Chereads / My Slave, My Servant, My Daughter / Chapter 19 - Setelah Benturan: Rapat Terbatas Teman Masa Lalu

Chapter 19 - Setelah Benturan: Rapat Terbatas Teman Masa Lalu

Baru 10 menit agaknya Pak Sumi mengirim laporannya, tapi dia telah ditelepon oleh Pak Warno . Pak Warno menghubungi Pak Sumi untuk penjelasan laporannya, dan alasannya tidak masuk kantor (lagi).

"Assalamualaikum, sum tidak masuk lagi?" Tanya Pak Warno.

"Waalaikumsalam, ya mengurus anak." Jawab Pak Sumi.

"Ya aku sudah menduga jawabannya seperti itu, jadi, jelaskan apa maksud laporanmu yang barusan kamu kirim." Pinta Pak Warno.

"Ah sebentar, aku lagi membuat mi instan, sudah masak sepertinya." Kata Pak Sumi.

"Akan ku hubungi lagi kalau begitu." Kata Pak Warno akan menutup telepon.

"Jangan, sekarang saja. Nanti siang kalau bisa InsyaAllah aku ke kantor." Kata Pak Sumi.

"Oh kalau begitu nanti saja laporannya saat kamu sudah disini." Kata Pak Warno.

"Jangan, sekarang saja. Aku tidak tahu kapan aku ke kantor." Kata Pak Sumi.

"Ya, cepat jelaskan sekarang." Kata Pak Warno.

"Hm, dari mana aku harus mulai ya. Jadi sebenarnya aku juga tidak tahu apa yang ku lihat itu sebenarnya hanya halusinasi atau bukan, tapi sepertinya memang ada yang tidak benar dengan anak ku, Marie." Jelas Pak Sumi.

"Dari awal bukannya sudah tidak beres itu anakmu sum?" Kata Pak Warno.

Tidak ada definisi anak normal, jika dia ditemukan terpasung serta kaki tangannya semuanya putus. Hal itu tidak normal. Ini yang dimaksud oleh Pak Warno.

"Maksudku, ah aku sambil makan ya." Kata Pak Sumi.

"Ya, pas juga sedang istirahat, aku juga makan bekalku." Kata Pak Warno.

"Bekal? tumben membawa bekal." Tanya Pak Sumi heran.

"Istriku yang membuatnya. Ah lanjutkan lagi." Jelas Pak Warno.

"Kalau bahasa gampangnya Marie 'kesurupan'. Biar mudah dipahami, ada setan di tubuhnya." Kata Pak Sumi.

"Hei sum, aku tahu kau bukan laki-laki yang terlalu percaya takhayul, kenapa kau melaporkan semua ini?" Kata Pak Warno.

"Ya... aku hanya melaporkan yang aku lihat. Ah selain laporan (tulisan) itu aku juga mengirim berkas empitri (.mp3) (suara), itu sudah kau dengarkan no (memanggil Warno)?" Kata Pak Sumi.

"Mp3 ya... sebentar, ah ini, aku baru tahu kalau kau mengirim 2 berkas." Kata Pak Sumi sambil mengecek lagi lampiran yang dikirimkan Pak Sumi.

"Coba dengarkan dengan seksama apa yang ada di rekaman itu." Pinta Pak Sumi.

"Dingirkin dingin siksimi (Pak Warno mengolok-olok (mock) Pak Sumi), ya akan ku dengar. Tapi apa ini dari alat perekammu itu?" Tanya Pak Warno.

"Kalau tidak dari alat perekamku dari mana lagi? ya itu dari sana." Jawab Pak Sumi.

"Hahaha aku tidak menyangka kau masih menggunakannya. Jadi dari awal masuk ke kepolisian kau tidak pernah meninggalkan alat itu?" Kata Pak Warno.

"Iya juga ya, itu untuk jaga-jaga saja." Kata Pak Sumi.

Pak Sumi, seorang ketua divisi intel polda Surabaya, setiap hari dari hari pertama dipromosikan hingga saat ini terus menerus memakai alat penyadap suara di badannya. Tidak ada yang tahu Pak Sumi sembunyikan dimana alatnya, dan faktanya tempat persembunyiannya selalu berubah-ubah.

Mulai yang berbentuk flashdisk biasa, hingga sebuah kotak hitam sangat kecil yang bisa ditelan - dimasukkan ke dalam tubuh melalui mulut - dan kemudian tertangkap sebuah pengait di area Hyloid bone (sebuah tulang di bagian atas trakea) agar tidak masuk ke area lambung. Dengan alat perekam ini pula, Pak Sumi merekam suara saat dia ke rumah Pak Awan.

"Loh sum, ini (rekaman durasinya) 4 jam?" Tanya Pak Warno.

"Ya." Jawab Pak Sumi singkat.

"Hm, ya baiklah. Ngomong-ngomong, kamu tidak mampir ke Nglampin (nama desa; kampung halaman mereka) waktu di Bojonegoro?" Kata Pak Warno.

Desa Nglampin. Nama kampung halaman

"Nglampin? Hei mana sempat aku kesana. Kau tahu kan kalau aku hampir mati saat itu." Kata Pak Sumi.

"Haha, ya setidaknya kenapa tidak menyempatkan untuk ke kampung halaman kita dulu." Kata Pak Warno.

"Ya, harusnya memang aku lakukan tapi..." Kata Pak Sumi terputus.

"Ah kau itu menyia-nyiakan kesempatan." Kata Pak Warno.

"Kesempatan apa?" Tanya Pak Sumi.

"Ya mengenang kenangan kita waktu kecil ahaha." Jawab Pak Warno.

"Oh hahaha, buat apa mengenang kalau semua yang mau dikenang masih ada disini." Kata Pak Sumi.

"Ya tidak ada salahnya kan kalau kamu mengunjungi tempat persembunyian kita dulu?" Kata Pak Warno.

"Ya kau benar. Ah sepertinya sudah saatnya aku mengganti kapas Marie." Kata Pak Sumi.

"Oke kita lanjutkan nanti di kantor. Assalamualaikum." Kata Pak Warno.

"Waalaikumsalam." Jawab Pak Sumi.

Pak Sumi memikirkan omongan Pak Warno tentang mengenang masa lalu. Pak Sumi merasa mungkin dirinya telah bersalah lantaran tidak mengunjungi keluarganya di Bojonegoro.

Ya, Tiga daun semanggi (dan juga Bu Rati) semuanya berasal dari desa yang sama.

Dua jam setelah itu Bu Rati pulang. Sekarang giliran Pak Sumi untuk keluar dan menyerahkan Marie ke Bu Rati, seperti biasa. Namun, keduanya kini menyadari bahwa mereka berdua tidak bisa seperti ini setiap hari. Mereka tidak bisa selalu bergantian ketika akan keluar rumah. Marie harus ada yang menjaga.

Terlintas pikiran bahwa mereka membutuhkan pembantu rumah tangga. Ini adalah usulan yang diusulkan oleh Bu Rati. Namun Pak Sumi menolak mentah-mentah usulan itu. Alasannya sangat sederhana, yaitu Aquastor.

Bu Rati tidak habis pikir kenapa suaminya yang biasanya sangat logis, kali ini bersikap seperti ini. Sikapnya seperti dia ketakutan akan sesuatu yang tidak nyata. Meski begitu, Bu Rati Mengurungkan niatnya untuk menyewa asisten pembantu rumah tangga, karena terbentur restu suaminya. Dikarenakan sikap istrinya seperti itu, Pak Sumi berusaha memikirkan usulan menyewa asisten rumah tangga tersebut kembali.

Sekarang waktunya mereka berganti peran. Tapi sebelum itu Pak Sumi harus mengganti kapas di kemaluan Marie. Lagi-lagi dia lupa melakukannya setelah bertelepon dengan Pak Warno, karena setelah itu selesai dia harus menganalisis data yang diberikan oleh Quora. Patut diketahui apa pun yang dilakukan oleh mereka berdua pada tubuh anak kecil itu, Marie tidak akan terbangun.

Pak Sumi kemudian bertanya pada Bu Rati mengenai apakah tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan Marie dari kondisinya saat ini. Sayangnya Bu Rati juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Wanita itu menuturkan jika satu-satunya cara yang mungkin adalah dengan mengganti 'onderdil' Marie.

Otak, paru-paru, ginjal, dan beberapa syaraf di tulang belakang, setidaknya beberapa organ itu yang disarankan oleh koleganya sesama dokter spesialis. Namun, hal itu mungkin saja tidak bisa mereka lakukan.

Ada dua hal yang membuatnya tidak mungkin, yaitu ketersediaan donor dan uang. Meskipun dengan bantuan Pak Raymond - kakak kandung Bu Rati - uang tidak menjadi masalah inti, untuk mendapatkan donor ketiga organ itu dengan tingkat kecocokan yang tinggi dengan Marie sangatlah sulit. Terlebih, risiko jika operasi transplantasi organnya gagal, Marie bisa mati.

Setelah mereka selesai mengganti perban, kapas dan kain kasa di kemaluan Marie, Pak Sumi segera bergegas menuju kantor. Sekali lagi, sebelum pergi ke kantor, tanpa aba-aba, tanpa mendung tanpa hujan, Pak Sumi membalas perbuatan Bu Rati. Dia menciumnya, lalu kemudian dilanjutkan mencium Marie.

Segera setelah Pak Sumi sampai di kantor, Pak Sumi langsung menuju ke ruangan Pak Warno. Disana Pak Sumi telah ditunggu oleh Pak Warno dan tanpa diduga, disana juga ada Pak Raymond.

"Waalaikumsalam, ah ini dia detektifnya baru muncul." Kata Pak Warno menjawab salam Pak Sumi.

"Loh Mond, ngapain? (kenapa kau disini)" Tanya Pak Sumi.

"Ngapain? Main-main, duduk saja dulu." Kata Pak Raymond.

Pak Sumi kemudian duduk.

"Ini mengenai Marie. Coba jelaskan lagi laporanmu pada kami." Kata Pak Warno.

"Seperti yang telah aku jelaskan di telepon, di dalam tubuh Marie..." Kata Pak Sumi terputus.

"...Ada sesuatu yang lain didalamnya, ya?" Kata Raymond tiba-tiba menimpali.

"Ee, No, Raymond kamu kasih tahu?" Kata Pak Sumi ke Pak Warno.

"Aku hanya berpikir jika ini ada kaitannya dengan kesehatan anakmu, kita perlu pandangan seorang dokter." Jawab Pak Warno.

"Ha-ha, dia benar." Kata Pak Raymond.

"..." mereka diam sesaat.

"Dulu, aku dan tim dokter yang menangani Marie (Operasi) sebenarnya telah menduga bahwa ada yang tidak biasa dengan anak ini, ya meskipun memang anak itu pada awalnya telah dalam kondisi yang sangat buruk." Lanjut Pak Raymond.

Mereka berdua mendengarkan Pak Raymond.

"Itu Sum, kalau saja Marie telat kamu kasih pertolongan pertama, sudah lewat dia (mati). Omong-omong sum, kau mungut dari mana sih anak itu?" tanya Pak Raymond.

"Ceritanya panjang, singkatnya Marie kutemukan pada saat penggerebekan di daerah Gresik beberapa bulan lalu. Dia sudah dalam keadaan yang, kau tahulah, Seperti itu." Kata Pak Sumi.

"Seperti apa?" Kata Pak Raymond

"Seperti tawanan, budak seks, atau yang seperti itu. Lanjutkan laporanmu sum." Kata Pak Warno.

"Ah, iya, nah seperti yang tertera di kertas itu (baik Pak Warno maupun Pak Raymond telah mencetak kertas laporan dan membacanya saat ini), aku menyebutnya Aquastor. Dan... ee mungkin hanya itu yang bisa ku sampaikan." Kata Pak Sumi.

"Hm." Kata Pak Warno.

Suara Pak Warno tampak tak puas.

"Ee, sum, jujur saja aku membaca ini seperti membaca cerpen." Kata Pak Raymond.

"Memang itu yang terjadi Mond." Kata Pak Sumi.

"Ya aku sendiri paham seperlima awal laporan ini... sampai bagian kau melanjutkan penelitian bukti-bukti itu lalu setelahnya, yups kau itu seperti mendongeng." Kata Pak Warno.

"Memang begitu keadaan..." Kata Pak Sumi terpotong.

"Tapi, jika hal ini memang benar, maka kita tidak bisa membiarkan publik tahu." Sambung Pak Warno.

"Hm, aku juga sependapat denganmu war, kita tidak mungkin menunjukkan... hei, apa maksudmu? sejak kapan kepolisian melaporkan laporan kegiatannya ke publik?" tanya Pak Raymond.

"Maksudku untuk kalangan Polri (Polisi Republik Indonesia) mond. aku usulkan setelah bagian ini (sambil melingkari dengan pulpen pada bagian Pak Sumi di rumah sakit) kita ubah sedikit menjadi... seperti ini, dan ini." Kata Pak Warno.

"War, bentar war, ini kalau ketahuan bisa diperkarakan (dilaporkan ke polisi) kita." Kata Pak Sumi ke Pak Warno.

"Hmm. Kan kita polisinya hehe." Suara Pak Warno.

"Kenapa kalian tidak menghapus saja setelah bagian itu? tidak menyampaikan bukan berarti berbohong atau mengedit kan? ya meskipun jadinya apa yang disampaikan Sumi tidak semua tersampaikan." Kata Pak Raymond.

"Ya aku benci mengakuinya, tapi itu lebih baik sepertinya. Ada kalanya suatu hal memang harus tetap menjadi rahasia." Kata Pak Sumi.

"Hahaha, lalu ada lagi yang ingin kau katakan sum?" Kata Pak Warno.

"Tidak, tapi ngomong-ngomong kita sudah lama tidak ngumpul bertiga begini." Jawab Pak Sumi.

"Itulah mengapa aku katakan padamu sum, kenapa kau saat di Bojonegoro tidak berkunjung ke kampung." Kata Pak Warno.

"Loh sum, kau ke Bojonegoro. parah sih, kau tidak menyempatkan datang ke kampung." Kata Pak Raymond.

"Nah iya kan mon, minimal dia melihat 'base camp' kita, ya gaes ya." Kata Pak Warno.

"Ahaha, guys aku saja hampir kehilangan nyawaku waktu ke sana. Jadi mana mungkin aku ke..." tiba-tiba Pak Sumi terdiam.

Suasana menjadi sedikit hening.

"Ada apa sum?" Kata Pak Warno.

"Bentar, kalian ingat dengan Mbak Rupiah? Dia itu dari mana asalnya?" Kata Pak Sumi tiba-tiba.

"Rupiah, kalau kau menyebutkan sembarang nama, aku mana tahu." Kata Pak Raymond.

"Aduh, itu, si Tante Toked." Kata Pak Sumi.

"Ohh toked" Ujar Pak Raymond spontan.

"Giliran begini aja ingat kau. Ya aku baru ingat sekarang, hm tapi aku tidak tahu dimana asalnya." kata Pak Warno.

"Setahuku, Dia dari Ngambon, hanya beda satu kecamatan dengan Kecamatan Sekar." Kata Pak Sumi

"Dan, Kecamatan Sekar, adalah kecamatan dimana Pak Awan tinggal." Kata Pak Warno.

"Nah, lalu kata Awan, dia menemukan Marie di tempat sampah gereja di kecamatan tersebut, yang artinya..." Kata Pak Sumi.

"Ada kemungkinan Marie adalah anaknya mbak rupiah, begitu maksudmu?" Kata Pak Raymond.

"Ya" Jawab Pak Sumi singkat.