"Well, ternyata satu minggu di rumah tanpa melakukan apa pun selain pekerjaan biasa cukup membuat jenuh. Jika dipikir, dua minggu yang lalu saat tensi pekerjaan sedang melambung membuatku capek, sangat capek. Ke rumah bordillah, anak kecil yang tiba-tiba nongol terantailah, lalu ditambah flaminggo di minggu yang sama, ampun. Ya setidaknya uang negara jadi nggak terbuang sia-sia, Ah lampu merah." Gumam Pak Sumi dalam hati.
....
Tepat sehari yang lalu hasil penyelidikan Quora telah sampai. Dia mengirim kepada Pak Sumi surel pagi kemarin. Sebuah surel yang isinya sejumlah data orang hilang se-Indonesia di tahun 2030-2035. 2035 adalah tahun dimana hansip mendengar suara tangisan anak kecil samar-samar di dalam toko. Dia (Quora) mengirimkannya dalam margin 6 tahun sama seperti perintah Pak Sumi. Terdapat 24 orang hilang, 18 orang merupakan wanita, 3 orang dari 24 orang adalah seorang anak kecil, dan tidak ada anak kecil perempuan sama sekali. Kemudian Pak Sumi melihat detail laporannya sekali lagi, dan ditemukan bahwa dari 18 wanita yang hilang, ada dua wanita hamil dan ternyata kedua wanita itu satu kartu keluarga. Setelah melihat hal itu Pak Sumi langsung ke kantor, menghadap Pak Warno yang seorang kepala kantor.
"Iya masuk." Kata Pak Warno dari dalam.
"Izin memberikan laporan pak, untuk menindaklanjuti pembicaraan kita minggu lalu.." Kata Pak Sumi terputus.
"Oh datanya sudah ketemu? mana? berikan padaku." Kata Pak Warno.
Pak Warno membaca laporan Pak Sumi.
"Hei hentikan nada bicara formalmu itu sum, tidak ada orang lain disini, tolong tutup kembali pintunya." Kata Pak Warno.
"Haha, ternyata memang benar ada dua orang. Ya aku gak terbiasa loh War." Kata Pak Sumi sambil menutup pintu.
Pak Sumi dan Pak Warno adalah teman waktu kecil.
"Haha... ya kalau begitu, sayang ya kita tidak bisa menyelamatkan yang satunya." Kata Pak Warno.
Yang dimaksud oleh Pak Warno adalah bangkai anak-anak yang ada satu ruangan dengan Marie.
"Tapi masih ada kemungkinan kalau ini bukan anak yang kutemukan." Kata Pak Sumi sambil menunjuk data wanita hamil yang ada di kertas yang sedang dibicarakan mereka berdua.
"Intuisi saya mengatakan kalau ini benar-benar Marie, anakmu." Kata Pak Warno.
"Anak?" kata Pak Sumi sedikit bingung.
"Ah, Raymond bilang ke saya tempo hari." Kata Pak Warno.
Hal ini tidak mengejutkan mengingat Raymond juga teman mereka. Lebih tepatnya dulu mereka bertiga adalah teman tiga serangkai. Kemana-mana selalu bersama, hingga mereka mendapat julukan "Semanggi berdaun tiga" oleh orang-orang sekitar. Suatu saat mereka menempuh jalan mereka sendiri-sendiri dan dipertemukan kembali saat sudah 'jadi orang'. Memang dunia itu sempit.
"Ah masalah anak itu, pokoknya sebelum aku temukan orang tua biologis anak itu, dia belum menjadi anak ku." Kata Pak Sumi.
"Kalau begitu tunggu apa lagi, cari lah!" Kata Pak Warno dengan nada mengejek.
"Tapi untuk urusan perizinan dan lain-lain? lagi pula aku juga masih ada tugas lain." Kata Pak Sumi.
"Maksudmu Tugas administrasi? Sumi, kamu itu Kepala Sub-bagian Intel, kamu bisa kan cari alasan buat keluar?" Kata Pak Warno.
"Loh anda itu atasan saya, kenapa menyuruh anak buahnya berbohong?" Ejek Pak Sumi.
Mereka berdua tertawa.
"Hahaha... ya maksudku bukan begitu, kau tahu sum, saat rapat para kepala kantor, aku jelaskan masalah ini, dan responsnya positif. bahkan secara pribadi Kapolri (Kepala Kepolisian Pusat) menyuruh ku mendalami kasus ini." Kata Pak Warno.
"Hoo, seems like it's a big tuna." Kata Pak Sumi.
"Ya bisa juga seperti itu, mungkin kita bisa menyelesaikan masalah nasional." Kata Pak Warno.
Ada kejanggalan diantara tahun itu (2035). Sepanjang tahun, mulai 2033 angka orang hilang secara nasional berkurang sangat signifikan. Memang kelihatannya ini adalah hal yang positif, namun pihak kepolisian sama sekali tidak melakukan apa pun dalam masalah ini. Hal ini seperti 'stop dengan tiba-tiba'. Saat suatu hal berubah dan bukan kita yang mengubahnya, maka ada hal lain yang mengubahnya.
"Ya, aku kira juga begitu, eh berarti boleh aku cuti nih?" Kata Pak Sumi.
"Boleh... Dengan catatan maksimal 5 hari." Kata Pak Warno.
"Hm, kerja ya?" Rayu Pak Sumi.
"Terserah, lima hari kerja juga bisa." Kata Pak Warno.
"Oke bos." Kata Pak Sumi senang.
"Ah iya, mau sendiri atau ku suruh Pak Ambar?" Kata Pak Warno
"Untuk masalah ini sendiri saja... Terlebih kemungkinan ikan 'tuna' kan? Mungkin ada beberapa prosedur yang ku langgar. Sial keceplosan." Kata Pak Sumi.
"Kalau menyangkut masalah nasional aku beri pengecualian untuk hal ini." Jawab Pak Warno singkat.
...
Pak Sumi mengendarai mobil ini lagi. Mobil yang sama ketika ia menemukan Marie. Butuh beberapa jam untuk sampai di lokasi penyelidikannya dan dia telah menetapkan tempat yang akan ditujunya, itu adalah Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bojonegoro. Butuh waktu lumayan lama untuk sampai disini.
"Marie akan baik-baik saja kan di rumah?" Gumam Pak Sumi saat berkendara.
Beberapa hari lalu kondisi Marie telah cukup normal untuk mendapat perawatan di rumah. Otoritas Raymond hanya mampu menampung Marie selama 10 hari ditambah memberikan satu perawat eksklusif (Risa). Karena itu pula Bu Rati mengusulkan untuk secepatnya dilakukan operasi agar hari-hari selanjutnya Marie bisa beristirahat/memulihkan badannya.
Hari Sebelumnya Marie 'pulang' ke rumah Pak Sumi. Namun, ada hal yang tidak seperti biasanya. Marie tidak lagi atraktif seperti biasanya. Dia terlihat lebih tenang. Tatapannya kosong, dan tidak melakukan apa-apa. Ini adalah efek dari perawatan di rumah sakit yang membuat dirinya bisa beristirahat. Setelah dia sampai di rumah Pak Sumi, Marie yang duduk di kursi roda hanya diam membisu. Bu Rati dan Pak Sumi telah berusaha untuk berkomunikasi dengannya, namun semua gagal, tidak ada respons yang mereka dapatkan.
Bu Rati berkata bila kediaman (sifat diam) Marie sangatlah normal. Bagi seseorang yang kehilangan setengah tubuhnya (karena amputasi operasi dan hal yang terjadi di masa lalu) pasti membuat fungsi tubuhnya menurun. Selain itu, Paksaan di masa lalu yang membuat Otak Marie mengirimkan sinyal 'tetap terjaga dan tersenyum' membuat semua organ kelelahan. Dalam Beberapa tahun sebelum ini, mungkin semua organnya bekerja non-stop untuk tetap hidup. Baru beberapa hari ini Marie bisa beristirahat.
Seseorang dengan satu tangan dan kaki, satu mata (salah satu Mata Marie diamputasi karena infeksi), rambut gundul dan setengah otak (serebrum, setengah otak Marie juga diamputasi) dulu setengah otaknya sudah dihinggapi oleh belatung. Pasti hal itu sakit sekali. Kemungkinan hal itulah yang membuat Marie bisa terjaga sangat lama, terjaga karena rasa sakit.
Kini otak anak itu tinggal setengah. Saat dirawat di rumah sakit dia tidak melakukan apa-apa selain bercengkerama (baca: melihat orang berbicara) dengan perawatnya, Risa.
Setelah memikirkan hal itu di kepala plontosnya, Pak Sumi tiba di Kantor Disdukcapil Bojonegoro. Pak Sumi masuk ke kantor dan menyatakan keperluannya. Beliau juga menunjukkan lencana dan tanda pengenal kepolisian.
Akhirnya dia tahu dimana lokasi sebenarnya dari dua wanita hamil itu, mereka di Pemakaman desa. Kedua wanita itu telah mati baru beberapa hari yang lalu. Catatan sipil menunjukkan mereka berdua mati gantung diri.
Pak Sumi lalu meminta alamat terakhir kediaman mereka (mereka berdua hidup di rumah yang sama). Tanpa berpikir panjang Pak Sumi bertindak cepat menuju ke lokasi yang ditunjukkan. Baru akan keluar dari tempat parkir, telepon pintar Pak Sumi berdering.
"Assalamualaikum pak." Suara di telepon.
Pak Sumi kenal Suara itu, itu adalah suara Bu Rati.
"Waalaikumsalam, iya buk, ada apa?" tanya Pak Sumi.
"Aku mau pergi takziah boleh pak?" kata Bu Rati.
"Loh, siapa yang meninggal?" kata Pak Sumi setengah kaget.
"Risa." Jawab Bu Rati singkat.
"Risa? Risa siapa?" tanya Pak Sumi.
"Perawatnya Marie dulu." Kata Bu Rati.
"Innalillahi, meninggalnya kenapa buk?" tanya Pak Sumi kaget.
"Katanya, penyakit asmanya kambuh pak." Jawab Bu Rati.
"Ya Allah, eh bentar buk..." tanpa disadari suara klakson mobil bersahutan dari belakang. Pak Sumi menghalangi pintu keluar. Pak Sumi menyetir keluar dari tempat parkir dan parkir di bahu jalan.
"...Buk, lalu Marie ditinggal sendiri? halo? halo? buk?" sahut Pak Sumi karena Telepon terputus.
Kemudian Pak Sumi menelepon lagi.
"Tuut... tuut..*grep (suara telepon tersambung)
"Halo buk, assalamualaikum.. buk!?" Kata Pak Sumi panik.
Tidak ada jawaban walau Pak Sumi yakin teleponnya sudah terangkat.
"Hal-" Kata Pak Sumi terputus.
*Hiks... hiks (suara tangisan anak kecil)
"Itu siapa? halo buk, ibuk?" kata Pak Sumi panik.
"Ah maaf pak, maaf, aku ganti pakaian tadi dan meninggalkan ponselku di samping Marie. Kita ada di kamar." Kata Bu Rati tiba-tiba terdengar.
"Loh, bentar, itu yang menangis Marie!? Marie menangis!? bukannya dari kemarin dia diam terus?" Kata Pak Sumi makin bingung.
"Ee, aku juga baru tahu kali ini pak. Ini pertama kali dia menangis." Kata Bu Rati.
Tangisan Marie mengeluarkan air mata yang merembes keluar dari mata, disertai isak tangis kecil.
"Pokoknya sekarang, kamu mau meninggalkan Marie Sendirian?" tanya Pak Sumi.
"Nah itu dia pak, rencana, aku mau menidurkan Marie pakai CTM, aduh aku juga bingung, bagaimana ya pak?" tanya Bu Rati bimbang.
"Hm, bagaimana ya.. aku kok lebih-" Kata Pak Sumi terputus karena Bu Rati.
"Pak! pak! Marie ngomong (bicara), Marie ngomong, Ya Allah." Kata Bu Rati kegirangan.
"Hei bicara yang benar? apa.. apa yang terjadi buk? buk? ibuk!?" Kata Pak Sumi.
Pak Sumi makin bingung apa yang terjadi. Pasalnya, telepon masih tersambung tapi Bu Rati meninggalkan telepon genggamnya.
"Pak, dia menangis sambil sayup-sayup memanggilku ibu." Kata Bu Rati.
"Begitu ya, Hm mungkin ingatan dia telah kembali." Kata Pak Sumi.
"Tidak, bukan begitu pak. Dia tidak mendapatkan ingatannya kembali, melainkan dia memiliki tubuhnya kembali." Jelas Bu Rati.
"Maksudnya?" Tanya Pak Sumi.
"Setengah otak Marie dulu dikerumuni belatung kan? setelah kami hilangkan setengah otak yang rusak, setengahnya yang lain bisa berfungsi normal, ya meski kata normal tidak tepat juga digunakan, tapi its better than before, i though." Kata Bu Rati.
"Ee.. entahlah apa maksudmu, bentar, lalu setengah otaknya sekarang diisi apa?" Kata Pak Sumi yang sekilas seperti orang bodoh.
"Secara teknis kosong pak." Jawab Bu Rati.
"Secara teknis?" Tanya Pak Sumi.
"Ya, meskipun kadang terjadi anomali (keanehan), soalnya kasus seperti ini juga baru pertama kali kami hadapi, jadi kami pun tidak tahu pasti apa yang terjadi selanjutnya." Tandas Bu Rati.
"Anomali? maksudnya? ee, kok bisa." Kata Pak Sumi.
Pak Sumi hanyut dalam obrolan, Bu Rati berbicara sambil mengelus kepala Marie yang kini duduk di pangkuannya.
"Waktu CT Scan keempat, otaknya penuh seperti tidak ada yang dibuang, namun kembali menjadi setengah setelah CT Scan kelima (terakhir)." Jelas Bu Rati.
"Hm, ya apa pun itu sekarang tolong jangan keluar dulu, atau memberi CTM ke anak itu. Kita harus menjaga psikologis anak itu biar stabil... bisa di dekat 'ibunya'" Kata Pak Sumi.
"Ya, ada benarnya sih, baik pak aku gak jadi keluar. Ah, cepat selesaikan penyelidikanmu pak." Kata Bu Rati.
"Iya, Assalamu-" Kata Pak Sumi, akan mengakhiri pembicaraan.
"Eh bentar pak, aku lupa, sudah sarapan kan?" Tanya Bu Rati.
"Aku pikir lupa apa buk-buk, belum, ini mau beli sarapan." Kata Pak Sumi setengah bohong, bilamana tidak diingatkan Bu Rati sarapan, mungkin dia tidak sarapan.
"Ehehe, Assalamualaikum." Kata Bu Rati.
"Waalaikumsalam." Jawab Pak Sumi.
Panggilan diakhiri.
"Ha, senang sekali hati Arianti karena dapat seorang putri (Marie)." Kata Pak Sumi dalam hati.