Chereads / My Slave, My Servant, My Daughter / Chapter 18 - Setelah Benturan: Perawatan Marie di Rumah

Chapter 18 - Setelah Benturan: Perawatan Marie di Rumah

Sejak kejadian tidak mengenakan itu, beberapa minggu ini, baik Pak Sumi maupun Bu Rati harus berjuang lebih keras. Bu Rati sudah tidak mau lagi menunda makan, perutnya kini lebih sensitif. Sedangkan Pak Sumi, fisiknya tidak terluka, tapi tidak dengan psikisnya. Psikisnya terkikis karena kejadian itu.

Pak Sumi tidak lupa peristiwa itu sama sekali, semua terekam jelas di matanya, di alat penyadapnya, dan menuangkannya ke dalam laporan yang akan dia berikan kepada Pak Warno. Namun apakah terbesit keinginan untuk membuang Marie? tidak sedikit pun.

Sebenarnya, kedua orang itu sudah biasa menjalani manis masam kehidupan. Namun ada satu hal lagi yang harus diperhatikan oleh mereka berdua. Hal itu adalah Marie. Marie, seorang anak yang ternyata daya hidupnya disokong oleh (1) 'Aquastor' -nama yang gunakan oleh Pak Sumi pada laporannya yang akan disampaikan hari ini.

Hari ini Pak Sumi masuk ke kamar Marie yang selalu tertutup.

"Bu." Kata Pak Sumi pada depan pintu kamar.

"Iya?" Jawab Bu Rati tanpa menoleh.

Wanita itu sedang menggerak-gerakan tangan Marie, baik yang masih utuh maupun yang hanya sampai siku.

Sekarang, Marie hanya bisa membuka matanya 4 jam selama sehari. Selebihnya, dia tertidur. Menurut hipotesis Bu Rati, anak itu masih terguncang karena telah membenturkan badan ringkihnya itu ke kaca. Namun dalam pikiran Pak Sumi, ada hal lain yang menyebabkan itu, yaitu menghilangnya - atau mungkin ketidakaktifan - Aquastor didalam tubuh Marie.

Berkali-kali.

Berkali-kali Pak Sumi meyakinkan kepada istrinya ada hal aneh pada putri angkatnya itu, tentang apa yang terjadi pada malam di rumah sakit, tentang apa yang dilihat dan dirasakannya, namun semuanya nihil. Bu Rati masih tidak memercayainya.

"Aku mau ke kantor, ada laporan yang harus ku laporkan." Kata Pak Sumi lalu masuk ke dalam kamar.

"Lalu bagaimana dengan Marie jika kamu ke kantor sekarang?" Kata Bu Rati dengan menggerak-gerakan kaki Marie.

"Hei, aku sudah seminggu tidak ke kantor." Kata Pak Sumi.

Lalu Marie meraih lengan baju Bu Rati dengan tangannya yang masih utuh. Dia menarik-nariknya, Itu adalah tanda jika mau ke kamar kecil. Dibukalah selimut yang digunakan Marie, terlihat kulit yang masih lebam bekas pengobatan. Perban yang biasa membalut sekujur tubuh sudah tidak disana lagi. Hal ini karena seluruh luka di permukaan tubuh hampir sepenuhnya sembuh. Setelah dibuka selimut itu, yang ada hanya kulit polos lebam seorang anak kecil yang telanjang.

Meskipun kulit Marie telah sembuh, Marie masih tidak bisa menggunakan pakaian dalam. Kemaluannya masih terbalut perban, kapas dan kain kasa, dimana setiap kali akan buang air, penutup itu dilepaskan kemudian diganti yang baru.

Hal itu (buang air kecil dan besar) menimbulkan rasa sakit dan nyeri karena luka yang belum sembuh selalu bergesekkan dengan benda. Setiap kali perban kapas dan kain kasa itu dilepas, Marie selalu merasa sakit. Anak itu menahannya, terlihat dari ekspresinya. Dengan sigap, setelah dibuka selimutnya, Bu Rati mengambil wadah untuk buang air. Lalu Marie mengeluarkannya. Setelah selesai dengan cekatan Bu Rati lalu mengganti perban, kapas dan kain kasa dengan yang baru.

"Sedangkan aku? kalau tidak CITO aku gak akan ke Rumah sakit. Hampir setiap hari CITO terus kan akhir-akhir ini." Keluh Bu Rati.

"Ya... sekarang, Ibu lagi senggang kan?" Tanya Pak Sumi.

"Kalau misal aku habis ini ada panggilan-" *Brrzzz. Tiba-tiba telepon genggam Bu Rati berbunyi.

"Nah lihat kan? memang salah satu dari kita harus ada yang di rumah jaga Marie, pak." Kata Bu Rati sambil melihat telepon genggamnya.

Itu adalah panggilan CITO.

"Hm, bagaimana ya..." Kata Pak Sumi yang ragu untuk meninggalkan Marie sendiri di rumah.

"Maaf..." Marie berbicara dengan suara lemah.

Anak sekecil itu mempunyai rasa empati yang tinggi. Dia tahu dia hanya menjadi beban bagi orang tuanya.

"Ah!... bukan begitu sayang... kami hanya bingung bagaimana cara membagi waktunya, oke ayah akan disini saja kalau begitu hahaha." Kata Pak Sumi sambil mengelus kepala Marie.

"Terus bagaimana laporanmu pak?" kata Bu Rati sambil mengganti pakaian dan bersiap mengenakan jas dokter.

"Ya online. Hei Bu, setidaknya kalau ganti baju jangan disini dong. Ngga' malu apa?" Kata Pak Sumi.

"Meskipun bapak sudah tahu apa yang ada didalamnya (didalam pakaian)?" Kata Bu Rati sambil menyiapkan tas yang akan dibawa.

"Ya kan tidak etis sa-"(cup) Pamit Bu Rati.

Ucapan Pak Sumi terhenti karena ciuman pipi Bu Rati.

"Marie juga."(cup) Kata Bu Rati kepada Marie.

Keduanya dicium oleh Bu Rati.

"Sudah ya, ibu Berangkat, Assalamualaikum" Kata Bu Rati sambil keluar kamar.

"Waalaikumsalam" Kata Pak Sumi.

Tidak lama berselang, ada pesan singkat dari Bu Rati. Dia mengingatkan suaminya itu untuk mengerjakan sisanya. Hal yang dimaksudkan disini adalah menggerak-gerakan badan Marie selama kurang lebih satu jam, saat dia telah tertidur. Porsi olahraga Marie saat ini adalah satu jam saat terjaga dan satu jam saat tidur. Tentu saja Pak Sumi tidak lupa akan hal itu, tapi belum dilakukan karena Marie masih bangun.

Olahraga ringan ini untuk mencegah Atrofi otot (2) selama Marie benar-benar tidak aktif bergerak. Berbeda dengan saat Marie masih di kursi roda, tubuhnya masih bisa bergerak-gerak sedikit, bahkan terkadang anak itu menyeret tubuhnya untuk bergerak.

"Yah... Marie... maaf." Kata Marie yang merasa bersalah.

"Tidak ada yang salah Marie, kan emang Marie lagi sakit saja. Jadi harus ada yang menjaga." Kata Pak Sumi.

"...Bukan, tapi itu..." Maksud Marie adalah Aquastor.

"Masalah itu ya..." Kata Pak Sumi.

Pak Sumi tahu apa yang dimaksud Pak Sumi. Pak Sumi mengelus kepala anak itu yang mulai tumbuh rambut.

"Dengar Marie-nya ayah, baik ayah sama ibu mu tidak akan ada yang mempermasalahkan itu, mau itu sekarang Marie sendiri atau sama 'itu'. Kamu tetap anak kami, sekarang atau nanti." Kata Pak Sumi sambil tersenyum.

"Ya." Kata Marie lega.

Marie tersenyum. Anak itu lalu memejamkan mata dengan senyuman di wajahnya. Ini adalah kali pertama diperlihatkan oleh anak itu, selama di rumah Pak Sumi. Sebuah senyuman dari perasaan lega.

"Itu benar Marie, tidur dan lupakan sesaat masalahmu, beristirahatlah." kata Pak Sumi dalam hati.

Kemudian Pak Sumi segera menyiapkan Komputer Jinjingnya (Laptop) untuk segera melaporkan laporannya kepada Pak Warno. Pak Sumi tetap berada di kamar. Lalu dia ingat akan permintaan istrinya. Sambil membiarkan laptopnya menyala, Pak Sumi mulai menggerakkan tubuh anak kecil itu. Dengan sangat lembut dia melakukannya, Sesekali memerhatikan posisi selang infus dan oksigen agar tidak tersenggol dan copot. Pak Sumi melakukannya selama 1 jam.

Sebenarnya hal yang dilakukan Pak Sumi itu bukan hal yang besar, Dia dan istrinya hanya menggerakkan anggota motorik tubuh Marie. Dia menggerakkan tangan itu kedepan dan ke belakang, kemudian lanjut kaki, dan memutar-putar kepala. Setelah semua selesai dalam satu jam, Pak Sumi meneruskan dengan memandikan Marie.

Proses mandi ini seperti memandikan orang yang sakit. Pertama dipindahkan batal tipis dan diganti dengan bantal kotak yang lebih padat dan keras. Ini untuk membuat posisi kepala berada lebih tinggi. Kemudian Pak Sumi mengambil air hangat, kain basah, dan sabun bayi, serta kacamata renang yang telah dimodifikasi agar tidak terlalu kuat mencengkeram Marie. Patut diketahui kepala anak itu sedikit lebih lunak daripada kepala anak kecil pada umumnya.

Lalu prosesi mandi dimulai. Pak Sumi mulai dengan membasuh area yang tampak hingga sensitif. Area genital anak itu masih belum sembuh total setelah sekian bulan ini, hal ini kemungkinan banyaknya luka yang disebabkan oleh siksaan terus-menerus. Oleh karena itu, setiap buang air besar dan buang air kecil bukannya lega yang dirasa, tapi rasa sakit, nyeri, dan perih.

Akhirnya selama berkutat selama 2 jam pada Marie, semuanya selesai. Setelah mengelus anak itu, sekarang Pak Sumi beralih ke layar laptop, mengirim beberapa berkas ke email Pak Warno. Selesai dengan semua itu, Pak Sumi keluar dari kamar untuk membiarkan Marie istirahat.

10 menit setelah itu, tiba-tiba HP Pak Sumi berdering, itu adalah telepon dari Pak Warno.