Chereads / implicit: it's just you and me / Chapter 3 - Kehidupan baru bersamamu.

Chapter 3 - Kehidupan baru bersamamu.

Sudah hampir dua bulan aku duduk bersama Rey, tentu saja aku mengetahui hal-hal yang mungkin orang tidak ketahui. Walaupun begitu masih banyak pertanyaanku yang masih belum terjawab, rasanya tidak sopan bertanya seperti ini ke Rey.

Rey, apa kamu orang miskin?

Engga banget. Mendingan aku mati aja daripada nanya ini.

Rey itu orang yang lumayan ceria jika diperhatikan, walaupun nilainya banyak yang engga bagus, dia tetap kalem dan santai menjalaninya. Dari semua mata pelajaran, hanya pelajaran bahasa yang Rey dapat skor bagus, malahan aku kalah dengannya.

Dia memang masih canggung denganku, sebenernya aku juga sih. Tapi sering kali dia seakan-akan mengisyaratkan bahwa dia ingin mencontek ulanganku, akupun peka, aku memperlihatkan ulanganku. Tak bisa dipungkiri bahwa aku juga mencontek dia dalam pelajaran bahasa.

Jam istirahat tiba, aku lalu membereskan buku dan bersiap ingin ke kantin. Di sebelahku Rey terlihat sedang serius dengan smartphone itu, sepertinya dia mendapatkan pesan yang serius.

Aku memegang pundaknya dan bertanya.

"Rey, aku mau ke kantin? Mau nitip makanan?"

"Gausah. Aku bawa makanan. Nitip minum aja.." jawab Rey.

Aku pergi ke kantin dan membeli air terlebih dahulu. Saat ingin pergi ke kedai nasi goreng langgananku, ternyata sudah ramai orang. Terlihat sesak, aku tidak mungkin ikut mengantri juga.

Yaudah deh, nanti aja.

Saat sampai di kelas, Rey masih saja serius dengan smartphone nya sembari membiarkan bekalnya terbuka. Aku lalu menghampirinya. Kalau aku tidak memulai duluan, Rey jarang sekali berbicara.

"Rey, di makan dong. Nasinya mulai dingin tuh" ujarku.

"Ah, engga. Aku udah kenyang. Kamu aja makan kalau mau." Sahut Rey yang masih serius membaca entah apa yang ada di layar smartphonenya.

"Oh yaudah, aku cobain ya"

Bekal itu berisi Nasi goreng, kebetulan aku juga sedang ingin nasi goreng.

Dari aromanya memang menggugah. Tapi ternyata rasanya juga.

Enak banget.

Pasti ibunya yang masak atau mungkin adiknya. Setelah melahap sekali, jadi ingin terus melahap. Dan ya nasi gorengnya aku yang menghabiskan. Aku menaruh tempat makannya di depan Rey, tapi dia tak acuh. Masih saja sibuk dengan smartphonenya. Aku merasa agak kesal, lalu aku mencubitnya.

Aku belum pernah mencubit cowok, tapi rasanya aku ingin.

Dia kesakitan dan melihat kepadaku.

"Ada apa??" Tanya dengan agak kesal.

"Ma-maaf..., Abisnya kamu sibuk banget sama HP, sampai aku di cuekin. Sepenting itu kah?" Sahutku dengan merasa bersalah.

Wajahnya Rey berubah dari kesal menjadi tersenyum.

"Gapapa kok, aku hanya melihat biaya pengeluaranku bulan ini."

"Hmmm, separah itukah?"

"Ya, aku sangat boros bulan ini."

"Oh ya, ngomong-ngomong nasi gorengnya enak. Buatan adikmu ya?"

"Bukan dong, itu buatan aku sendiri"

"Ah masa? Bohong ah..."

"Ish, kalau ga percaya, ayo ke rumahmu. Akan ku buktikan!"

"Hmmmm? Alasan aja kamu biar bisa kerumahmu lagi.."

Tanpa kusadar, semakin lama, aku semakin akrab dengannya. Mungkin jika diperhitungkan, aku paling akrab dengannya daripada dengan yang lainnya di kelas.

*****

Sore setelah pulang sekolah, kami berjanjian akan memasak makanan di rumahku. Namun setelah aku sampai ke rumah, aku teringat bahwa tidak ada bahan makanan di rumahku. Selama ini aku seringkali memesan makanan delivery. Aku lalu membuka smartphoneku dan menelfon Rey, kami sudah bertukar kontak masing-masing.

"Halo, Rey. Aku lupa kalau aku engga ada bahan makanan yang bisa dimasak. Gimana dong?" Jelasku dalam panggilan.

"Hmm, kalau gitu, yaudah ayo kita beli aja" Sahutnya.

"Eh? Beli??"

"Iya beli di supermarket.."

Setelah itu aku menunggu di depan apartemenku, Rey bilang dia akan menjemputku. Tidak lama datanglah Rey dengan menggunakan motor skuter anak muda, tapi bukanlah skuter yang mahal.

"Nih pakai helmnya" ujar Rey sembari menyodorkan helmnya kepadaku.

Aku lalu memakai helmnya dan langsung naik ke atas motor. Aku lalu berpegangan pada pegangan yang ada tepat di belakang jok motor. Kami lalu berangkat meninggalkan apartemenku. Supermarket yang kami tuju memang agak jauh dari tempat kami tinggal, karena yang paling dekat terletak di dalam mall.

Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku dibonceng cowok.

Tidak lama Rey mencolek pahaku dan memanggil namaku.

"Ada apa Rey?" Tanyaku.

"Yang bayar pakai uangmu kan? Karena aku lagi bokek" sahutnya.

"Iya iya...., Anggap aja aku traktir kamu kali ini.."

Dia sangat fokus membawa motornya, tapi masih bisa tetap berbicara denganku. Menurutku Rey lumayan lihai dalam mengendarai motor.

"Oh ya, kamu tau ga?" Tanya Rey.

"Hah? Tahu apa?" Jawabku.

"Pegangan motorku itu sudah rapuh, agak goyang-goyang gitu..."

"Eh? Seriusan?"

"Iya, kemarin temanku hampir aja jatoh karena pegangan di situ"

"Terus aku pegangan kemana dong??"

"Pegang saja perutku"

"Ehh?? Gapapa nih?

"Mau bagaimana lagi kan?"

Aku lalu mengikuti perintahnya. Aku panik, aku tak mau terjatuh dari motor, engga lucu banget. Aku memegang perutnya, rasanya aneh aja. Perutnya seakan membesar dan mengecil. Aku paham kalau itu pernafasannya, tapi aku belum pernah memegang perut cowok sebelumnya. Baru kali ini aku memegang perut cowok sangat lama.

Setelah itu, kami sampai di parkiran mall. Rey membereskan helmnya. Aku penasaran dengan pegangan di belakang jok itu. Aku mencoba menggoyang-goyangkannya, tapi rasanya besi ini cukup kuat dan tidak tergoyahkan sedikitpun.

Hmmm, padahal kuat begini...

Kami lalu masuk ke dalam mall dan langsung menuju ke supermarket yang kami tuju.

Sembari melihat-lihat bahan makanan, Rey mengajakku berbicara.

"Hana, kamu tau ga kalau yang tadi kamu makan itu nasi goreng khas Jepang?" Ujarnya.

"Eh? Beneran apa?"

Aku terkejut, aku engga tahu apa apa. Aku memang sangat tertarik dengan segala hal tentang Jepang. Karena itu aku seringkali menonton anime. Tapi yang kutahu, Rey hanya menyukai film barat yang judulnya asing bagiku.

Mungkin karena aku pernah bercerita bahwa aku suka Jepang, lalu Rey membuatkan aku nasi goreng khas Jepang?

Rey lalu menunjukan sebotol bahan cair yang berwarna hitam itu.

"Ini adalah Shoyu, kecap asin Jepang. Ini salah satu bumbu paling berpengaruh sama rasanya"

"Hmmm, aku baru tahu..." Sahutku.

"Hana.....Hana..., Kamu itu suka Jepang tapi engga tau yang seperti ini.." ujar Rey terheran.

"Maaf-maaf aja nih, aku mungkin engga tahu soal bahan makanan Jepang, tapi aku tau soal seluk beluk Jepang, segala macamnya hingga aku juga tau hotel-hotel untuk bercinta di Jepang!" Balasku dengan bersemangat.

Rey lalu terlihat agak panik. Aku bingung kenapa. Lalu aku tersadar bahwa beberapa orang yang berbelanja melihat ke arahku. Mereka pasti terkejut mendengar kata-kataku barusan.

Aku malu banget. Kenapa harus kebablasan di tempat ramai begini?

Ya aku juga sadar, bahwa aku jarang sekali keluar rumah. Apalagi ke tempat ramai seperti ini. Mungkin itu yang membuatku tidak bisa mengontrol omonganku. Lalu kami melanjutkan mencari bahan lainnya untuk membuat nasi goreng khas Jepang. Aku penasaran apakah Rey sungguh-sungguh dengan perkataannya. Setelah selesai, kami langsung kembali ke parkiran dan segera meninggalkan mall. Aku tahu bahwa pegangan di belakang jok itu cukup kuat, tapi entah mengapa aku tetap berpegangan pada perut Rey.

Saat sampai di apartemenku, Rey memarkirkan motornya. Aku langsung bergegas ke kamarku untuk menyembunyikan hal-hal yang aku engga mau Rey sampai lihat. Tapi lalu aku tersadar.

Kita kan engga mau ngeseks. Kenapa juga aku beresin kamar?

Entah mengapa, seperti refleks saja bagiku. Lalu Rey mengetuk pintu apartemenku.

Aku menghampirinya.

"Ngapain ngetuk dulu? Langsung masuk aja kali. Kamu kan bukan pertama kali kesini..."

"Ya tetep aja engga sopan.." sahutnya.

Lalu kami masuk ke dalam. Aku mengunci pintunya. Itu lah yang kusuka tinggal di apartemen, tidak ada seorangpun yang peduli dan mengusikku. Aku lalu menunjukkan dapurnya. Rey terkejut saat melihat dapurku.

"Gila, ini sih keren parah. Satu set dapur elit" ujarnya.

"Hmm? Emang sebagus itukah? Perasaan biasa aja deh" Sahutku.

Aku lalu membiarkan Rey di dapur sedangkan aku kembali ke kamarku dan membereskannya. Banyak sekali bra dan celana dalamku yang berserakan di atas kasur, entah mengapa aku lebih suka begitu. Lebih gampang menemukannya daripada disimpan di lemari. Tapi untuk sementara ini aku menyimpannya di lemari, jangan sampai Rey melihatnya.

Aku sadar bahwa aku membereskan kamar lumayan lama, karena saat aku selesai membereskan kamar, Rey sudah selesai memasak nasi goreng yang dijanjikannya.

"Ini untukmu Hana, ayo dicoba.." ujarnya sembari mendekatkan mangkuk penuh itu kepadaku.

Aku lalu mencicipi nya. Ternyata memang benar bahwa Rey yang memasaknya. Malahan kali ini lebih enak daripada yang tadi saat di sekolah. Mungkin karena bahan-bahannya lebih banyak dan lengkap.

"Bagaimana? Enak bukan? Sudah percaya kalau aku yang masak?" Tanya Rey menggodaku.

"Hmmph, iyaa...iya.., aku percaya. Buatanmu ini sangat lezat.." sahutku.

Rey lalu tersenyum.

Aku merasa agak canggung melihatnya tersenyum kepadaku. Aku langsung menundukkan wajahku dan melanjutkan menikmati nasi goreng khas Jepang buatan Rey itu. Lalu Rey juga mulai menyantap masakan buatannya. Setelah selesai makan, kami lalu membersihkan piring dan alat-alat masak yang kotor. Aku engga tahu kalau Rey jago masak dan juga bisa mengerjakan pekerjaan wanita seperti ini. Entah kenapa dia kelihatan keren saat seperti ini.

Tak sengaja Rey melihat kardus game konsol yang tergeletak di dekat dapur. Lalu dia pun bertanya kepadaku.

"Eh? Kamu punya PS3?"

"Ah iya, aku punya. Kamu mau main?" Tanyaku.

"Wah, boleh banget tuhh.."

Iya, aku memiliki game konsol. Memang terdengar aneh bagi seorang wanita memilikinya, tapi aku suka saja memainkannya walaupun tidak jago. Sebagai pengisi waktu kosong saat tidak ada anime yang bagus.

Setelah selesai mencuci piring, aku mengajaknya ke dalam kamarku. Karena game konsol itu ada di kamarku. Tanpa aku beritahu, dia bisa memasangnya dan menyalakannya seakan-akan dia sudah haram. Dia lalu memainkan game yang sangat aku suka mainkan, tapi sepertinya dia lebih jago dan lihai. Di game itu aku sering kali mati, sedangkan Rey terlihat seperti sudah seperti mengetahui setiap misi di game itu yang dijalankan. Dia terlihat sangat gembira sekaligus serius saat memainkannya. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya.

Aku lalu teringat sesuatu di kepalaku.

Apakah Rey itu orang miskin?

Daritadi mengenai responnya dengan rumahku dan isinya sangat menunjukkan kekaguman yang sangat terlihat di wajahnya.

Jahat ga sih? Kalau aku bertanya...

Apa kemungkinan reaksi Rey saat aku bertanya itu?

Apakah marah?

Apakah sedih?

Apakah malu?

Aku tidak akan tahu sampai aku menanyakannya.

Aku lalu mendekatinya, aku duduk persis di belakangnya. Lalu aku memanggilnya dengan halus. Dia mengemhentikan gamenya, dan memutar badannya ke arahku. Wajah kami sangat dekat, aku sulit untuk berbicara.

"R-rey....,se-sebenarnya....kamu i-itu........."

Smartphone Rey lalu berbunyi. Ada panggilan masuk. Dia lalu mengangkat panggilan tersebut. Terdengar dari percakapannya, itu adalah adiknya. Sepertinya Rey ditunggu adiknya.

"Tadi kamu mau bilang apa?" Tanya Rey.

"Ah, aku mau minta kontak adikmu dong" sahutku dengan asal. Hanya itu yang terlintas di otakku.

Dia lalu mengirimkan kontak adiknya. Setelah itu Rey izin ingin pulang karena adiknya menunggu di rumahnya. Aku mengantarkannya hingga ke pintu apartemenku. Aku lalu kembali masuk ke kamarku. Aku merebahkan tubuhku di kasur. Sembari melihat langit-langit kamarku, aku berpikir tentang hal yang tadi ingin kutanyakan.

Aku sangat penasaran. Tapi aku tidak ingin Rey marah kepadaku.

Bagaimana caranya?

Aku teringat bahwa aku memiliki kontak adiknya Rey. Aku mendapatkan pencerahan untuk apa yang harus kulakukan agar aku tidak lagi penasaran dan juga tidak menyakiti Rey.

Ya.

Aku akan bertanya dengan adiknya.