Bertahun-tahun berlalu setelah itu.
Disuatu siang yang cerah. Felix menerima pesan dari sebuah nomor tidak dikenal. Meski enggan, namun dia membuka pesan itu yang ternyata dari Firly.
Setelah sekian lama, cewek itu mengajaknya bertemu di kantin rumah sakit, karena dia tahu kalau Felix pastilah sibuk sekali dengan pekerjaannya sebagai dokter.
***
"Bagaimana kabarmu?" Tanya Felix.
"Baik." Firly tersenyum. Felix memandangnya. Cewek itu tidak banyak berubah, hanya terlihat lebih dewasa dari segi penampilan.
"Gimana pekerjaan sebagai dokter?"
Felix berpikir sejenak. "Melelahkan."
Firly tertawa. Felix ikut tertawa. Sejujurnya, kenapa juga dari awal dia ingin sekali jadi seorang dokter padahal dia tahu kalau dokter itu adalah pekerjaan yang melelahkan. Yah, waktu itu sebenarnya Felix dan Reinaldi membuat sebuah permainan, dimana sebuah botol mereka isi dengan nama fakultas untuk menentukan akan kuliah difakultas mana mereka. Kertas kocokan Reinaldi keluar fakultas hukum sedangkan Felix fakultas kedokteran. Mereka melakukan hal yang sama untuk memilih universitasnya, dengan mengumpulkan nama universitas di Jakarta keluarlah nama Untar.
Sebuah tindakan random yang belakangan sedikit disesali oleh Felix. Harusnya menentukan jurusan kuliahnya dilakukan dengan benar dan sesuai passionnya. Namun, waktu itu mereka hanyalah anak SMA yang masih belum terpikirkan akan jadi apa, tapi desakan dari orang tua yang ingin mereka kuliah, membuat mereka akhirnya melakukan permainan tersebut.
"Reinaldi, dia sudah menikah, ya."
Felix menatap Firly. Sahabatnya itu sudah menikah akhir tahun lalu dengan Renata tentunya. Di resepsi pernikahan yang digelar dengan begitu mewah itu, Felix tidak melihat adanya Firly diantara ratusan tamu undangan.
"Aku ga sempat datang waktu itu soalnya aku ada di luar negeri. Kalau kamu ketemu dia tolong sampaikan ucapan selamat dariku, ya."
Felix mengangguk.
"Kamu sendiri belum menikah?" Tanya Felix. Suaranya terdengar sedikit aneh saat menanyakan hal tersebut pada Firly.
Ditatapnya Firly yang balas menatapnya. Ada sedikit keinginan bahwa cewek itu akan menjawab tidak. Namun, Firly tersenyum dan merogoh tasnya.
"Kebetulan kamu bertanya. Aku akan menikah bulan depan. Hari ini aku mau kasih undangan buat kamu."
Firly menyodorkan undangan bernuansa biru tersebut pada Felix. Tertulis nama Firly dan calon suaminya, William.
"Dia teman kuliahku sewaktu S2 di Singapura."
Seakan ada palu besar yang menghantamnya, Felix berusaha tersenyum dengan tegar dan memberikan selamat yang tulus pada Firly.
"Jangan lupa datang, ya. Ini undangan buat Reinaldi juga."
Felix hanya mengangguk. Tidak banyak percakapan lagi setelah itu, karena Firly juga buru-buru harus ke beberapa tempat lagi, dia pamit lebih awal pada Felix yang masih terlihat tidak percaya. Namun melihat undangan itu, mau tidak mau dia harus mempercayainya.
***
Firly terlihat cantik dalam balutan gaun pengantin bernuansa putih. Dia berdiri berdampingan dengan suaminya, William, cowok berkebangsaan Singapura yang terlihat tampan dibalik jas putihnya.
Reinaldi datang bersama Renata yang sedang hamil 4 bulan.
Felix menatap panggung pelaminan dengan wajah yang sukar dilukiskan. Penyesalan terukir disana. Dia sudah tidak punya kesempatan. Semua kesempatan yang dia punya sudah dia sia-siakan.
Pikiran Felix melayang ke masa kuliah dulu. Kesempatan pertamanya hilang karena dia menolak tawaran traktiran dari Firly. Padahal mungkin itu adalah awal yang baik untuk Felix selangkah lebih dekat lagi dengan Firly.
Kesempatan keduanya pupus, saat dia tidak menghampiri Firly di hari wisudanya, hanya karena tidak enak dengan Reinaldi yang notabeneny adalah sahabatnya sekaligus mantan pacar Firly.
Dan kini, dia harus menghadapi kenyataan bahwa tidak ada lagi kesempatan lain dalam hidupnya untuk mengutarakan perasaannya.
Felix bukannya tidak menyadari dia memiliki perasaan pada Firly. Tapi, batasan yang dia buat diantara merekalah yang membuatnya selalu menyangkal dan tidak pernah mengatakan yang sejujurnya.
"Selamat, ya Fir." Felix menggenggam tangan Firly dan menatapnya dalam-dalam seakan dia ingin mengatakan kalau selama ini dia selalu menyukai cewek itu.
Sekitar beberapa detik disana, Felix akhirnya melepaskan genggamannya dan menuruni panggung pelaminan.
Sudah saatnya dia kembali menata hati dan perasaannya. Mungkin akan ada Firly lain untuknya kelak.
END