Chereads / I'am Not Your Bitch / Chapter 2 - CHAPTER 2. Erza SIDE

Chapter 2 - CHAPTER 2. Erza SIDE

Lucu sekali melihatnya berusaha menghindar.

Anggun Puspita Silsilia, aku sudah tau nama mu. Bagaimana aku akan memperlalukan mu hm.? Ini sungguh menarik. Terimakasih pa, aku beruntung datang hari ini. Meskipun ini tidak disengaja tapi aku sungguh orang yang paling beruntung.

Hm, Anggun.

Memikirkan gadis itu membuat ku begitu bersemangat. Aku ingin menemuinya.

"Pak Erza.?" suara Pak Hidayat membuyarkan ku seketika. Ah, aku lupa aku masih di dalam ruangan.

"Oh maaf saya melamun. Silahkan dilanjut."

pak Hidayat melanjutkan penjelasannya. Aku pun berusaha fokus meski bayangan Anggun kadang melintas di benak ku. Dasar wanita itu sungguh mengikat pikiran.

Aku sungguh akan menemuinya.

Setelah 45 menit berlalu pak Hidayat akhirnya mengakhiri penjelasannya, sebuah pembelajaran berguna tapi hanya sebagian yang dapat masuk ke otak ku. Tapi tidak masalah, aku bisa mengulangnya dari papa. Yang ada dipikiran ku sekarang adalah wajah Anggun. Wajah kesalnya membuat ku rindu.

Dimana kau sekarang, Anggun.?

Aku berjalan menuju ruangannya tapi kosong. Oh aku lupa sekarang masih jam istirahat dia pasti sedang di kantin. Benar saja. Ku lihat dia sedang duduk bersama seorang wanita. Mereka asik berbincang yang mana peran Anggun sebagai pembicara saat itu sedang wanita satunya fokus dalam perannya sebagai pendengar.

Saat mereka beranjak pergi aku pun mendekat dan mereka menyadarinya. Anggun pastinya masih merasa bersalah, begitu melihat ku ia langsung berbalik memalingkan diri. Dasar wanita ini.

Aku pura pura berjalan kedalam ruangan kantin lain yang tak jauh dari mereka lalu memperhatikan reaksinya. Tampaknya ia terlihat lega saat melihat ku berubah arah. Aku merasa lucu melihatnya demikian. Segitu takutnya pada ku. Akukan bukan hantu.

Hm, baiklah. Jika dia menganggap ku hantu maka hantu ini akan terus mengikutinya kemana pun dia pergi.

Lihatlah wajah kagetnya begitu aku berdiri didepannya. Luar biasa. Ciptaan tuhan yang satu ini benar benar indah. Senang sekali melihatnya dari dekat seperti ini. Ya Tuhan, ekspresinya?? Bahkan dalam keadaan panik wajah cantiknya masih tak bisa ia sembunyikan.

"Hallo.!"

"Hallo, pak." sambung Nia cengar cengir kuda, sebuah ekspresi senyuman ketika panik. Sedangkan Anggun hanya mengangguk sopan mengikuti tak lupa pula mengembangkan senyuman yang sama.

"Aku mencari mu." sekali lagi ucapan ku membuat Anggun panik, ia memutar bola mata menghindari tatapan ku.

"Ada perlu apa mencari saya pak.?" ia berusaha membalas ku meskipun masih terlihat panik.

"Aku yakin kamu tau kenapa aku mencari mu. Ayo.!!" ku raih tangannya lalu berjalan meninggalkan Nia.

"Tidak bisakah bapak melepas tangan saya.? Orang orang bisa salah paham kalau melihat ini."

"Tidak masalah.!"

"Apa maksud bapak tidak masalah. Saya tidak mau orang berpikir aneh tentang saya. Tolong lepaskan tangan saya."

"Tidak akan." ketus ku. Biarkan saja dia mengoceh semaunya aku tak akan melepasnya.

Mungkin karena ku bawa dengan paksa Anggun merasa kesal lalu berhenti melangkah sambil menghentak tangannya secara paksa sehingga terlepas dari genggaman ku.

"Tidak bisakah bapak bersikap lebih sopan.? Saya tau anda atasan tapi membawa seseorang secara paksa seperti ini adalah tindak kekerasan." ucapnya.

"Oh, benarkah.? Tapi aku tidak peduli. Kamu berhutang maaf karena sudah membentak ku. Apa kamu sudah lupa.?"

"Apa kepala anda baru saja terbentur? Seharusnya andalah yang harus meminta maaf. Bukannya minta maaf malah pergi begitu saja."

"Ho, jadi maksud mu saat itu aku yang salah.?"

"Tentu saja. Bukannya bapak yang menabrak saya sehingga berkas yang saya bawa terjatuh.?"

"Kamu harusnya tau. Saat itu aku sedang terburu buru karena panggilan mendadak. Salah sendiri kenapa berjalan tidak berhati hati."

"Apa.? Enak sekali bilang begitu. Saya sudah sangat hati hati, bapaknya aja yang asal jalan gak liat kanan kiri. Sudah salah malah ngeyel."

"Apa kamu bilang.?" dengan sengaja ku meninggikan suara.

"Kenapa.!!?" suara Anggun pun tak kalah tinggi.

"Kamu berani membentak ku.?"

"Untuk apa saya takut.? Saya tidak bersalah."

"Menurut mu, tapi menurut ku itu salah. Kamu lupa siapa aku.?"

"Saya tau." sahutnya. Sedari tadi nada suaranya tak berubah, malah semakin meninggi.

"Saya tau siapa anda. CEO baru sekaligus penerus tunggal perusahaan ini. Benarkan.?

Sombong sekali, belum seberapa sudah belagu." timpalnya.

Sungguh perkataan yang menusuk.

"Kau tau, baru kali ini ada wanita yang berbicara dengan suara tinggi di depan ku. Tapi tak masalah aku malah suka jika itu kamu."

"Apa.?" wajah Anggun berubah bingun mendengar perkataan ku.

"Apa kamu tidak dengar.? Baru saja aku bilang aku suka dengan suara tinggi mu. Bisakah kamu melakukannya lagi.?"

Anggun mundur beberapa langkah.

"Saya rasa bapak sedang tak enak badan ya.?"

"Kamu mau kemana.?" dengan cepat ku cengkram lengannya.

"Aw.!" pekiknya kesakitan. Tak tega memang tapi dia terlalu keras kepala. Terpaksa harus seperti ini.

"Mau menghindari ku lagi ya.? Tidak semudah itu. Kamu pikir aku tidak tau, selama ini kamu menghindar karena merasa berslahkan.?"

"Sama sekali tidak."

"Lalu kenapa saat melihat ku kamu langsung berpaling. Kamu pikir aku tidak melihatnya.?"

"Itu bukan urusan anda. Cepat lepaskan tangan saya!."

"Tidak akan pernah. Sampai kamu mengakui bahwa kamulah yang salah."

"Apa anda sudah gila, mana mungkin aku mengakui sesuatu yang tidak pernh ku lalukan.?"

"Jadi kamu tidak mau.?"

"Jelas tidak." jawabnya kekeh.

"Kalau begitu aku harus memaksa mu melakukannya. Atau aku gunakan cara lain yang lebih efektif.?" perlahan ia ku tarik mendekat.

"Jangan macam macam." Anggun berusaha menahan tubuhnya.

"Kenapa, kamu takut.?" wajah kami semakin dekat. Begitu dekat, hingga aku bisa mencium wangi bunga lily dari tubuhnya.

"Kamu harum sekali."

Anggun berusaha meloloskan lengannya dari cengkraman ku dibantu oleh tangan yang Satunya.

"Ini sudah diluar batas. Tindakan bapak sudah keterlauan. Kalau dalam hitungan ketiga tidak bapak lepas maka saya akan teriak." Ancamnya.

"Kau pikir aku takut,? teriak saja." tantang ku tak kalah serius. Anggun malah ciut. Mungkin ia sadar baik sekedar ancaman maupun dilakukan semuanya hanya sia sia.

"Kenapa tidak teriak.?" tanya ku karena hingga beberapa saat ia tak bersuara.

"Saya sungguh akan melakukannya jika tidak bapak lepas. Satu,," Anggun mulai menghintung.

"Dua,, "

"Tiga,, "

Sebelum ia sempat mengeluarkan suara dengan cepat ku tarik tengkuknya dan menyumbat mulutnya dengan bibir ku. Reflek itu membuat Anggun kaget dan berusaha melepaskan bibirnya dengan mendorong dada ku secara paksa. Tapi aku pun tak mau kalah. Tangan kiri yang tadinya mencengkram lengannya ku lingkari di pinggangnya dan memeluknya agar semakin merapat. Karena keadaan itu akhirnya Anggun hanya bisa menahan dadaku dengan kedua tangannya sementara bibir kami saling menempel.

Anggun terus meronta meminta lepas, aku tidak bisa menggapai lidahnya karena ia sengaja tak membuka mulut. Lalu ku gigit bibir bawahnya dan cara itu berhasil. Kemudian dengan ganas ku jelajahi seluruh rongga mulutnya mengabsen semua benda yang ada di sana. Lidahnya terasa menggoda aku tak peduli lagi dengan liur kami yang sudah bercampur.

Ku permainkan lidahnya. Tak ada respon, tapi tak masalah. Tangan Anggun yang awalnya berusaha terus mendorong dada ku kini berubah menjadi mencengkram.

Yah, mencengkram dengan sekuat tenaga.

Keadaan ini memberitahu ku bahwa ini mungkin kali pertama ia merasakannya. Tubuhnya bergetar karena tegang, ada rasa gugup juga ku rasa.

Astaga.!!

Jika ini pertama kali baginya, apa berarti dia masih virgin.???

_._