Mau gak mau, suka gak suka, gue harus ikut bergabung dengan kelompoknya, karena kalau gue tetap tidak mau maka semakin gue merasa risih akan ajakannya. Akhirnya gue menghampiri tempat mereka.
"Jadi nanti mau menggunakan metode apa nih?" tanya Indah. Gue memutar bola mata gue malas. Pertanyaannya benar-benar pasaran. Kenapa pertanyaan pasaran seperti itu harus ditanyakan sih? Apa mereka gak bisa menjawabnya? Sungguh...
"Persebarannya jelas? Tapi harus ada penjelasnya? Itu maksudnya apaan sih?" tanya Ditta yang juga sama, merasa tak paham.
Ok baru aja gabung, gue sudah merasa sangat bosan akan situasi di sini. Kenapa pernyataan seperti ini saja bisa membuat mereka bingung? Ya Tuhan berilah hamba-Mu kesabaran untuk menghadapi orang-orang seperti mereka.
"Iya, harus jelas tapi ada penjelas? Hmmm?" Lala ikut berpikir, memikirkan ucapan Bu Ika tadi. Apakah semua orang yang ada di kelompok ini benar-benar kekurangan otak atau gimana?
"Kamu tahu Vitt, maksudnya?" tanya Anna, seolah dia tahu kalau gue tahu jawabannya.
"Persebarannya harus terperinci biar jelas, trus nanti di akhir ditambah keterangan lagi biar persebarannya jadi lebih jelas," jawab gue datar.
"Ohhh." Mereka ber-oh riya. Ayolah jangan buat gue emosi karena hal yang sepele seperti ini.
Tetttttttttt
Akhirnya waktu yang gue tunggu-tunggu tiba.
"Udah istirahat, gue duluan," ucap gue yang kemudian berjalan keluar dari kelas, tanpa menunggu jawaban dari mereka.
Malas? Itulah yang gue rasakan saat gue harus mengerjakan tugas ini secara berkelompok. Tak mau berkelompok bukan sebab apa pun, namun gue gak mau jika kejadian masa lalu gue harus terulang kembali, gue gak mau akan hal itu. Gue sepertinya sudah phobia sama yang namanya kebersamaan, hehe.
"Ya udah yuk, nanti di rumah aku yak jangan lupa," ucap Ima.
"Siap Ma."
Gue datang ke rumah Ima, namun pada saat itu karena gue masih banyak pekerjaan di rumah dan gak dibiarkan buat keluar rumah sebelum pekerjaan rumah beres, akhirnya gue jadi telat buat datang ke sana.
Mereka sudah menunggu gue cukup lama dan mereka sudah merasa sangat bosan. Gue bisa membaca pikiran mereka dari raut wajah yang mereka tunjukan saat gue baru datang.
"Vitt, kok lo baru dateng sih, ke mana aja lo? Kita udah nungguin lama, udah jamuran tapi lo ngaret banget," ceroscos Revi dengan begitu panjang lebarnya, fix malesin! Gue juga gak bakalan telat kalau gak ada alasannya.
"Maaf ada urusan."
"Cape tahu, pegel kita nungguin lo," ketus Ima. Oke sebenarnya di sini gue berpikir, kenapa mereka malah nungguin gue, kan gak ada yang suruh nungguin gue, kenapa mereka gak mulai duluan aja sih?
Gue pikir tugasnya sudah di kerjakan sebagian sama mereka, tapi nyatanya enggak?
"Iya, maaf yu kerjain," ajak gue. Gue pada saat itu memang belum se-egois sekarang, jadi pada saat itu gue masih terbuka dan tak mau memperpanjang masalah.
"Kerjain aja sana sendiri," ucap Rena dengan santainya.
Akhirnya gue mengalah, gue mengerjakan tugas itu sendiri, gue gak mau banyak ngomong, gue memang telat tapi apa mereka pantas buat menyuruh gue kayak gini.
Kalau memang akhirnya tuh tugas harus gue yang mengerjakannya sendirian, jadi untuk apa mereka marah-marah pada saat gue baru datang? Ok, gue benar-benar tidak mengerti sama pikiran manusia. Lebih tepatnya sama pikiran mereka semua.
Besok pagi tugasnya dikumpulkan dan ternyata gue lupa ada satu bagian yang tertukar, warnanya ke balik. Gue gak sengaja, karena gue sudah cape banget jadi mungkin gue sudah gak bisa fokus.
"Bisa kerja gak sih? Ngerjain yang kayak gini aja gak bisa," omel Revi.
"Iya, ngerusakin tugas kita aja bisanya, udah deh lain kali gue gak mau satu kelompok sama lo lagi," lanjut Ima.
Cape-cape gue mengerjakan itu semua dan mereka hanya bisa ngomel saja, padahal mereka sama sekali gak bantu apa-apa, mereka cuman liat in gue yang sedang mengerjakan tugas, yang padahal tugasnya itu adalah tugas kelompok.
"Arghhh! Gue benci kerja kelompok!" ucap gue saat teringat akan kenangan waktu dulu.
Kenangan yang menjadi salah satu alasan kenapa gue gak suka akan yang namanya kerja kelompok. Terlalu banyak kenangan yang gak baik bagi gue akan kebersamaan dengan yang namanya teman, maka dari itu gue benci sama yang namanya teman.
Ketika gue lagi duduk di kursi panjang di depan koridor, gue melihat 3 orang siswi yang sedang berjalan bersama, mereka berjalan saling bergandengan disertai dengan tawa dan senyuman kebahagiaan mereka. Gue rasa mereka tengah membicarakan sesuatu.
Kemudian orang yang berada di tengah mereka tiba-tiba terjatuh saat sedang berjalan, mereka yang semula memegang tangan orang itu langsung membantu dia untuk kembali berdiri.
Setelah membantunya berdiri, mereka berdua nampak menanyakan keadaan orang itu, bahkan salah satu dari mereka nampak mengelus-ngelus lutut orang itu. Mereka berdua terlihat benar-benar khawatir akan keadaan orang itu.
Hmm, sungguh indah dibantu kemudian ditanyakan tentang kabar. Gue berucap dalam hati sambil tersenyum miris melihat kejadian barusan.
Gue juga ingin ada di posisi orang itu, dibantu berdiri saat gue jatuh. Namun gue tak seberuntung dia, gue pernah ada di posisi dia waktu itu. Di posisi jatuhnya, bukan di posisi dibantu berdirinya, haha.
Dbukgh
Gue jatuh tanpa sengaja saat gue tengah berjalan bersama dengan mereka, mereka dalam artian teman-teman gue waktu itu.
Ternyata tanpa disengaja gue menginjak tali sepatu gue. Meski jatuhnya tak disengaja, namun sakitnya lumayan juga, bahkan lutut gue sudah mengeluarkan bercak darah, karena gue jatuh di atas aspal.
Mereka menyaksikan bagaimana gue terjatuh, bahkan mereka juga menyaksikan darah yang mulai keluar dari lutut gue, namun mereka berdua tak ada satu pun yang mau membantu gue buat berdiri.
"Kamu gak papa Vitt?" tanya Desi.
"Eh, gak papa kok," jawab gue santai seolah gue tidak apa-apa, padahal dalam hati gue tengah meringis perih merasakan luka itu.
"Masih bisa berdiri?" tanya Sasa.
"Eh bisa kok." Gue mencoba untuk berdiri kembali.
"Bagus deh, masih bisa berdiri sendiri," ucap Sasa. Mereka berdua melanjutkan langkahnya, tanpa terpikir bahwa langkah gue sudah tak secepat tadi, bahkan mereka berdua tanpa sadar meninggalkan gue yang masih jauh di belakang atau mungkin mereka sengaja meninggalkan gue.
"Hmm." Gue tersenyum miris mengingat kejadian itu, apa itu yang namanya teman? Bertanya ketika akan membantu dan tak jadi ketika sudah tahu? Haha.
Gue masih duduk sendiri di sini, menyaksikan mereka yang tengah berjalan bersama. Ketika kalian melakukan kebersamaan, gue hanya di sini untuk menatap kebersamaan, sambil merasakan kesendirian.
Gue kadang berpikir. Apa kebersamaan itu hanya untuk mereka, sedangkan gue gak berhak untuk merasakan kebersamaan? Ah, sungguh pertanyaan yang membingungkan.
Bagaimana gue tidak bertanya seperti itu, karena gue rasa hanya gue yang merasa sendiri sedangkan mereka masih bisa merasakan kebersamaan?
Terlalu sakit untuk gue jika harus terus melanjutkan diam di sini sambil menatap kebersamaan yang sedang mereka rasakan, akhirnya gue memutuskan untuk pergi.
Gue seperti orang kurang kerjaan sekarang, haha. Gue tengah berjalan-jalan mengelilingi koridor sekolah ini. Gue gak punya tujuan yang jelas, gue hanya mengikuti ke mana kaki gue ingin melangkah sekarang.