Felix bersedekap sambil menatap Reinaldi. Mereka sedang menunggu Renata yang masih dalam perjalanan menuju tempat mereka berkumpul.
"Hei," Renata menepuk pundak Felix, cowok itu tersenyum tipis.
"Kalian udah lama nunggunya?"
"Lama banget." Sahut Felix ketus.
"Ga kok." Jawab Rei dengan suara yang lebih keras dari Felix membuat suara ketus cowok itu sedikit tersamarkan.
Felix mendengus.
"Kok lo judes banget sih? Dari dulu ga pernah berubah deh." Kata Renata bercanda.
"Beginilah gue." Sahutnya tidak peduli. Cowok itu menyesap lattenya dan memandang keluar kafe.
Renata terdiam dan Reinaldi dapat melihat wajah muram Renata. Dia lalu menendang kaki Felix membuat Felix memelototinya tidak senang.
Reinaldi kemudian mencoba mencairkan suasana dengan menawarkan Renata minuman kesukaannya, strawberry squash. Wajah cewek itu sedikit berubah menjadi ceria.
"Jadi inget dulu ya. Waktu jaman sekolah, waktu kita kumpul bareng di OSIS." Kata Renata.
Reinaldi mengangguk-angguk.
"Yang lain gimana kabarnya, ya?" Renata bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
"Gue cuma tahu kabar Angeline aja, terakhir dia kuliah ke Inggris, dapet beasiswa. Oh, ya sama Riany, sekarang udah jadi selebgram." Kata Reinaldi.
"Oh, iya. Riany. Gue pernah ketemu dia di PIM deh, tambah cantik sekarang."
"Lo juga tambah cantik kok, Ren." Kata Reinaldi membuat Renata tersipu.
Sementara Felix terus menerus merutuk dalam hatinya. "Lo itu udah punya pacar, Rei."
Felix bangkit dari duduknya, "Gue mau ke toilet."
Renata dan Reinaldi mengangguk.
Sepeninggal Felix, Renata menatap Reinaldi, bertanya-tanya kenapa sepanjang hari ini wajahnya Felix ditekuk begitu. Dan Reinaldi beralasan kalau Felix sedang pusing menghadapi begitu banyak presentasi.
***
"Berani-beraninya dia ngegodain Renata disaat dia udah punya pacar." Felix ngomong sendiri didepan cermin toilet.
Pertemuan mereka hari ini bukanlah keinginan Felix. Felix sengaja ikut hanya karena dia tidak bisa membiarkan Reinaldi hanya berduaan dengan Renata yang bisa mengundang salah paham orang-orang yang mengenalnya.
Dia benar-benar tidak habis pikir dengan Reinaldi. Kalau dia tertarik pada Renata, setidaknya dia harusnya memutuskan hubungan dengan Firly terlebih dulu. Bukannya main dibelakang cewek itu. Felix tidak bisa membayangkan betapa kecewanya Firly kalau tahu Reinaldi diam-diam bertemu cewek lain dibelakangnya.
***
"Fir, kita nongkrong disitu, yuk. Desertnya enak-enak loh." Raya menunjuk kafe bertema minimalis yang tidak terlalu ramai itu. Firly mengangguk, awalnya dia tidak menyadarinya namun wajahnya berubah pias saat dia melihat siluet orang yang dikenalnya dengan baik sedang tertawa bersama seorang cewek. Itu Reinaldi.
Renata disebelahnya duduk dekat sekali dengan pacarnya itu dan mereka kelihatan bahagia.
Firly ingat sekali saat dia mengajak cowok itu untuk jalan siang ini, cowok itu beralasan akan mengantar mamanya, tapi apa yang sekarang dia lihat sangat berbeda.
Raya dan Stevia yang berada dibelakangnya bertanya-tanya kenapa Firly tampak syok, mereka memandang kafe itu dan menemukan Reinaldi, teman sekelas mereka di fakultas hukum yang sedang bermesraan bersama cewek lain.
"Itu, Reinaldi kan?" Tanya Stevia memastikan. Takut dia dan Raya salah lihat.
Firly memegang erat tasnya, karena terlalu syok, otaknya tidak mampu berpikir lagi.
***
Felix sedang melap tangannya dengan tissue dan berjalan kembali ke kafe saat matanya melihat Firly yang berdiri terpaku di depan kafe mereka nongkrong.
Dan tepat saat Felix menatapnya, Firly mengalihkan pandangannya dan menatap Felix dengan wajah terluka. Firly merasa terkhianati.
"Fi... Firly?" Felix menelan ludahnya. Akhirnya hari ini tiba juga, hari dimana Reinaldi pasti akan ketahuan oleh Firly.
"Felix lama banget ya," Kata Renata sambil menatap keluar kafe, dia melihat Felix yang berdiri tidak jauh dari kafe sedang memandangi seseorang dari sisi lain kafe. "Eh, itu dia. Tapi, itu siapa?"
Reinaldi ikut menatap keluar kafe dan wajahnya berubah pucat melihat Firly berada diluar kafe.
"Firly?" Reinaldi bangkit dari duduknya membuat Renata bertanya-tanya. Apa yang tidak dia ketahui selama ini?
Firly kelihatan bingung dengan apa yang dia lihat barusan. Dia memandang Felix lalu Reinaldi yang menatapnya dengan wajah terkejut. Sementara Raya dan Stevia memeganginya dari belakang, takut kalau-kalau temannya itu pingsan saking syoknya. Tapi alih-alih pingsan, Firly berbalik dan berlari meninggalkan kafe itu. Dia merasa tidak percaya akan apa yang dilihatnya barusan.
Melihat Firly berlari, Felix mengejarnya, begitu juga Reinaldi. Dia meninggalkan Renata yang kelihatan bingung.
Felix menuruni eskalator dengan tergesa-gesa sampai-sampai dia hampir terpeleset. Sampai dilantai bawah, dia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru dan menemukan Firly yang berjalan dengan langkah cepat menuju pintu keluar.
"Fir, dengar dulu, Fir." Felix memegangi tangan Firly supaya cewek itu berhenti.
"Lepasin tangan aku, Lix. Tolong."
"Apa yang lo liat itu ga benar. Cewek itu teman SMA kami."
Firly masih berusaha mati-matian melepaskan pegangan tangan Felix dari pergelangan tangannya.
Wajah Firly kelihatan sembab. Pasti sepanjang turun dari lantai 2 mall itu dia menangis. Beberapa orang memperhatikan mereka dan saling berbisik.
"Lix, tolong lepasin. Aku mau pulang."
"Tapi, lo harus dengerin penjelasan dari gue dulu."
"Kamu ga perlu jelasin apa-apa, Lix. Yang seharusnya memberikan penjelasan adalah Reinaldi." Kata Firly. Felix tertegun.
"Lepasin tangan dia, Lix " Reinaldi muncul dan melepaskan pegangan tangan Felix dengan paksa. Setelah pegangan tangannya lepas, Reinaldi membawa Firly menjauh dari tempat itu ke tempat yang lebih sepi.
Felix memandang kepergian mereka berdua dengan wajah yang sukar dilukiskan. Ada pertanyaan besar yang terus berkecamuk didalam pikirannya.
Kenapa dia harus peduli kalau Firly kecewa padanya? Untuk apa dia berusaha mati-matian memberi penjelasan pada cewek itu disaat seseorang yang wajib menjelaskan semuanya adalah Reinaldi.
Renata menghampiri Felix yang masih berdiri ditempatnya.
"Lo ngapain disini?" Renata menatap sekelilingnya. Felix tidak menjawab.
"Reinaldi mana? Terus cewek tadi itu siapa?"
"Dia pacarnya Rei."
"Eh?"
***
Firly menghentakkan pegangan tangan Reinaldi yang begitu kasar.
Reinaldi berbalik dan menatap Firly yang kini balas menatapnya dengan wajah kecewa.
"Aku... tahu kalau kamu kecewa. Kamu boleh marah. Tapi yang tadi itu tidak seperti yang kamu pikirkan."
"Lalu apa?"
"Dia adalah teman sekolah kami dulu dan bertemu untuk ngobrol-ngobrol bersama."
"Apa harus semesra itu?"
"Kamu salah paham, Fir. Makanya dengarkan dulu penjelasanku."
"Stop, Rei. Aku udah ga mau dengar penjelasan kamu lagi disaat aku udah ngeliat sendiri. Belakangan ini teman-teman kita membicarakan kamu, mereka bilang kalau kamu selingkuh, dan aku dengan bodohnya membelamu mati-matian didepan mereka karena aku percaya sama kamu. Aku benar-benar merasa dibodohi."
Firly terisak. Reinaldi berusaha memeluk cewek itu, namun Firly menolaknya.
"Mari kita sudahi saja. Aku udah ga bisa lanjutin lagi hubungan kita kalau seperti ini. Aku udah ga bisa percaya sama kamu seperti dulu lagi."
"Tapi, Fir...," Reinaldi memegang tangan Firly dengan wajah memohon. "Plis sayang, jangan seperti ini."
Namun Firly sekali lagi melepaskan tangan Reinaldi dan meninggalkan cowok itu yang menatapnya dengan wajah penuh penyesalan.