Chereads / I FEEL ALONE / Chapter 15 - I FEEL ALONE - Rumah Anna

Chapter 15 - I FEEL ALONE - Rumah Anna

Bel istirahat sudah berbunyi, akhirnya gue melangkahkan kaki gue untuk kembali ke kelas. Kali ini mood gue buat berada di kelas sedang bersahabat, akhirnya gue gak ingin untuk bolos.

Mereka sedang sibuk dengan tugas yang sudah diberikan oleh guru sejarah tadi, meski sebenarnya sekarang bagian matematika, namun karena tak ada gurunya mereka sekarang tengah sibuk membahas apa yang akan mereka buat untuk tugas kelompok itu.

Tak hanya siswa-siswi yang lain yang sedang membahas tugas itu, bahkan kelompok gue juga sedang membahas hal itu.

"Vitt sini napa, bantuin," ucap Ditta. Gue tak menjawab ucapan dia, gue hanya mengabaikan ucapannya.

"Woy! Vitta! Sini bantuin kelompok lo," ucap salah satu anak terbawel yang ada di kelas ini.

"Iya bukannya bantuin kelompoknya ini malah asyik sendiri sama handphone-nya," lanjut entah siapa yang jelas dia masih satu geng sama orang tadi. Perasaan gue mulai terusik sekarang.

"Mau enaknya doank, yang lain mikir lo malah santai sendiri," sambung beberapa orang yang entah siapa, gue gak tahu namanya. Percayalah emosi gue sudah mulai terpancing, bahkan sudah terpancing.

"Siniin Hp-nya!" Salah seorang itu mengambil HP gue.

"Gak usah ganggu gue!" ucap gue yang kemudian mengambil paksa kembali HP gue dari tangannya.

"Yang lain bantuin kelompoknya mikirin apa yang akan dikerjakan untuk tugas besok, lo malah asyik maen game," ucap orang itu.

"Udah kelas 11, tapi masih aja bego. Ini bagian pelajaran matematika, bukan pelajaran sejarah!" bentak gue pada mereka yang membuat mereka semua terdiam.

"Gak ada juga guru matematikanya," elak salah satu dari mereka. Sekarang mereka berucap dengan nada yang terdengar begitu gemetar.

"Dengan gak ada gurunya apa jadwal pelajarannya berubah?" tanya gue. Mereka tak ada yang menjawab, gue yang sudah muak akan suasana kelas akhirnya berjalan keluar entah ke mana itu.

Awalnya mumpung gak ada gurunya, jadi gue mau diam di kelas dan tak ada niatan untuk bolos, tapi keadaan yang memaksa gue hingga akhirnya gue bolos. Gak sih gak bolos kan gak ada pelajaran.

Hati gue masih belum bisa menerima mereka, bahkan mungkin tak akan bisa menerima mereka. Mereka dalam artian orang yang akan berkelompok dengan gue. Ralat! Mereka yang sudah guru itu ucapkan untuk satu kelompok dengan gue.

Bukan tanpa alasan gue gak suka sama yang namanya kelompok. Sulit untuk gue bisa melupakan memory buruk tentang yang namanya kelompok.

*****

Sekarang gue sudah pulang dari sekolah sejak 45 menit yang lalu dan sampai saat ini posisi gue belum berubah, dari tadi pulang sekolah gue masih diam di kasur. Gue bingung gue harus ngapain sekarang? Gak ada hal yang terpikir di otak gue yang bisa gue kerjakan sekarang.

Gue membuka layar handphone gue dan kemudian membuka salah satu aplikasi game. Nama aplikasi game-nya gak usah disebutkan, karena gue gak di-endorse soalnya!

Gue sekarang sudah masuk ke loading room-nya. Game-nya sudah berlangsung sekarang, gue sengaja mengeraskan volume game-nya.

Gue asyik mendengarkan suara yang muncul dari game yang sedang gue mainkan.

Kalau dipikir-pikir kayaknya gue lebih asyik mendengarkan sound effect dari game ini, dibandingkan dengan mendengarkan suara yang timbul saat gue tengah bersama dengan yang namanya keluarga.

Ah! Lupakan gue lebih merasa bahagia bersama dengan game gue, dibandingkan bersama dengan mereka yang berstatus sebagai keluarga gue.

Di tengah-tengah game play-nya, gue melihat sebuah notifikasi masuk dari nomor tak dikenal. Gue gak mau mengeluarkan game gue hanya untuk membuka pesan tersebut, akhirnya gue memilih untuk mengabaikan pesan itu.

15 menit berlalu dan akhirnya game yang sedang gue mainkan selesai. Gue keluar dari aplikasi gam ini dan beralih membuka Whatsapp untuk melihat notifikasi yang masuk.

+62 878-3125-xxxx

Vitta, nanti jam 5 mulai kerja kelompoknya ya.

Kerja kelompoknya di rumah aku, jangan lupa,. See you.

Kalau di rumah kamu, kita semua gak ada yang tahu di mana, jadi udah aja di rumah aku, karena mereka semua tahu jadi bakalan lebih mudah kalau Cuma kamu yang gak tahu.

Gak bakalan ada yang tahu di mana alamat rumah gue, karena gue gak punya rumah.

Oh ya, ini alamat rumah aku.

Sent a location

Anna.

"Apa gue harus datang?" Gue masih bertanya-tanya, gue masih merasa bingung.

Hati gue masih menolak, tapi kalau gue gak datang, apa mereka bakalan paham? Secara konsepnya aja gue yakin mereka belum ngerti. Gue gak ada niat untuk membalas pesannya, gue enggan untuk memberikan jawaban.

Oke kali ini gue bakalan datang. Gue membersihkan diri gue dulu sebelum gue berangkat ke sana. Gak ada yang istimewa, gue hanya menggunakan baju polos lengan panjang warna navi serta celana jeans warna navy juga, dan tak lupa gue juga memakai jaket.

Lagian gue gak mau tampil istimewa atau apalah, karena gue gak mau ditemani dengan alasan mereka melihat penampilan gue. Ah, ngapain bahas menemani sih? Gue ke sana kan untuk mengerjakan tugas kelompok, bukan untuk mencari teman.

Gue tak membawa apa pun ke sana, karena gue gak tahu apa yang harus gue bawa, dan terlebih gue tahu kalau mereka pasti sudah mempersiapkan alat-alat apa saja yang akan di pakai, mereka gak mungkin mempercayakannya sama gue akan hal itu.

Kali ini gue lagi menatap rumah warna coklat dengan pagar besi di depannya. Gue gak langsung masuk, gue gak mau kalau sampai gue salah masuk ke rumah orang.

+62 878-3125-xxxx

Gue udah di depan.

Bentar aku ke luar.

Tanpa lama menunggu, gue sudah melihatnya sedang berjalan keluar dari rumah itu. Ternyata benar ini adalah rumah dia. Dia membuka gerbang ini dan menyuruh gue buat masuk.

Saat dia menyuruh gue masuk, kayaknya ada rasa yang mengganjal saat gue harus berjalan masuk ke area rumah orang lain.

Mungkin rasa ini muncul, karena sudah lama gue gak berkunjung ke rumah orang, bahkan rumah gue sendiri saja sudah lama tak gue kunjungi.

"Tunggu di sini ya, aku mau buatin dulu kamu minum soalnya yang lain belum datang," ucapnya yang kemudian berjalan meninggalkan gue.

Gue di sini hanya diam sambil menatap sekitar. Menatap dinding dalam rumah yang dihiasi oleh banyak foto keluarga.

Gue menatap foto itu beberapa detik, namun ada hati yang merasakan sebuah rasa tidak enak. Gue tahu kalau hati ini sekarang sedang merasa iri sebab melihat kebersamaan orang lain dengan keluarganya, sedangkan gue?

Gue hanya bisa melihat kebersamaan keluarga gue, tapa bisa merasakan kebersamaannya.