakhir membentuk sebuah menara raksasa. Pos ini juga memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adanya portal sihir yang akan mengirimkan barang-barang yang ditaruh di sana ke pusat desa.

Setelah selesai menentukan titik temu, mereka berdua mulai mencari bahan-bahan yang diperlukan. Suku Es memang sudah belajar ilmu bertani layaknya kebanyakan suku di Angkasa dan Daratan, namun salah satu alasan mengapa dibangun pos di sana karena memang banyak tanaman yang tumbuh secara alami di sana, salah satunya ialah ginko. Karena hasiatnya yang menambah kecerdasan, orang-orang dari suku Es juga menambah jumlah mereka dengan menanami habitatnya.

"Ginkonya nanti aja pa, yang susahan dulu aja."

Naema tidak mengambilnya terlebih dahulu, karena ginko sangat mudah dicari, jadi mereka pun fokus pada bahan yang lain.

"Terus mau mulai dari mana, nak?"

"Reishi..."

Naema tak memilih tanpa alasan, reishi merupakan bahan yang paling sulit di dapat pada daftarnya. Jamur reishi biasa hidup di dalam goa atau terowongan, dan pepohonan yang telah mati. Sayangnya goa dan terowongan tidak banyak di provinsi Tarauntalo, dan di Barat tidak terdapat sama sekali. Maka dari itu mereka bergerak mencari pohon yang telah mati, walau agak sulit mengingat Tarauntalo merupakan provinsi yang tergolong baru, dan bangsa Guardian sebelum mereka suka membersihkan hutan di sana.

Setelah sekian lama mencari, terdapat 1 pohon mati di bagian utara pos. Dan dari kejauhan dapat terlihat jamur reishi dan beberapa jenis jamur lainnya tumbuh di mayat pohon itu.

Sayangnya pohon tersebut terletak di dekat mata air Wasal. Yang di mana hewan-hewan buas tinggal di sana. Di antara hewan-hewan tersebut terdapat seekor Sabertooth, harimau liar dengan gigi setajam tombak dan badan setebal baja. Dan layaknya semua hewan di setiap provinsi, mereka kebal akan elemen suku yang tinggal di sana.

Suku Es, walaupun sudah mendapat pelajaran tentang pertarungan jarak dekat selama lebih dari 10 tahun dari suku Api, mereka tetap bukanlah tandingan bagi seekor sabertooth. Maka dari itu, Naema dan Fannar tidak memiliki pilihan lain selain menyelinap melewati hewan buas itu.