Chereads / My Slave, My Servant, My Daughter / Chapter 12 - Ungkapan Pengadilan

Chapter 12 - Ungkapan Pengadilan

Dalam kondisi Marie yang tertidur, Bu Rati menggendong Marie ke tempat penitipan anak di rumah sakit. Marie lalu direbahkan diatas permadani. Marie disana tidak sendiri, dia bersama 17 anak lainnya yang silih berganti menempati ruangan berukuran 10 x 10 meter tersebut. Ruangan itu adalah surga bagi anak-anak kecil. Taman bermain, buku dan pensil gambar, sampai tempat tidur (permadani tebal dan besar) ada disana. 5 orang pegawai perempuan dewasa dan dua CCTV, disana dianggap mampu untuk menampung anak sebanyak itu.

Dengan dititipkannya Marie disana, Bu Rati bisa bekerja, dengan perut kosong. Pasien kali ini tengah menjalani operasi yang ke tiga kalinya. Disini Bu Rati Berperan penting dalam suksesnya operasi. Dia datang tepat waktu.

Marie sedang tertidur pulas di permadani itu ditemani ke tujuh belas anak lainnya. Tentu Marie menjadi pusat perhatian semua anak. Semua aktivitas yang dilakukan semua anak sempat terhenti. Mereka fokus pada Marie. Akhirnya Marie Terbangun dan melihat sekitar, terdapat banyak akan kecil di sekitarnya. Dia teringat apa yang terjadi saat masih di ruangan milik Pak Sunandar. Marie tersakiti. Tapi tidak kali ini. Marie melihat mereka baik-baik saja, tidak tersakiti ataupun menyakiti.

Seorang anak kecil mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka menjaga jarak bukan karena takut, tapi mereka belum tahu apa itu Marie. Sekali mereka sudah mengetahui Marie, mereka mengajaknya bermain. Para pengawas jadi kerepotan terhadap rasa ingin tahu anak-anak kecil itu, karena cenderung merusak. Mereka senang berjumpa dengan orang yang tidak pernah mereka temui sebelumnya.

Berkali-kali para perawat menghalau gerombolan anak kecil untuk menyentuh perban di area kepala, perut hingga ke bawah. Namun Marie tidak terganggu dengan semua sentuhan itu. Malah dia merasa bahagia, bisa bercengkerama dengan anak seusianya – hal yang pernah dilakukan Marie dulu, dengan suasana dan konteks yang sangat berbeda – yang tidak merasa terganggu akan kehadirannya. Terlebih, selalu ada sesuatu yang mengganggu Marie saat bertemu setiap anak kecil seusianya. Itu adalah dirinya sendiri.

...

Akhirnya kedua polisi paruh baya itu kembali ke kantor setelah satu jam perjalanan dengan mobil dinas. Pak Sumi, tanpa membuang-buang waktu, langsung memeriksa ulang semua bukti yang berkaitan dengan Marie. Yang pertama adalah Berita Acara penyelenggaraan interogasi saksi yang ada di toko bordil. Tidak tanggung-tanggung, Pak Sumi menghabiskan 19 video wawancara dengan rerata (rata-rata) waktu masing-masing 15 menit. Dia seperti orang yang lagi maraton film dewasa, karena sangat antusias menatap layar laptopnya.

"Pak, Lagi ngebokep (1)?" Kata Quora yang dari tadi memerhatikan ketuanya sedang menonton sesuatu di laptop kerjanya dengan mata melotot disaat semua orang telah pulang.

"Anggota, bahasanya tolong... pekok (2) kok dipelihara, cina-cina." Kata Seseorang datang dan memukul kepala Quora yang dinilai tidak sopan.

Pak Warno yang juga datang ke ruangan Pak Sumi.

"Eh! sore pak (lalu menujukan pose 'sikap hormat') ya bapak juga tolong jangan rasis seperti itu pak." Kata Quora.

"Lah kamu ini bagaimana... Aku kan juga cina." Pak Warno mengelak.

"Iya juga ya... ah maaf Pak ketua..." Kata Quora kepada Pak Sumi.

"Ahaha tak apa, omong-omong ada apa Pak, Quora?"

"Tidak ada apa-apa, jadi sudah ketemu yang kamu cari?" kata Pak Warno.

"Ke-19 video wawancara tidak berguna... mungkin akan ku cari lagi selanjutnya." Kata Pak Sumi tanpa melihat mereka dan tetap melihat laptopnya.

"Video wawancara?" Kata Pak Warno.

"Ah maksudku interogasi... pas pertama kali di rumah bordil itu." Kata Pak Sumi.

"Oh itu maksudmu... aku juga tidak begitu mengingatnya sih, tapi kalau sampai interogasi beberapa cewek 'penyakitan' itu tidak ada yang tahu tentang Marie... langsung saja ke bagian selanjutnya." kata Pak Warno.

"Yap seperti biasa, dari dulu pikiran kita selalu sama... aku akan melanjutkannya dengan mengulang rekaman penyelidikanku." Kata Pak Sumi dengan tersenyum.

"Ah itu... yang kau masukan ke perut?" Kata Pak Warno

"Ya... sebenarnya aku tidak mau melakukannya karena terlalu lama durasinya... tapi mungkin bisa kalau hanya diputar di bagian penting." Kata Pak Sumi tidak patah semangat.

"Ee... pak ini lagi membahas soal apa?" Kata Quora yang seperti tidak diikutkan dalam perbincangan.

"Anak kecil tidak usah ikut campur." Kata Pak Sumi.

"Iri bilang bos." Kata Pak Warno.

"Pak Ketua saya iri." Kata Quora kepada Pak Sumi.

"Hei aku bosmu!" Kata Pak Warno.

Mereka bertiga tertawa di kantor yang hampir kosong, karena sekarang sudah lewat 30 menit sejak jam pulang. Quora datang ke ruangan Pak Sumi karena bermaksud untuk menegur (baca: menyapa) Pak Sumi yang tidak kunjung pulang, Sedangkan Pak Warno datang ingin mengetahui kabar Pak Sumi. Apakah dia (Pak Sumi) bekerja memaksakan tubuhnya lagi. Lagi. Seperti dulu saat dia (Pak Sumi) melamar Bu Rati.

"Sum, kali ini aku tidak bisa menemanimu sampai selesai, ada janji dinner dengan bini (Istri) dan anak-anak malam ini." Kata Pak Warno.

"(menganggukkan kepala) Ya pak." Jawab Pak Sumi singkat.

Merasa tidak enak, Pak Warno menyuruh Quora mendampingi Pak Sumi.

"Ah Quora, kamu tidak ada acara malam ini kan?" Kata Pak Warno.

"Eh... saya... Ah ada pak itu... emm... Ah! mau dinner juga dengan Rani (pacar Quora yang di Ch. 1.4)." Kata Quora mengelak.

"Aduh Quora... dia nanti lagi dinner sama keluarganya." Kata Pak Warno.

"Bapak kok ta... oh iya sih hehe, kan neng Rani Putri bapak..." Kata Quora.

"Punya ca- anggota kok gini amat ya... pokoknya, Quora!" Kata Pak Warno dengan tegas.

"Siap Pak." Quora berpose hormat.

"Aku tugaskan kamu untuk menemani Pak Sumi sampai selesai. Kamu bebas melakukan apa saja di kantor tapi jangan sampai ditinggal (Pak Sumi). Mengerti anggota?" Kata Pak Warno

"Siap Pak... ah Pak! izin bertanya." Kata Quora.

"Apa... cepat bicara." Kata Pak Warno

"Dengan tidak mengurangi rasa hormat, apakah ini akan memengaruhi restu bapak kepada saya untuk melamar anak bapak?" Kata Quora dengan muka setebal dinding batu bata (tidak tahu malu).

"Misi ini gagal... anakku ku jodohkan dengan yang lain... banyak yang antre." Kata Pak Warno.

"Siap laksanakan Pak!" Kata Quora.

Begitulah, jadi sekarang ada 2 orang yang ada di dalam kantor selain pak satpam yang berada di depan. Pak Sumi, dengan earphone terpasang sejak 3 jam yang lalu, tanpa henti memandangi layar laptop dan mendengarkan rekaman yang berjumlah hingga beberapa hari itu. Quora dengan santai bermain gim daring di meja kerjanya mendampingi Pak Sumi.

Empat jam beralu dan Pak Sumi berhasil mendengarkan rekamannya yang durasinya berhari-hari itu. Sedikit yang dapat dijadikan bukti kalau Marie adalah iblis. Itu pun didapat dari arti eksplisit kata-kata Pak Awan yang tentu tidak berdasar. Namun, Pak Sumi kini mengerti jika sudah ada dua orang yang telah menyebut Marie itu iblis.

Hanya ada satu bukti relevan lainnya yang tersisa, yaitu surat itu. Sedari awal mulai siang tadi, sampai malam ini surat itu tetap tergeletak di atas meja kerja Pak Sumi. Berapa kali pun Pak Sumi memandang, melihat surat itu, itu hanya surat cinta (atau surat permintaan maaf) biasa. Hingga Saat ini, semua metode pemecahan kode (dekripsi) telah digunakan Pak Sumi dan hasilnya tetap nihil.

Pak Sumi termenung. Anggapan Marie sebagai iblis bertentangan dengan apa yang selama ini dilihat dan dirasakan Pak Sumi. Oleh karena itu, dia sangat getol ingin membuktikan bahwa anggapan Marie adalah iblis itu salah.

Diluar dugaan Pak Sumi, kerja seperti itu membutuhkan banyak tenaga. Berkali-kali dia hampir kalah dengan rasa kantuknya yang dari sore hari terus mengganggu. Tidak tahan dengan semua itu, Pak Sumi menyuruh Quora yang sedang "Push rank" untuk membuatkannya segelas teh panas. Pak Sumi tidak suka kopi. Sekali minum kopi, dia bisa terjaga dua hari dua malam.

Dengan ogah-ogahan Quora membuatkan segelas teh. Dia menuju Pantry kantor dengan HP-nya yang masih menyala. Quora sedang bermain sebuah permainan yang tidak mungkin di jeda (Pause) jadi ia berjalan menuju Pantry dengan masih bermain gimnya.

Sangat tidak fokus. Quora ditegur oleh pria paruh baya yang sedang setengah sadar itu – pak sumi – karena tidak hati-hati dan tidak memprioritaskan pekerjaan daripada permainan itu,

"Argghh!" Kata Pak Sumi kepanasan.

Segelas teh panas itu terjatuh dari tangan Quora dan mengenai Pak Sumi yang sedang mengangkat-angkat barang bukti (surat). Pak Sumi kepanasan.

"Ah maaf pak! Sa-saya ambilkan lap sebentar." Kata Quora gugup.

Pak Sumi menggerutu dalam hatinya dan mengutuk tindakan Quora yang telah menyiram badannya dan dengan teh. Terlebih lagi dia telah merusak barang bukti (meskipun barang bukti itu telah dibawa ke pengadilan sidang dan secara teknis menjadi barang yang tidak berguna dalam kasus Pak Sunandar dan hanya berfungsi sebagai arsip pihak kepolisian).

Namun semua berubah total, mungkin Pak Sumi akan berterima kasih kepada Quora seumur hidupnya. Hal itu dikarenakan Surat yang terkena noda cipratan air teh menunjukkan ada bait-bait lain yang disembunyikan. Pak Sumi tercengang melihat semua ini.

Adrenalin yang memuncak, membuat rasa kantuk dan lelahnya hilang untuk sementara, fokus tubuh dan pikirannya teralihkan kepada surat itu. Pak Sumi berteriak meminta Quora menyiapkan teh sekali lagi, bukan untuk diminum, tetapi untuk disiram ke surat itu.

Menurut analisa Pak Sumi, ada dua kemungkinan alasan isi surat itu bisa terlihat karena teh. Yang pertama adalah surat itu diketik dengan menggunakan 'font color putih' pada aplikasi komputer dan entah bagaimana bagian depan setiap huruf dilapisi dengan lapisan lilin yang sangat tipis. Maka saat ada cairan panas yang terkena surat itu, lilin-lilin di atasnya akan luluh.

Yang kedua adalah huruf yang baru muncul karena noda teh adalah huruf hasil ketikan dengan mesin tik yang sengaja tidak diberi tinta, jadi hanya akan menyisakan 'patern' atau bentuk huruf (tanpa tinta). Kemudian dibiarkan selama beberapa waktu untuk menghilangkan bekas ketikan dan menjadi sangat-sangat samar. Tercetak dengan samar-samar dan terlihat karena noda bekas teh.

Melihat sebagian isi surat yang diberi noda teh, membuat pikiran Pak Sumi menjadi lebih yakin. Dia lebih yakin terhadap putrinya. Dia Percaya pada Marie. Dia percaya kalau Marie adalah pembawa berita buruk!

Intuisi Pak Sumi mengatakan bahwa istrinya sekarang dalam bahaya.

Lalu pria itu membuang surat itu ke meja dan duduk merenung, merundung. Pikirannya terbang ke mana-mana. Angan Pak Sumi lalu menghilang lantaran suara dering HP-nya. Lawan bicara Pak Sumi mengaku kalau dirinya merupakan pegawai Rumah sakit tempat Bu Rati bekerja. Orang itu mengatakan jika Bu Rati sedang terbaring di Ruang Pasien lantaran penyakit maagnya kambuh. Tanpa membuang-buang waktu lagi Pak Sumi segera menuju ke Rumah Sakit. Tinggal Quora Sendiri di Kantor.

Pikiran Pak Sumi kacau tidak karuan. Hampir saja dia menabrak pejalan kaki saat tidak menyadari jika lampu lalu lintas sedang merah. Dia hanya berpikir apakah yang dibicarakan mereka semua benar? Apa Marie itu iblis? Makna apa yang terkandung dalam kata 'iblis' ini? apa bagi mereka yang jahat Marie adalah iblis? Jika hal ini benar, apa berarti... bagi orang baik dia itu malaikat? Lalu kenapa Malaikat menyerang orang baik seperti Bu Rati? Sampai pada kata Bu Rati, Pak Sumi ingat jika apa pun penyebabnya, Istrinya sedang terbaring di Rumah Sakit sekarang. Itu yang harus diprioritaskan, hadirnya suami disamping istri yang sedang terbaring sakit.