Erza bingung saat Anggun mendorongnya lalu berbalik membelakanginya merapikan pakian yang sedari tadi hampir seluruhnya berantakan karena ulahnya.
"Tidak perlu malu, tadi aku sudah melihatnya." goda Erza mendekatinya.
"Jangan mendekat.!!" telunjuk Anggun mengacung ke arahnya.
"Saya sudah muak anda perlakukan seperti ini. Seolah saya ini wanita murahan yang tak punya harga diri anda permainkan seenaknya. Saya bukanlah wanita seperti itu dan tidak akan pernah menjadi wanita seperti itu." ucapnya.
"Aku punya alasan melakukan semua ini."
"Alasan anda bilang.? Alasan apa yang membuat anda bertindak semena mena pada orang yang baru saja anda kenal. Tidak ada alasan yang bisa membenarkan perbuatan anda."
"Bagiku ada. Dan alasan itu karena aku menyukai mu. Apa itu tidak cukup.?"
"Perasaan suka bukanlah alasan yang bisa anda gunakan untuk menyentuh saya seenak jidat anda. Cinta punya aturan dan hati adalah dasar yang menjadi aturan itu. Anda tidak bisa memaksakan seseorang untuk mencintai karena setiap hati memiliki haknya masing masing."
"Memang benar, setiap orang memiliki haknya masing masing entah ia ingin mencintai siapa itu terserah. Aku tidak peduli dengan hak orang lain. Tetapi bagi ku, hati mu hanya aku seorang yang boleh memilikinya."
"Anda terlalu percaya diri. Jujur saja saya bahkan tidak menyukai anda sama sekali."
"Terserah. Aku tidak butuh kau menyukai ku atau tidak karena aku punya cara ku sendiri. Benci aku sesuka mu, kutuk aku sepuas hati mu atau maki aku dengan semua sumpah serapah yang ada di dunia ini silahkan. Suatu saat hati mu akan menjadi milik ku seutuhnya." ucap Erza percaya diri.
Anggun menggaruk kepala karena kesal tak memperdulikan rambutnya berantakan. Tidak bisa berkata apa lagi ia menyerah berdebat dengan Erza yang seperti sudah gila dengan ideologi ideologinya yang menurutnya gila.
Di saat yang sama seseorang tiba-tiba mengetok pintu menarik perhatian Anggun dan saat berbalik menghadap pintu membelakangi Erza, lelaki itu kembali mendekat lalu merangkulnya dari belakang.
Salah satu tangannya menutup mulut Anggun agar tidak bersuara lalu kemudian menciumi lehernya dengan lembut.
"Ah.." desahan ringan keluar dari mulut Anggun begitu terkejut mendapati bibir seksi Erza menjelajahi lehernya.
"Reaksi tubuh mu jelas berbeda dengan penolakan mu selama ini." ucap Erza terus menggerayangi seluruh area lehernya dan sesekali berhenti di bagian telinganya.
Erza tak lagi medulikan orang yang sedari tadi mengetok pintu dan terus menciumi Anggun dari leher berganti ke area telinga lalu berhenti di gundukan gunung kembarnya. Tangan kanannya masuk melalui ujung kemeja menerobos kedalam pakaian dalam Anggun hingga menyentuh daging kenyalnya tanpa terhalang sehelai benang lagi.
"Ah.. aahh... " desahan Anggun mulai terdengar berat. Erza tau betul saat itu ia sedang berusaha melawan gairah yang mulai meledak dan ia pun semakin melancarkan permainannya. Satu persatu kancing kemeja putih Anggun terlepas dari tempatnya dan terpampanglah pemandangan gundukan gunung kembarnya yang masih terbungkus bra hitam kontras dengan kulit putihnya.
"Tadi kamu berusaha menyembunyikan ini dari ku kan.?, sekarang bagaimana, kamu bahkan merelakan aku melihatnya dari dekat seperti ini." cengir Erza penuh kemenangan.
"To,, longeeh,, le,, pash,, khaan." ucapan Anggun tak karuan di buatnya. Ia berusaha mengatur nafas meski sulit Erza tak memberinya kesempatan sedikit pun. Tidak peduli dengan seseorang di luar sana Erza terus menggerayangi tubuh Anggun tanpa henti. Gundukan gunung kembarnya menjadi sasarannya kali ini membuat gadis yang sedari tadi bersikap angkuh itu kini bertekuk lutut berusaha melawan gairah yang mulai melanda tubuhnya.
"Tubuh mu sungguh memberi respon berbeda dengan ucapan mu tadi. Apa ini artinya kamu sudah tunduk pada ku.?"
Anggun diam hanya menggigit bibir bawahnya masih berusaha tidak terbuai oleh sentuhan Erza.
"Masih berusaha melawan.?" Erza menatapnya sebentar lalu mengecup lehernya.
"Jangan pernah melawannya, Anggun. Ikuti saja alurnya." Tanpa melepaskan Anggun dari dekapannya Erza menanggalkan jas hitamnya kemudian menciumi lehernya lebih dalam dan penuh gairah dari sebelumnya.
Tak terhitung bekas kecupan di leher Anggun turun ke bawah juga di bagian dadanya. Erza memang tak melepas kaitan bra nya tapi tetap tidak menutup kenyataan hampir seluruh outfit nya berantakan. Rambut yang acak, kemeja terbuka lebar dan seluruh dada yang hampir telanjang membuat penampilan Anggun begitu acak.
"Permainan ini semakin panas. Apa kamu mau kita lanjut ke tahap selanjutnya.?" goda Erza menyapu leher Anggun dengan ujung lidahnya. Bukannya menjawab perlakuan itu malah semakin membuat nafasnya berat lalu mengeluarkan suara desahan.
"Ck.. suara mu sangat menggoda sekali. Wajah mu membuat ku tidak tahan." Erza menyandarkan Anggun ke sofa yang ada di pojok ruangan lalu kembali menggerayangi tubuhnya.
"Apa kemeja ini perlu ku singkirkan.?" tangan Erza bergerak melepas sisa kancing kemeja Anggun lalu tangannya terhenti saat mengingat ucapan papanya. Dalam hati ia menggerutu menimpali dirinya kemudian bangkit.
"Aku tidak boleh bertindak lebih jauh." desuh nya dalam hati. Anggun yang kesadaranya mulai kembali melihat Erza berdiri menatapnya. Buru buru ia menutup dadanya menggunakan tangan sambil pipi memerah karena menahan malu.
"Aku bisa saja bertindak lebih jauh jika kamu masih melawan." Erza menatap Anggun dengan serius. Matanya menyiratkan ancaman dengan sungguh sungguh membuat Anggun sedikit bergidik namun karena merasa lebih kesal ia bangkit hendak menampar wajahnya.
"Masih melawan juga.?" Erza menangkap pergelangan tangannya sebelum menyentuhnya.
"Aku sudah memperingati mu." dengan cepat Erza menarik Anggun mendekat dan menciumnya kali ini dengan lebih dalam dan ganas, Anggun hampir kehabisan nafas jika saja Erza tak segera melepas ciumannya.
Anggun sekuat tenaga menghirup udara sambil nafas terengah akibat ciuman itu.
"Cowok berengsek.!!" umpatnya kesal seraya mengelap sisa bekas ciuman Erza di bibirnya dengan lengan kemeja.
"Tapi kau suka." goda Erza menyolek hidungnya.
"Najis." tepis Anggun menjauhi wajahnya dari tangan Erza.
"Waw. sungguh kata kata yang manis. Apa kamu bisa mengulangnya.?" ucap Erza mengembangkan senyuman.
Bukannya mengulangnya Anggun malah melayangkan tangannya namun Erza segera menahannya. Segera sebelum Erza kembali menarik dan menciumnya Anggun menarik tangannya.
"Mengapa kau terus ingin menampar wajah ku.?"
"Bukan sekedar menampar, aku bahkan ingin mencakarnya supaya puas." sahut Anggun kesal.
"Uh.. menakutkan sekali." ucap Erza semakin membuat Anggun kesal lalu meraih bantalan sofa yang ia lempar padanya.
"Kamu harus memakai lebih dari sekedar bantal untuk membalas ku. Dan oh iya, apa selamanya kamu akan membiarkan dada mu terbuka seperti itu, rasanya tadi ada seseorang mengetuk pintu apa perlu ku bukakan sekarang.?"
"Jangan.!!!" seketika Anggun balik badan membelakanginya dan secepat mungkin merapikan pakiannya kembali.
"Jika orang itu tidak bisa melihatnya, tapi aku masih bisa melihatnya loh." kata Erza berbisik ke telinga Anggun. Sontak hal itu akhirnya membuatnya pergi ke kamar mandi sementara Erza tertawa kecil melihat tingkahnya.
_._