2 orang ditemukan tewas dalam mobil ditengah hutan. Terdapat luka cabik, goresan, sehingga sulit untuk diidentifikasi. publik pun bertanya-tanya? apa yang sebenarnya telah terjadi saat ini. Ada yang berpendapat itu salah satu kelakuan para anggota King Cobra. Salah satu organisasi teroris terbesar. Ada yang berpendapat jika mungkin saja ada organisasi kejahatan lain. Hal ini harus dituntaskan sampai ke akar-akarnya.
Ini bukan yang pertama. Sebelumnya, korban yang tercabik-cabik juga pernah ditemukan di desa melati. Polisi berpendapat, jika kasus ini berbeda dengan kasus mutilasi di desa melati.
Apa pun itu. Aksi mereka menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Keamanan kini menjadi lebih ketat. "Kejahatan harus diberantas hingga akar-akarnya " atau "Bunuh saja mereka yang sudah membunuh masyarakat yang tidak bersalah." menjadi kata-kata yang sering diucapkan saat ini.
Dimana mereka? Apa yang sebenarnya mereka rencanakan? pertanyaan yang sangat membingungkan. Bahkan kini pihak kepolisian mulai menyelidiki kasus ini.
Masyarakat hanya bisa berdoa, mendukung langkah selanjutnya dari pihak kepolisian. Berharap jika teror ini akan segera cepat berakhir.
" ...kini, lokasi penemuan mayat mutilasi tengah diselidiki lebih lanjut oleh pihak kepolisian."
Penghuni rumah sekilas melirik ke layar TV di ruang tamu. Menayangkan salah satu acara TV.
"...Banyak yang menduga jika teror mutilasi yang sedang marak terjadi dilakukan oleh organisasi kejahatan."
Suara jeritan terdengar dengan jelas. Suara hantaman, serta suara pukulan juga terdengar dengan jelas. Jeritan melolong, yang menyayat hati.
"...Keamanan saat ini tengah terancam oleh teror mutilasi..."
Mereka saling bertatapan, menaikan alis. Suara jeritan tak lagi terdengar. Segera salah satu dari mereka keluar untuk memeriksa. Seketika, wajahnya dihantam oleh sebuah kapak.
Darah menghiasi lantai putih itu. Dua pria masuk ke dalam. Kembali menyerang penghuni rumah satunya dengan cepat. Kapak kembali bersarang di kepala.
"...Sejak kapan mereka menyusup keapartemen kita?." heran Devan saat melihat dua pria yang sudah tergeletak tak bernyawa.
Membongkar isi lemari dan mengambil beberapa berkas dari dalam lemari. " Mereka sudah menyelidiki kita cukup jauh." kata Ardian.
Ardian mematikan TV. Menikmati sebatang rokok yang menyelip dibibir pucatnya. Jari-jari nya mengetuk meja. Terlihat raut wajah khawatir.
Tukk!
Suara gelas yang berbenturan dengan meja berbahan kayu. Ardian mematikan rokoknya dan meminum alkohol dalam gelas itu. Devan duduk dihadapan Ardian, menikmati buah strawbbery yang ia beli di minimarket terdekat.
" Bawahanku mengatakan jika Kiranti berhasil melarikan diri. " kata Ardian memulai pembicaraan. "...Aku akan menangkap Kiranti dan kau akan melanjutkan proyek ayahku."
" Aku mungkin tidak sebaik Dokter Abbiyya dalam menjalankan proyek tuan Ardiaz." kata Devan, " Tapi, aku akan berusaha untuk melanjutkan proyek itu."
Ardian melirik kearah dua polisi yang sudah tidak bernyawa. " Lebih baik kita kubur mereka, dan segera mencari orang yang mau menghuni apartemen 09." kata Ardian.
"...Dan jangan sampai, polisi kembali menyusup keapartemen ini."
***
Flashback on
Laboratorium Cobra, Pulau Kadap, 29 September 2030, Uji coba manusia dengan menambahkan DNA ikan piranha dilakukan di Laboratorium milik organisasi King Cobra. Uji coba ini dilakukan atas keinginan pemimpin organisasi tersebut.
Navy Abbiyya, dokter jenius rumah sakit swasta harapan ditunjuk langsung oleh Ardiaz untuk menjadi ahli bedah. Membantu para ilmuwan gila yang bekerja dengan Ardiaz sudah lebih dari 10 tahun lamanya.
Ruang 999 menjadi tempat melakukan uji coba itu. Gadis berusia 15 tahun menjadi bahan mereka. Abbiyya menatap Gadis yang ada dalam tabung berisi air kehijau-hijauan itu sedikit khawatir.
Mereka tidak memiliki rasa kasihan sama sekali terhadap gadis itu. Mereka justru berusaha keras agar penemuan mereka berhasil dengan sukses.
Mungkin, jika bukan karena ancaman dari Ardiaz. Ia tidak akan melihat hal menyedihkan seperti ini.
" Hey, Abbiyya. Ayo kita kekantin." ajak salah satu ilmuwan berkepala botak itu.
Abbiyya menoleh saat dirinya tengah fokus mencatat laporan penelitian hari ini. Menggelengkan kepalanya pelan. " Duluan saja." jawaban yang selalu dikeluarkan oleh Abbiyya saat mereka mengajaknya untuk makan bersama.
Makan bersama dengan para penjahat? Abbiyya tidak ingin melakukan hal itu.
" Baiklah, tapi kau harus segera mengisi perut kurusmu itu."
Abbiyya menghela napas. Ia sekarang bisa bernapas dengan teratur. Melihat wajah para ilmuwan itu saja membuatnya kesulitan untuk bernapas. Mungkin kah karena wajah mereka yang begitu menyeramkan?.
" Aish, kenapa aku bisa mendapatkan cuti?." rutuk Abbiyya. Ia lebih memilih bekerja menyelamatkan para pasien dari pada melakukan eksperimen gila ini.
Saat ingin melangkah menuju alat pendeteksi detak jantung. Tiba-tiba saja alaram bahaya berbunyi. Abbiyya terkejut dengan suara keras alaram dan lampu merah yang menyala terang.
Trak!
Tabung itu pecah seketika. Gadis itu, bentuknya yang tidak sempurna lagi akibat eksperimen yang dilakukannya, keluar dari tabung berisi air kehijau-hijauan itu. Merayap dengan gigi runcingnya, matanya seperti mata singa yang siap menerkam mangsanya. Tangannya dihiasi sisik dan selaput. Lendir-lendir bau ikan tercium dengan jelas dari tubuh gadis itu.
Abbiyya hanya diam. Menatap gadis itu yang begitu menyeramkan dimatanya saat ini. Benar-benar bukan sosok gadis cantik yang pertama kali dibawa kelaboratorium.
" Kau, baik-baik saja?." entah mengapa, Abbiyya menjadi khawatir dengan manusia setengah ikan itu.
Rasa bersalah tiba-tiba menyerang hatinya yang rapuh. " Apa kau baik-baik saja?." tanya Abbiyya, menahan airmata tuk keluar.
Telinga panjang itu menurun, tatapan sendu dipancarkan saat Abbiyya bertanya dengan raut wajah khawatir.
Brak! (Suara pintu yang dibuka dengan kasar)
Ardiaz dan beberapa pasukkan bersenjata mengelilingi gadis itu. Abbiyya didorong kebelakang agar tidak mengenai serangan yang akan mereka lakukan terhadap gadis itu.
Gadis itu sekilas melihat Abbiyya yang tengah dilindungi oleh Ardiaz. Segera ia merayap dengan cepat dan menghantam ekornya ketubuh salah satu pasukkan Cobra.
Jeritan lolongan terdengar dengan jelas. Salah satu dari mereka berhasil menancapkan tongkat khusus keekor gadis itu. Berusaha meraih pria bermasker itu dengan kuku panjangnya, tapi lagi-lagi gadis itu ditusuk dari arah belakang. Darah hijau mengalir dengan deras hingga mengkotori lantai putih lab.
" Apa yang baru saja kalian lakukan? Dia hanya gadis berusia 15 tahun!." Teriak Abbiyya marah.
Memberontak dalam pelukkan Ardiaz yang berusaha meredamkan amarah Abbiyya. "Tenanglah, Abbiyya..."
" Bagaimana bisa aku bersikap tenang? Saat anak itu mulai kehabisan darah?." Teriak Abbiyya tepat dihadapan Ardiaz.
Ardiaz berusaha untuk tidak menyakiti Abbiyya. Abbiyya baginya adalah benda paling berharga. Kepintaran Abbiyya sangat membantu pekerjaan Ardiaz. "Dia tidak akan mati dengan mudah, Abbiyya. Dia monster! Monster yang diciptakan untuk menguasai lautan." kata Ardiaz.
Gadis itu kembali dimasukkan kedalam tabung yang baru. Tabung yang lebih besar, Lebih kokoh. Sinar hijau mengelilingi gadis itu, seperti sebuah keajaiban. Cahaya itu menutupi luka.
" Sudah aku bilang, kan. " kata Ardiaz saat merasa puas dengan hasil eksperimen. "...Dia tidak akan mudah mati." tambahnya lagi.
" Baiklah, proyek selanjutnya adalah membuat gadis itu bisa berubah menjadi manusia kembali." kata Ardiaz. " Aku ingin menciptakan sosok monster yang sempurna, yang bisa menyerang di darat dan juga di laut."
***
" Abbiyya, kau akan pulang? dimalam hari? jam 10 malam?" tanya Helena, dia nampak khawatir.
Abbiyya menatap Helena. Salah satu istri Ardiaz. Perutnya membuncit menandakan jika dia tengah hamil. Disamping Helena, Anak kecil berusia 6 tahun tengah memandang Abbiyya.
" Iya, aku tidak ingin kakekku mengkhawatirkan ku." jawab Abbiyya.
Helena memberikan Abbiyya sebuah jaket. Jaket yang bisa menghangatkan nya dari udara dingin malam. "Suamiku benar-benar mengkhawatirkan mu, jadi dia menyuruhku untuk memberikan jaket ini." kata Helena.
Abbiyya menatap Helena. " Beritahu kepada suamimu. Aku tidak membutuhkan pemberiannya, apa pun itu. Aku menerima pekerjaan ini karena terpaksa. Bukan atas dasar keinginan ku..." nada yang begitu dingin, seperti dinginnya malam ini. "...Dan juga, jangan terlalu akrab dengan ku. Karena aku tidak ingin berteman dengan penjahat seperti kalian." lanjutnya.
Abbiyya segera masuk kedalam mobil miliknya. Tak ingin berlama-lama ditempat yang paling dibencinya.
Helena menatap kepergian Abbiyya. Menjauh dari tempat laboratorium. "Aku hanya ingin lebih mengenalmu, Abbiyya..." gumam Helena lirih.
***
Merebahkan tubuhnya di atas kasur adalah menjadi langkah pertama Abbiyya setelah berada di rumah. Menghilangkan semua rasa penat saat ini. Setidaknya ia bersyukur, masa cutinya akan segera berakhir dua hari lagi dan itu berarti dia akan segera kembali bekerja di rumah sakit.
" Ha~ aku akhirnya bisa hidup dengan damai setelah meninggalkan laboratorium itu." gumam Abbiyya dengan senyuman merekah diwajahnya.
***
30 September 2030, Abbiyya kembali ke laboratorium Cobra. Mengenakan jas putih serta sarung tangan. Tak lupa mengenakan tanda pengenal agar ia bisa masuk kedalam ruang 999.
Alat itu mendeteksi wajah Abbiyya. Terbuka dengan lebar, segera masuk kedalam ruang 999 untuk kembali bekerja. Gadis itu diam didalam tabung, sangat tenang namun gerakkan matanya selalu mengawasi Abbiyya.
Gadis itu tidak membutuhkan alat bantu pernapasan. Dia sudah bisa bernapas di dalam air berkat ilmuwan gila milik Ardiaz. Gadis itu berputar saat Abbiyya menuju alat pendeteksi jantung. Memeriksa apakah detak jantung gadis itu normal atau tidak.
Gadis itu mundur saat Abbiyya mulai mendekatinya. Meneliti ekpresi wajah Abbiyya. Apakah dia akan menyuntikan sesuatu ditubuhnya? Atau mungkin akan kembali memasukkan belut listrik untuk menyiksanya? namun, Abbiyya justru mengucapkan " Aku akan membantuamu keluar dari sini, tapi kau harus melakukannya sendiri..."
Gadis itu segera mendekatkan wajahnya ke kaca. Menatap penuh harapan. " Siapa nama mu? " tanya Abbiyya saat merasa jika gadis itu mempercayai perkataan nya.
Gadis itu menggelengkan kepalanya.
" Bagaimana kalau kuberi nama, Kiranti?."
"Ki-ran-ti?." gadis itu mengeja namanya.
Abbiyya segera menganggukan kepalanya. "Sekarang namamu Kiranti, bukan 999 lagi."
Senyuman terlukis di wajah gadis itu. Mulut yang lebar itu membuat Abbiyya merinding seketika. Apa kalian tahu tentang Kuchisake Onna? Maka senyuman Kiranti sama seperti Kuchisake Onna. Mulut lebar nan menyeramkan.
" Jangan tersenyum pada ku..." mendengar perkataan Abbiyya seketika Kiranti menutup mulutnya dengan tangan bersirip itu. "..Kau benar-benar menakutiku." tambah Abbiyya.
Para ilmuwan gila itu akhirnya muncul juga. Mereka juga mengenakan jas lab yang dikenakan oleh Abbiyya.
" Abbiyya, masukkan cairan itu kedalam tabung! " perintah salah satu ilmuwan yang memiliki rambut pirang panjang. "...Kita akan mencoba, apakah dia bisa bertahan di dalam air yang sudah tercemar? atau tidak!." tambahnya lagi dengan seringaian gila.
Abbiyya sekilas menatap Kiranti yang juga menatapnya. Merasa jika Kiranti mengizinkan nya untuk melakukan hal tersebut, Abbiyya pun segera memasukkan cairan yang diminta oleh salah satu ilmuwan tersebut.
Air kehijau-hijauan itu berubah menjadi warna hitam gelap. Abbiyya cemas. Apalagi tidak ada pergerakkan dari Kiranti di dalam sana.
" Apa dia proyek gagal kita yang ke 699?."
" Aishhh, aku padahal ingin sekali proyek ini berhasil. Monster itu benar-benar lemah."
" Mau bagaimana lagi, jika tidak ada pergerakkan sama sekali, maka kita harus mengulang dari awal. " membetulkan letak kacamatanya, " lagi pula, tuan Ardiaz mempunyai beberapa gadis cantik untuk di uji."
Abbiyya menatap para ilmuwan tersebut dengan tatapan bengisnya. Mendengar komentar mereka saja sudah membuatnya ingin sekali menghabisi nyawa ilmuwan tersebut, apalagi melihat wajah mereka.
Lupakan rasa takut!
Buat apa takut, mereka juga manusia seperti dirinya.
Saat ingin mencatat hasil percobaan barusan, tiba-tiba saja alat detak jantung berbunyi keras. Hantaman dari tabung juga begitu keras.
Dag!
Dag!
Dag!
Seakan penghuni tabung itu ingin memaksa dirinya untuk keluar dari dalam air hitam itu.
Abbiyya segera mengambil tindakkan. Menekan tombol merah yang ada disana dengan cepat.
Brak!
Kiranti terjatuh saat tabung terbuka. Dadanya naik turun berusaha untuk bernapas secara teratur. Wajahnya yang mengerikan itu begitu pucat, karena efek cairan barusan. Ekornya bergerak seperti seekor cacing.
Abbiyya segera memasangkan alat pembantu pernapasan kepada Kiranti.
Kuku-kuku tajam milik Kiranti sedikit menggores pergelangan tangan Abbiyya saat Kiranti berusaha menggenggam tangan Abbiyya. "A-Ayah! " Kiranti memanggilnya dengan sebutan ayah?.
Para ilmuwan dan juga Abbiyya terkejut akan kata pertama yang dikeluarkan oleh Kiranti.
" Bukankah dia gadis bisu? "
" Bagaimana bisa dia berbicara? Apalagi kata pertamanya itu sedikit agak..." si kepala botak menggaruk-garuk kepalanya. "...Tak terduga."
Abbiyya tak memperdulikan komentar dari mereka. Ia hanya fokus berusaha membantu Kiranti untuk bernapas.
***
31 september 2030, Hari terakhir Abbiyya berada di laboratorium Cobra. Besok ia akan kembali bekerja di rumah sakit.
Suasana hati Abbiyya begitu membaik. Ia begitu bersemangat berjalan menyusuri lorong laboratorium menuju ruang 999, tempat penelitian nya bersama beberapa para ilmuwan kepercayaan Ardiaz.
" Ayah."
Panggilan itu. Abbiyya menoleh menatap kearah sebuah kolam besar yang berada di belakang nya. Kiranti tidak lagi dikurung di dalam tabung sempit.
Abbiyya segera berjalan kearah Kiranti. Duduk di pinggir kolam sambil memandang wajah Kiranti yang penuh dengan sisik.
Abbiyya menyerahkan sebuah buku catatan. "Ini adalah denah laboratorium Cobra. Jika kau ingin melarikan diri dari sini maka kau harus pergi melalui tangga darurat." menunjuk salah satu gambar, "Sebelum keluar dari sini, rusak alat keamanan di ruang ini. Agar kamu bisa melumpuhkan para ilmuwan yang bekerja di ruang ini."
Abbiyya kembali menunjuk kearah benda dekat pintu. " itu alarm keamanan." lalu dia sekilas melirik kesudut-sudut ruangan. "...dan benda di sudut ruangan ini adalah CCTV." tambahnya lagi.
Kiranti hanya merespon dengan anggukan kepalanya.
" Aku akan menaruh buku ini dilaci meja kerja ku."
Kiranti kembali menganggukan kepalanya.
Abbiyya yakin jika penjelasan sudah cukup. Segera ia menaruh buku catatan tersebut ke dalam laci meja kerjanya.
" Apa kiranti bisa bertemu kembali dengan ayah?." tanya Kiranti, "...Dan juga kedua orang tua Kiranti."
Abbiyya menghentikan niat awalnya yang ingin memberi makan Kiranti. " Setelah keluar dari sini, kau akan mengetahui jawaban yang baru saja kau tanyakan kepadaku. " kata Abbiyya.
Ikan segar tersaji dihadapan Kiranti. Segera Kiranti menghabiskannya seperti binatang buas. Tidak perduli jika ikan itu masih mentah. Pernah sekali Abbiyya memberikan Kiranti ikan yang sudah digoreng dan direbus, namun Kiranti menolak ikan tersebut.
Airmata meluncur dengan mulusnya. Segera menyeka airmatanya agar Kiranti tidak melihat dirinya yang tengah menangis.
" Jika kita bertemu kembali, aku akan berusaha mengembalikan wujud asli mu." gumam Abbiyya lirih.
Flashback Off
***
Tangan bersisik itu memegang erat sebuah foto yang ada ditangannya. Foto Abbiyya.
" Ayah, aku akan berusaha mencarimu."