Chereads / implicit: it's just you and me / Chapter 6 - Bulan yang sangat cantik.

Chapter 6 - Bulan yang sangat cantik.

Sudah hampir seminggu, sejak kami terakhir kali berbicara panjang. Hari Minggu, Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis telah kami habiskan bagai orang asing. Dia tidak mengajakku ngobrol, begitu sebaliknya. Kami berdua hanya berbicara jika memang penting saja.

Alasannya? Mungkin pada malam itu.

*****

Ya, pada malam itu Rey mengungkapkan perasaannya kepadaku.

"Iya Hana, aku menyukaimu.."

"Ke-kenapa?.." tanyaku dengan malu.

"Kenapa apanya?" Rey bertanya balik.

"Kenapa kamu, Rey, bisa menyukai orang seperti aku?..."

"Kok ditanya kenapa? Yah aku juga engga tau..., Lagipula memang perlu alasan untuk menyukaimu?"

"Aku engga ngerti..."

"Apanya yang engga ngerti?"

"Engga tau..."

"Loh, kok jadi begitu? Kalau begitu biar lebih jelas akan kukatakan lagi."

Rey lalu berpindah ke depanku dan memegang kedua tanganku.

"Hana. Hana Karina Putri, apakah kamu mau jadi pacarku?" Ujar Rey dengan wajahnya memerah.

Aku sungguh tidak bisa berkata-kata.

"Engga, Rey..." Ujarku.

"Eh?? Engga apa?"

"Maksudku engga bisa kujawab sekarang. Beri aku waktu untuk berpikir.."

"Baiklah akan kutunggu..."

"Maksudnya engga hari ini, lain waktu saja. Bukannya bermaksud mengusirmu, tapi bisakah kamu pulang sekarang? Aku butuh waktu sendiri...."

Wajahnya terlihat sangat kecewa. Aku belum pernah Rey sekecewa ini. Setelah Rey keluar dari apartemenku, aku kembali ke kasurku dengan posisi tengkurap. Aku menangis. Aku tidak bisa menjawabnya. Aku bahkan tidak bisa mengatakan alasannya kepada Rey. Mulutku menjadi kaku setelah perkataannya itu.

Payah sekali. Tidak berguna.

Dan terjadi lagi. Orang yang peduli padaku kembali pergi karena diriku ini yang tidak bisa berbicara. Aku tidak ingin menerimanya, tapi aku juga tidak ingin menolaknya. Aku trauma dengan masa lalu saat aku berpacaran.

*****

Padahal sabtu lalu kami masih saling bercanda dan berkomunikasi, tapi karena aku tidak juga memberikan jawaban, sikap Rey menjadi dingin kepadaku. Berbicara minim sekali, saat berbicara tidak melihat kepadaku, benar-benar menghindari diriku. Seminggu ini, setelah bel istirahat berbunyi, Rey langsung pergi meninggalkanku sendirian. Saat bel masuk berbunyi, baru dia kembali ke kelas.

Sekarang adalah jam istirahat, aku harus membawa buku biologi pinjaman ini kembali ke perpustakaan. Biasanya ada Rey yang membantuku, namun kini dia tak ada. Aku juga bingung bagaimana membawanya, buku ini berat dan juga banyak. Datang seorang wanita menghampiriku, rambutnya dikuncir dan berparas cantik. Namanya Amanda kalau aku tidak salah.

"Eh ini buku sebanyak ini mau kamu bawa sendiri?" Tanyanya.

"Ahh, iya..." Sahutku.

"Waduh, mana bisa na..., Emangnya Rey kemana deh? Biasanya dia bantuin.." lanjut Amanda.

"Yah, aku dan Rey sedang renggang..."

"Hmm..., Kalau gitu sini aku bantu bawa ya.."

"Ah iya, mohon bantuannya.."

Lalu Amanda membantuku membawakan setengah dari keseluruhan buku yang dipinjam. Sembari jalan menuju perpustakaan, Amanda mengajakku berbicara. Aku masih agak canggung, soalnya aku engga pernah berbicara dengan siapapun selain Rey kecuali kalau memang butuh banget untuk bicara.

"By the way, kalian berdua berantem kenapa? Kukira pacaran kalian adem-adem aja..." Celetuknya.

"Ahh, aku dan Rey belum pacaran..." Sahutku.

"Eh?? Belum? Belum pacaran aja udah berantem yah.."

Aku tidak tahu apakah hal ini perlu kuberitahu kepadanya atau tidak. Namun tidak ada salahnya bertanya, lagipula dia juga wanita.

Sebaiknya aku tanyakan.

"Justru itu, Rey seperti menjauhiku setelah waktu itu dia menyatakan perasaannya kepadaku.."

"Wahh, dia nembak kamu??" Amanda terlihat sangat bersemangat.

"Iya, tapi aku belum kasih jawaban ke Rey..."

"Oalah, pantas aja. Udah berapa lama kamu gantungin dia?"

"Hmm, udah hampir seminggu sih.."

Kami lalu sampai di depan perpustakaan. Aku lalu mengisi buku peminjaman dan mengembalikan buku-buku tadi ke tempatnya dengan dibantu juga Amanda.

"Nih, Hana. Saran dariku, kamu jangan lama-lama gantungin Rey. Mending kamu langsung kasih kepastiannya, entah kamu terima atau tidak. Jangan berlama-lama lagi, cowok itu engga suka digantungin..." Saran Amanda.

Aku juga tahu kalau aku perlu memberikannya jawaban. Tapi aku sungguh engga tau harus jawab apa.

Aku lalu kembali ke kelas sendirian, karena Amanda sedang mengerjakan yang lain. Sembari aku berjalan, aku menundukkan wajahku dan berpikir.

Apakah aku pantas untuk Rey?

Apakah Rey pantas untukku?

Sembari terus berjalan, aku tidak memperhatikan depanku. Aku tak sengaja menabrak seseorang di depanku. Ternyata itu adalah Rey. Dia lalu memalingkan wajahnya dan meninggalkanku di lorong.

"Rey!" Panggilku dengan keras.

Dia menghentikan langkahnya.

"Apa?" Ujarnya tanpa melihatku sama sekali.

"Kenapa sekarang Rey jadi dingin begini? Apa kamu membenciku?" Tanyaku sambil menundukkan kepala dan hampir menangis.

"Aku ingin kembali ke kelas..., Kau juga harus kembali ke kelas.." ujar Rey mengacuhkan perkataanku.

"Kalau kamu ingin jawabannya. Kalau Rey mau, akan ku sampaikan pulang sekolah..."

.....

"Iya, kutunggu di gerbang sekolah."

Waktu berlalu, Rey masih saja mengacuhkanku di kelas. Setelah waktu pulang sudah tiba, aku tetap di kelas hingga semua orang pergi. Aku masih belum tahu apa yang akan kukatakan kepada Rey.

Aku lalu turun ke lantai dasar dan segera pergi ke arah gerbang sekolah. Aku lalu melihatnya sedang bersandar di gerbang sekolah itu. Aku menghampirinya, dia tak sedikitpun melihatku. Lalu kami saling melihat satu sama lain cukup lama hingga Rey berhenti bersandar dan mulai berjalan. Saat di jalan, kami sama sekali tidak berkomunikasi. Aku terus menunduk engga tau harus ngomong apa dan dia masih acuh kepadaku. Terus begitu hingga akhirnya kami sampai ke depan apartemenku. Dia berhenti dan berbalik melihatku. Wajahnya terlihat kesal.

"Sudah cukup! Mau sampai kapan kamu begini terus?!" Bentak Rey.

"A-aku baru aja mau jawab! Kenapa sih kamu daritadi diem aja?!" Akupun terbawa emosi.

"Jawab tinggal jawab kan?! Kenapa harus di rumahmu segala?! Kan bisa tempat lain atau di mana gitu!"

"Laaaah?! Mana ku tahu?! Kamu aja daritadi engga ngomong!!"

Ya. Kekesalan kami pecah. Sudah engga tertahan lagi.

Kami terdiam sejenak.

"Bodoamat lah, jawab dengan cepat saja pokoknya. Aku masih banyak kerjaan.." geram Rey.

Entah mengapa, seperti refleks bagi kami. Aku dan Rey masuk ke apartemenku lalu langsung menuju kamar. Otak kami berdua emang udah enggak waras, bahkan lagi bertengkar pun pikirannya ke ranjang. Aku bersandar pada ranjangku, sedangkan Rey bersandar pada tembok. Kami berhadapan satu sama lain.

Aku mulai berbicara dengannya.

"Bukan maksudku menggantungkan dirimu Rey..., Aku hanya saja tidak tahu jawaban yang tepat.." ujarku

"Bodo amat, jawab aja." Balas Rey.

"Ish, aku engga tahu Rey, tolonglah mengerti."

"Ya atau tidak?"

"Ya dan tidak, aduh gimana ya Rey, plisss..."

"Terima atau tidak?"

Aku sudah tidak tahu lagi harus berkata apa. Rey memojokkanku, aku tidak bisa menjelaskan kebingunganku padanya. Aku harus menjawabnya bagaimanapun juga.

"Iya.." ujarku.

Raut wajahnya berubah, dari tampang sangar, berubah menjadi malu-malu. Dia lalu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya.

"Se-seriusan? Kamu nerima aku?" Tanya Rey.

Melihatnya begitu, aku sadar. Marah bukanlah sifat Rey. Mungkin dia membuat-buatnya. Sifatnya yang sekarang kulihat. Entah mengapa, sangat lucu. Begitu polos seperti anak kecil. Aku lalu menghampirinya, aku juga bersandar di tembok dan aku memegang lengannya sembari bersandar di pundaknya.

"Iya, aku mau jadi pacarmu, Rey..." Sahutku.

Dia lalu menundukkan wajahnya dan terlihat sedih.

"Maaf, kalau aku bersikap dingin, Hana.." ujar Rey.

"Tidak apa-apa, Rey. Aku paham." Sahutku.

"Soalnya aku kesal, mengapa kau masih belum memberikan jawabannya. Aku....aku tidak bisa tidur memikirkannya...., Aku takut kamu menolakku..."

Ternyata Rey juga memikirkanku. Aku senang Rey sudah terbuka kembali.

"Maaf ya, seminggu ini aku tidak tahu dengan pikiranku sendiri.."

"Aku yang meminta maaf, kalau aku menyakiti hatimu.."

"Tapi apa kau yakin, Rey? Kalau kamu mau pacaran denganku..."

"Ah, memangnya kenapa?"

"Aku ini, tidak sesuci yang kau kira.." ujarku sembari menundukkan wajahku.

"Aku tahu itu.."

"Eh kamu tahu?"

"Iya, aku tahu kalau kamu bukan pertama kali seks, kamu terlihat sudah pernah dan lumayan mahir dalam hal ini..., Karena itu pastinya kamu pernah melakukannya sebelumnya. Pasti orang itu sangat beruntung."

"Bukan hanya orang itu, tapi orang-orang..."

"Eh? Maksudnya?"

"Aku akan menceritakannya, aku harap dengan ini kamu bisa mempertimbangkan pilihanmu untuk berpacaran denganku.."

"O-oke, aku akan menyimak.."

Aku tidak punya apapun lagi untuk menolak Rey, bukannya tidak mau. Aku merasa kehidupan Rey terlalu polos untuk dirusak oleh wanita kotor sepertiku. Aku ingin dia mendapatkan orang yang lebih baik.Walaupun sebenarnya aku juga memiliki rasa yang sama terhadapnya. Semoga saja cerita ini bisa membuatnya berubah pikiran untuk berpacaran denganku.

Aku memang terlihat seperti wanita yang polos, tapi sebenarnya aku adalah salah satu wanita yang sangat kotor. Aku kecanduan dengan seks, entah mengapa seks itu adalah hal paling nikmat yang pernah kurasakan di dunia ini.

Tapi tentunya, aku tidak langsung kecanduan begini saja, seseorang memberikan bibit jahatnya kepadaku.

.....

Saat itu, aku rasa adalah kelas 3 SD, kami sedang mengadakan Pesta Ulang Tahun untukku, kami mengadakannya di rumahku. Aku ingat pada saat itu hanya ada ibuku dan pamanku yang hadir, ayahku sibuk dengan urusannya di luar kota. Banyak sekali yang hadir di pesta itu, ibuku mengundang banyak orang.

Tidak bisa dipungkiri bahwa hari itu aku sedang senang sekali, lalu datanglah seseorang memakai jaket lusuh menhampiriku. Yang aku ingat dia terlihat sudah tua. Dia mengajakku berbicara, dia membuatku tertawa juga. Lalu dia bertanya di mana kamarku, aku saat itu engga tau apa-apa, aku menuntunnya ke kamarku. Tidak ada seorangpun yang sadar bahwa aku tidak ada. Dia lalu menutup pintunya, dan mulai melakukan itu kepadaku.

Ya, itu.

Dia mulai meraba tubuhku dengan tangannya dan memasukannya ke celana dalamku. Aku tidak mengerti apa-apa, aku hanya pasrah. Itulah pertama kali seseorang memainkan kewanitaanku. Dia menggerakkan jari tengahnya itu ke atas dan ke bawah. Pada saat itu aku menemukan sesuatu yang tidak kuketahui, namun rasanya sungguh nikmat. Pria itu lalu mulai membuka ritsleting celananya dan menunjukkan penisnya itu. Tidak lama pamanku membuka pintu dan langsung menghantam pria itu dengan tinjunya. Itu lah orang pertama, seorang pedofil yang menyebarkan virus jahatnya itu ke kehidupanku. Padahal hari itu adalah hari ulang tahunku.

.....

Waktu berlalu, aku pun menanyakan hal itu ke semua teman-temanku di SD. Semua teman-temanku mengira bahwa aku ini selalu berpikiran kotor. Pada suatu saat, saat aku sudah kelas 5 SD, waktu itu adalah pelajaran olahraga, kami semua ada di lapangan, lalu teman-teman cewek di kelasku meminta tolong kepadaku untuk mengambilkan ponsel mereka yang tertinggal. Aku lalu berlari ke kelas dan mulai mencari ponsel mereka. Tapi aku tidak melihatnya, padahal mereka bilang ponselnya ada di atas meja. Tak lama, tiga orang cowok datang kekelasku. Dua orang lalu memegang tangan dan kakiku, satu orang lain berjaga di pintu. Satu orang mencubit-cubit putingku, satu orang lagi mengendus-endus kelaminku. Tanpa sengaja, wajah orang itu mengenai vaginaku. Akupun mendesah. Karena hal itu orang itu menggesekkan tangannya ke vaginaku.

Namun aku terselamatkan oleh guru yang tak sengaja melihat hal itu terjadi. Ketiga anak itu dikeluarkan, begitu juga aku pindah ke sekolah lain. Teman-temanku juga dipanggil oleh kepala sekolah, tenyata itu adalah rencana mereka semua. Sejak saat itu, aku trauma dengan pertemanan. Aku memilih menjadi penyendiri di kelas. Tapi masih belum berhenti di situ saja, aku lagi-lagi harus pasrah dengan perbuatan orang terhadapku.

.....

Saat itu adalah Kelas 7 SMP, aku harus memuaskan nafsu guru matematikaku demi nilai bagus. Ya, aku adalah siswi yang bodoh, lebih bodoh lagi karena aku menerima permintaan guru itu. Pada saat itu, aku memang terbilang dewasa lebih awal. Payudaraku sudah terlihat besar. Dan itulah yang guru itu mau. Menjilati payudara siswi SMP.

Kami melakukan sekitar 3 kali, sampai akhirnya seorang siswa melihat apa yang dilakukan guru itu kepadaku di gudang sekolah. Guru itu tentunya dikeluarkan dari SMP itu, lagi-lagi aku juga pindah ke sekolah lain.

.....

Sejak saat itu, aku tidak ingin menjadi siswi yang bodoh, aku akan belajar serius. Karena itu ibuku memanggil les privat untuk mengajariku belajar di rumah.

Ya, hal itu terjadi lagi.

Guru privat itu memintaku untuk menggesekkan tanganku ke penisnya secara terus menerus, atau sebutannya adalah Handjob. Tentunya hal ini tidak bertahan lama, pembantu di rumahku melaporkan ini kepada ibuku. Melihat hal itu, ibuku membawaku ke dokter.

Sudah 4 kali. Aku mendapatkan hal ini.

Mengapa aku hanya diam dan menikmatinya?

Jawabannya sederhana.

Aku sudah ketagihan akan seks.

Setelah itu ibuku memutuskan aku untuk belajar di bimbel saja, tentunya hal itu lebih aman. Aku tidak mendapatkan hal itu untuk waktu yang lama. Tapi dalam diriku berjerit. Aku ingin hal itu lagi karena aku sudah kecanduan akan seks.

.....

Aku bertemu dengan satu orang ini, orang yang pernah ada di hidupku sebelum ada Rey. Ya, aku dan dia berpacaran. Namanya Faris, aku bertemu dia di bimbel, tanpa kusadari ternyata dia satu kelas denganku saat kelas 8 SMP. Faris menembakku, kami lalu berpacaran.

Tapi tentunya, Faris berpacaran denganku bukan tanpa sebab. Dia ingin memuaskan hasratnya. Kami sering kali melakukan itu di rumahnya. Sekitar 5 kali. Yang dia lakukan adalah mengajarkan apa yang kini kulakukan dengan Rey.

Ya, blowjob.

Pertama kalinya aku mengemut penis cowok, dan pertama kalinya aku menelan sperma cowok. Pada pertama kali itu, aku juga sama seperti Rey. Aku panik bahwa aku akan hamil. Tapi Faris mengatakan bahwa aku tidak akan hamil. Ibuku tidak mengetahuinya sama sekali.

Sampai akhirnya hubungan kami merenggang karena bertengkar. Kami berselisih. Akhirnya kami berdua putus hubungan. Faris pun pindah sekolah, sedangkan aku melanjutkan hingga aku lulus SMP. Setelah lulus, aku masuk ke SMA Negeri yang favorit, namun dari rumahku terlalu jauh dari sekolah. Aku harus naik kereta setiap berangkat dan pulang.

.....

Saat kelas 10 SMA akhir aku mendapatkan pelecehan seksual di depan umum. Akupun tidak habis pikir, bagaimana orang itu bisa berani melakukan itu. Orang itu terlihat seperti pengangguran yang lusuh.

Saat itu aku sedang naik kereta arah untuk pulang, gerbong saat itu penuh sekali dengan orang. Pada masa itu juga belum ada gerbong khusus wanita. Orang itu tiba-tiba meremas-remas payudaraku dan menggesekkan penisnya ke pantatku. Dia melakukan itu sampai aku turun di stasiun tujuanku. Tidak ada orang yang sadar atau menegur pelecehan seksual kepadaku. Saat turun dari kereta aku merasa sangat lemas, aku mengecek celanaku. Sudah sangat basah dan lengket oleh cairan vaginaku.

Sejak saat itu, aku meminta ibuku untuk pindah sekolah. Namun karena pekerjaan ibuku, aku harus pindah sendirian tanpa ibuku. Aku juga berpindah tempat tinggal. Ibuku membeli satu kamar apartemen yang dekat dengan SMA baruku untuk aku tinggal. Sampai saat ini aku sudah terbiasa tinggal sendirian di apartemen ini.

Hingga aku bertemu dengan Rey.

Satu orang lagi yang datang untuk memuaskan hasratku, tapi kali ini aku rasa Rey berbeda dengan enam orang sebelumnya.

Apakah benar?

Atau aku yang terlalu cepat menyimpulkan?