"Ah sial." Gerutu Anggun di kamar mandi berusaha menutupi bekas cupang di lehernya.
"Lelaki berengsek itu meninggalkan bekas merah di mana mana. Sialan." sederet timpalan kesal terus keluar dari mulut Anggun mengingat kejadian yang baru saja ia alami. Di luar sana Reza masih sibuk dengan Renda yang sedari tadi mengetuk pintu mengantarkan beberapa berkas.
Anggun memperhatikan mereka dari dalam tampaknya sedang serius membicarakan sesuatu yang tak tau itu apa karena ia tak bisa mendengar suara mereka. Ia membuka daun pintu selebar ibu jari dan mengintip dari sana. Bagaimana pun Anggun malu menampakkan diri, selain tak banyak yang tau kalau sekarang jabatannya adalah asisten Erza dan juga bekas cupang yang begitu jelas di lehernya bisa memberi kesan aneh dan menimbulkan pertanyaan bagi siapa saja yang melihatnya.
Sepanjang hari Anggun cuma diam di ruangan tak berani keluar bahkan saat jam istirahat pun ia tetap diam. Erza merasa bertanggung jawab dan membelikannya makan supaya tak perlu keluar jika merasa lapar. Awalnya karena masih merasa kesal Anggun menolak menerima makanan yang Erza belikan namun karena cacing perutnya terus meronta akhirnya ia pun pasrah dan melahap makanan tersebut.
Ketika jam kerja berakhir Anggun memilih pulang paling terakhir setelah semua karyawan tidak ada menyisakan dua satpam lelaki yang masih bertugas hingga malam nanti.
Saat Anggun lewat mereka bisa melihat bekas merah di lehernya namun mereka berpura pura acuh karena Erza sedang bersamanya. Tangan mereka saling terkait. Anggun pasrah membiarkan tangan lelaki itu menyatu dengan tangannya ia terus mengikutinya hingga masuk kedalam mobil.
...
"Kenapa diam saja.?" tanya Erza setelah mereka di dalam mobil melaju menuju tempat tinggal Anggun.
Anggun diam memandang keluar jendela tak mengubris pertanyaan Erza.
"Kamu pasti masih marah pada ku. Aku minta maaf, bukan maksud ku membuat mu malu. Seandainya tadi kau menuruti perkataan ku dan tidak melawan aku tidak mungkin bertindak jauh." jelas Erza. Anggun masih diam. Karena tak kunjung di tanggapi Erza akhirnya Fokus menyetir.
Mereka tiba di pekarangan rumah yang bersih dan rapi dengan beberapa tanaman bunga indah di depan terasnya menampilkan kesan harmonis melekat pada pandangan pertama siapapun yang melihatnya.
Hari sudah sangat sore Anggun segera turun. Seperti biasa Ema akan menghujaninya dengan sejumlah pertanyaan jika telat pulang dan Anggun selalu beralasan karena kesibukan kerja, tapi berbeda dengan sekarang. Alasan yang sama tidak mungkin diterima Ema dan lelaki yang bersamanya juga pasti jadi sorotannya.
"Bagaimana ini.?" dengus Anggun dalam hati. Ia berjalan pelan menuju daun pintu sambil memikirkan alasan apa yang akan ia utarakan. Ditengah kebingungannya tiba tiba Ema muncul dari balik pintu membuat Anggun gelagapan.
"Dari mana aja, kok jam segini baru pulang.?" Ema mulai melemparkan pertanyaan yang sudah Anggun duga sebelumnya.
"Ee.. ta, tadi,," Anggun bingun mau menjawab apa ia gelagapan saking takutnya.
"Kita abis jalan tante." suara yang sangat Anggun kenal tiba-tiba muncul dari belakang menarik perhatian Ema dan tentu saja Anggun juga.
Erza berdiri dengan senyuman termanisnya lalu mengedipkan sebelah mata pada Anggun di ikuti senyuman yang bisa membuat siapapun melihatnya tergoda.
Beberapa saat yang lalu Anggun melihat jelas Erza pergi setelah ia turun lalu sekarang bagaimana ia bisa di sini?
"Apa yang kau lakukan di sini.?" tanya Anggun heran.
"Siapa ini.?" Ema pun tak kalah heran. Tak biasanya Anggun pulang bersama seorang lelaki dan sekarang ia ingin meminta penjelasan jelas. "Anggun.!?" Panggilnya karena Anggun tak langsung menjawabnya.
"Dia atasan ku tante,"
"Dan juga pacarnya." Erza memotong perkataan Anggun dengan cepat di ikuti tatapan bingung dan dahi yang mengkerut karena tak percaya perkataan itu akan keluar dari mulutnya.
Ema tak lagi memperpanjang pertanyaannya. Erza menjelaskan semua penyebab mereka telat pulang dan di sana ia menceritakan semuanya. Anggun tak ikut berbicara ia hanya tertunduk diam tak berani menatap mata Ema yang menurutnya menakutkan.
...
Saat malam setelah makan bersama, Anggun tiduran di ranjang menatap langit-langit kamarnya. Tiba-tiba ponselnya berdering ketika dia cek sebuah chat dari nomer yang tidak di kenal masuk mengisi beranda hpnya. Dari profilnya Anggun mengenali pemilik nomer itu tak lain adalah Erza, di sana ia tersenyum memamerkan deretan giginya.
Terlihat manis dan menggoda tapi Anggun menepis kekagumannya.
"Dari mana orang ini dapat nomer ku.?" gumam Anggun bangkit dari tidurnya lalu duduk bersila menatap layar ponselnya.
"Apa tante mu masih marah.?" kata Erza dalam isi chatnya.
"Tidak. Dia sudah terlalu percaya dengan cerita bohong yang anda buat." balas Anggun.
"Panggil kamu saja, jangan terlalu formal kita tidak dalam jam kerja."
"Tapi anda atasan saya."
"Kau hanya menganggap ku sebatas atasan?. Hey, ingat hubungan kita tidak sebatas itu."
"Jangan bicara omong kosong pak, hubungan kita hanya sebatas rekan kerja, tidak lebih."
"Lalu bagaimana dengan tanggapan tante mu.? Dia sudah percaya kalau kita pacaran. Mau mengubahnya lagi.?"
"Suatu saat akan saya ubah."
"Kenapa tidak sekarang saja.?, aku akan kesana menjelaskan semuanya.?"
"Apa.?, jangan!!!" cegat Anggun mengingat betapa menakutkannya Ema ketika sedang marah. Apa lagi jika tau cerita yang sebenarnya maka dia akan semakin marah. Hal itu menakutkan bagi Anggun.
"Apa anda mau membunuh saya.? Jangan lakukan itu." lanjutnya.
Erza mengirimkan emot terseyum menandakan kemenangan ada di pihaknya sementara itu Anggun memoncongkan bibirnya menggerutu tanpa suara.
"Ikuti semua perintah ku maka aku tidak akan menceritakan semuanya pada tante mu." pesan Erza setelah emotnya.
"Apa ini artinya anda mengancam saya.?" balas Anggun. Erza kembali mengirim chat balasan.
"Pertama ubah dulu cara panggilan mu, bisakan.?"
"Ah, sial." cerutus Anggun. 'Apa aku bakal nurut sama kadal berengsek ini.? astaga ini membuat ku gila.' Anggun menggaruk kepalanya.
"Hey. Jangan mengabaikan ku." Erza kembali mengirim chat.
"Maaf, tadi ada sedikit masalah."
"Jangan berbohong, kamu sengaja tidak membalasnya kan.? Baiklah aku akan kesana sekarang." ancam Erza. Anggun menjadi panik dan buru-buru mencegahnya.
"Jangan. Jangan lakukan itu, baik saya akan menuruti perintah anda." Erza seketika tersenyum penuh kemenangan membaca balasan Anggun.
"Akhirnya aku bisa menundukkan mu." lirihnya sambil tersenyum puas. Ia menatap foto Anggun yang tertampil di beranda hpnya karena memang sengaja foto itu ia gunakan sebagai latar wallpaper sehingga memudahkannya menikmati keindahan wajah cantik wanita yang ia cintai.
Sementara itu di saat yang sama...
Seorang wanita muda baru saja turun dari pesawat menunggu jemputannya lalu datanglah sedan hitam dan kemudian supir yang memakai setelan pakaian rapi membukakannya pintu serta mempersilahkannya masuk. Tanpa basa basi dengan lenggak angkuhnya ia masuk ke dalam mobil.
Sedan hitam itu masuk ke dalam pekarangan rumah yang begitu mewah dengan bangunan yang bernuansa kebaratan. Seorang lelaki dan wanita paruh baya menyambutnya begitu keluar dari mobil seraya memeluknya penuh kasih sayang.
"Selamat datang, sayang." wanita itu mengecup dahinya dan di balas dengan senyuman termanisnya.
Vena Elfira Sbastian. Wanita yang baru saja datang dari Singapur setelah menyelesaikan pendidikannya dalam bidang Manajemen dan kembali ke Indonesia tanah airnya setelah lima tahun lamanya. Merupakan belasteran Singapur-Indo ia memiliki paras yang begitu menawan. Mata coklat mengikuti mamanya yang merupakan orang Indonesia dengan kulit putih pucat layaknya turis. Ia memiliki rambut yang panjang nan indah di urai ke bawah yang di cat berwarna krim sehingga semakin terkesan budaya barat.
Mereka masuk lalu berbincang di sofa ruang tamu.
_._