Pak Sumi begitu orang memanggilnya. Seorang yang menjabat sebagai kepala sub-bagian Intel Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) ini, telah memperoleh sebuah bukti kuat. Pada hari itu, yang bertepatan dengan 10 hari sebelum ulang tahunnya, Dia mendapat informasi kunci dari Informan rekan terpercayanya, bahwa ada praktik rumah bordil terselubung yang ada di sebuah toko pakaian. Pak Sumi sebelumnya telah banyak berinteraksi tentang hal ini dengan 'informannya' tanpa tahu identitas sebenarnya dari orang itu.
Entah apa yang membuat seorang informan itu tahu, tapi memang banyak desas-desus mengenai toko itu, "Asy-syifa" begitulah nama toko pakaian itu. Sebuah toko pakaian yang megah berdiri dan banyak orang-orang yang berkunjung setiap harinya, baik saat pagi maupun petang.
Tiga tahun yang lalu hansip kompleks toko tersebut setempat melapor ke kepolisian. Dia berkata bahwa dia mendengar suara tangisan anak kecil samar-samar di dalam toko itu, atau lebih tepatnya di 'bawah toko itu', entah apa maksud dari laporan itu, tapi memang itu yang ada di laporan.
Lalu 2 bulan lalu saat seorang tukang bakso kaki lima pada malam itu sedang lewat depan toko pada tengah malam dan melihat melalui kaca, ada beberapa perempuan yang berbaris seperti tentara dan memakai pakaian serba minim, dia menyimpulkan itu adalah para WTS (wanita tuna susila) yang tengah bersiap, dan puncaknya adalah dua hari lalu saat Pak Sumi mendapatkan bukti kuat dari informan terpercayanya.
Resah?... masyarakat sekitar memang berencana untuk mengobrak-abrik toko pakaian abal-abal itu, mengepung, membakar ataupun membumihanguskannya, begitu pula pihak kepolisian yang sudah tahu tapi belum cukup bukti untuk bertindak.
Yang jadi permasalahan sekarang adalah toko itu mempunyai pengaruh yang besar di masyarakat, saking besarnya, butuh 20 tenaga kerja yang notabenenya para pemuda-pemudi kompleks sekitar. Diketahui juga Pemilik toko itu adalah seorang yang dikenal sangat baik kepada masyarakat sekitar, ya simalakama jadinya.
Namun keadilan tetaplah keadilan, setelah Pak Sumi menjelaskan situasi dan bukti kuat mengenai toko itu, Langsung Pak Warno, Kepala Kantor Polrestabes memerintahkan seluruh jajarannya menyiapkan operasi penyergapan dan penangkapan.
3 mobil polisi, 1 mobil pengangkut tahanan, dikerahkan dalam operasi tersebut. Pak Sumi selaku pihak yang memberi bukti dan laporan juga diikutsertakan dalam operasi ini. Jam 10 pagi, orang-orang dibuat kaget dengan kedatangan polisi di toko pakaian itu, suasana tegang menyelimuti toko yang pada siang hari tampak seperti toko pakaian biasa itu.
Pemilik Toko langsung maju ke depan dan bertanya apa yang terjadi. Setelah dijelaskan situasinya, kepolisian lalu menyegel toko itu, pada hari itu juga. Semua orang di ruangan itu dipaksa untuk keluar, para pelanggan pulang ke rumah, dan para pekerja dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi.
"Pak sepertinya sudah sepi, kami akan kembali ke kantor. ... Pak Sumi, Pak Sarni dan Pak Ambar tolong kalian geledah tempat ini." Kata Pak Warno.
"Bagaimana dengan para WTS itu pak? Mereka belum di temukan." Tanya Pak Sumi.
"Pak Sumi, seperti yang anda tahu, saya sudah lumayan senior di kepolisian. Dari baunya saja aku bisa tahu kalau para pekerja di toko ini adalah WTS." Jawab Pak Warno serius.
"Lo bukannya itu warga kompleks sini pak? ada teman sekolah anak saya juga, namanya... emm... ah.. Si Ratna, saya kenal betul, dia anak ya-.." Tanya Pak Ambar terputus.
"Iya mereka memang warga sini pak." Pak Sarni menyahut.
Mereka terdiam.
"Baik kalau sudah tidak ada pertanyaan langsung geledah tempat ini, siapa tahu masih ada yang kita lewatkan, terlebih lagi menurut laporan seharusnya masih kurang lima orang (WTS) lagi". kata Pak Warno kepada mereka bertiga sebelum meninggalkan lokasi.
"Baik pak." Kata mereka bertiga.
Selain Pak Sumi yang merupakan intel, 2 orang lainnya merupakan polisi biasa. 4 jam mereka menggeledah toko itu, semuanya tampak biasa, seperti toko pakaian pada umumnya. Sampai saat Pak Sumi menggeledah ruang kerja pemilik toko itu. Insting seorang intel, beliau memindahkan lukisan kuda jantan itu dan benar saja ada sebuah tombol.
Ruang belakang toko yang tadinya hanya berupa rak yang berisi pakaian terbuka dan menunjukkan ruangan yang lain. Ya benar, ada 10 bilik dengan kasur tidur di situ dan 1 ruang tertutup lain di dalam ruangan itu.
Ketika mereka merangsek masuk dan membuka ruang tertutup itu, Bau menyengat keluar dari ruangan itu. Terlihat lima perempuan kurus yang terpasung kedua kakinya secara terbalik (kaki berada di atas), bekas sayatan, darah yang mengering, bekas pukulan benda tajam di sekujur tubuh, lebam dan lecet di kemaluan.
Disana tidak ada ventilasi udara dan hanya satu lampu 5 watt kuning bergantung yang menyala, ada lima tempat makan anjing, kunci rantai yang menggantung dan banyak kotoran manusia berserakan.
Rupanya toko ini merupakan Rumah bordil "istimewa", terdapat pelayanan untuk semua 'fetish' dan orientasi seksual yang abnormal. Mereka terhenyak melihat semua ini.
"Pak apa kita cukupkan saja untuk hari ini?" kata Pak Ambar sambil melepas rantai mereka.
"Iya pak saya setuju, kita juga harus membawa mereka ke rumah sakit secepatnya, ah hati-hati pak, orang ini juga masih hidup." Kata Pak Sarni yang membantu pak Ambar.
"Perasaan saya disini masih ada yang janggal, kita belum menemukan anak kecil itu pak." Kata Pak Sumi yang juga membantu melepas rantai sambil merasa mual melihat dan mencium bau seperti bangkai.
"Dari laporan yang ada, besar kemungkinan hansip itu salah dengar pak, tempat ini kan biasanya begitu." Kata Pak Sarmi terlihat begitu tidak 'kerasan' (merasa tidak nyaman) dengan tempat ini.
"Tapi daripada itu, jika laporan itu benar, bagaimana dengan anak kecil itu, lagi pula apa bapak tidak merasa ada yang janggal?" Pak Sumi masih kukuh pendirian akan tetap mencari anak kecil.
"Pak, semua yang ada disini memang enggak beres!" Kata Pak Ambar menaikkan suaranya karena beliau memang sudah ingin pulang.
"Bukan itu maksudnya, coba lihat lampu itu menyala." Kata Pak Sumi.
"Ah sudahlah pak, (sambil menepuk bahu Pak Ambar). Iya pak, tapi aku masih tidak mengerti maksud bapak." Kata Pak Sarni.
"Bukannya sewaktu semuanya balik ke kantor, saklar tempat ini sudah dimatikan?" kata Pak Sumi tenang, sembari mereka mengangkat para perempuan itu ke mobil polisi.
"Ya kan bisa jadi kalau lampu ini terhubung saklar lain pak." Pak Sumi menambahkan.
"Iya terus apa masalahnya?" kata Pak Ambar.
"Berarti masih ada kemungkinan ada ruang lainnya ya pak, tidak mungkin 1 saklar untuk satu ruangan, mana yang digunakan cuma lampu sekecil ini, bukannya begitu pak?" kata Pak Sarni menebak.
"Ya kau benar, tapi kemungkinan itu cuma 30% benar." Kata Pak Sumi.
"Apa kau mau bertaruh untuk 70% kegagalan, pak Sumi, hari sudah beranjak malam, lihat sekarang saja sudah jam 8 malam, mau mencari sampai tengah malam?" kata Pak Ambar sambil menunjukkan jam tangan Matoa-nya seharga Rp.240.000 yang dia beli di Mal.
"Iya." kata Pak Sumi singkat.