Riv tidak menyangka jika Dan akan berkata kasar seperti itu padanya. Sebenarnya kan Riv hanya meminta diantarkan pulang tetapi kenapa malah terjadi drama seperti ini. Riv benar-benar tidak habis pikir.
Apalagi sekarang Kevin, Dokter Nathan beserta Pra juga ikut mendiaminya seperti Dan yang sejak tadi hanya diam saja. Sungguh tersiksa Riv di sini.
Riv menjawil paha Pra namun Pra hanya memalingkan wajahnya dengan sebal. Tidak menyerah, Riv kembali menjawil paha Pra lagi dan sebalnya Pra tetap bertahan. Riv memasang wajah cemberut karena keberadaannya seperti antara ada dan tiada.
Riv jadi sebal dengan Dan, maunya apa sih? Tidak jelas sekali! Lagipula keberadaannya di sini juga tidak memberikan manfaat apapun. Seharusnya istri Dan yang entah siapa itu yang menemani. Suami sakit kok malah ditinggal, eh atau jangan-jangan Dan memang duda?
"Saya permisi," ucap Dokter Nathan yang membuat Riv mengalihkan pandangannya kearah sang dokter yang berjalan keluar.
Dokter Nathan ini adalah seorang psikiater, itu yang Riv dengar dari percakapan antara Dokter Nathan dan Kevin. Bukannya disebutkan secara gamblang, namun tentu Riv bisa menebak hal tersebut. Jangan lupakan jika Riv ini calon perawat ya.
"Praaaa, gue laper," bisik Riv dengan wajah memelas. Pra melihat Riv membuat Riv kontan berharap Pra menuruti permintaannya.
"Tunggu!" Riv tersenyum saat melihat Pra yang berdiri, Riv mengikuti Pra yang berdiri namun langsung terdiam saat Pra berkata,
"Lo tunggu di sini maksudnya."
Riv mendengus namun tak urung juga duduk kembali. Tidak apalah yang terpenting perutnya sudah terisi.
Suasana yang canggung seperti ini sungguh Riv tidak suka. Dirinya lebih suka suasana yang ramai dan berisik daripada suasana yang sunyi sepi seperti di kuburan ini.
"Saya keluar dulu. Ada urusan sebentar,"
Huffttt, sungguh tidak enak apalagi hanya ada Dan serta Riv di sini. Kevin pamit karena ada urusan. Riv tidak percaya jika Kevin mengatakan sebentar, sebentar menurut Riv itu lima menit sedangkan menurut Kevin itu pasti lebih dari satu jam tetapi kurang dari dua belas jam.
Ting!
Riv mengalihkan pandangan ke arah handphonenya yang bunyi, tanda ada pesan masuk. Saat melihat pesan dari Pra dan sekilas isi pesannya, perasaan Riv sudah tidak enak.
Pra
Sorry. Ada urusan di cafe, lo tahan aja tuh laper atau gak ya minta makanan Om yang tadi gak dimakan.
Sialan! Riv benar-benar kesal saat ini. Tanpa membalas pesan dari Pra, Riv melemparkan handphonenya ke sofa kembali. Riv masih sadar tidak melemparkan handphonenya ke meja, bisa pecah malah rugi Riv.
Riv melihat buah yang masih utuh karena Dan tidak memakannya dan juga ada daging yang mungkin hambar rasanya tetapi tetap bisa mengganjal perut.
Masalahnya tuh Riv gengsi jika harus minta makanan Dan itu, lagian pasti tidak sopan sekali. Tetapi perutnya sudah sangat lapar sekarang.
Hufft, Riv menghembuskan napasnya perlahan. Bodoamatlah, yang terpenting perutnya terisi. Dan tidak mungkin makan makanan itu lagi karena baru makan sedikit saja sudah tidak kuat.
Riv berjalan mendekati bed Dan. Dan hanya diam saja, masih memandang ke luar—jendela kaca yang menampakkan pemandangan kota— membuat Riv berdehem.
"Om!" Panggil Riv lumayan keras namun Dan malah memejamkan matanya. Sial sekali! Sepertinya Dan sedang mens.
"Om!" Panggil Riv sekali lagi sambil mengguncang pelan bahu Dan.
"Yaampun, Om aku mau minta maaf soal tadi," bukan permintaan maaf yang tulus sih, ini hanya sekedar basa-basi.
Dan masih diam.
"Om, mau maafin aku?"
"..."
"Aku gak maksud gitu. Om aja yang emosi,"
"..."
"Eh bukan gitu, mak-maksud aku tuh aku mau pulang buat makan. Perut aku udah laper banget tau Om. Om tega biarin aku kelaparan gini?"
"..."
"Om yaampun! Tau ah sebel sama Om!" Riv kesal sekali pada Dan yang hanya diam saja daritadi. Memang dikira berbicara itu tidak mengeluarkan energi apa?!
Riv berjalan dengan cepat untuk mengambil handphonenya lalu meninggalkan kamar Dan dengan langkah kesal. Biarkan saja Dan sendirian, orang egois seperti Dan tidak pantas mendapatkan perhatian apalagi dari Riv. Cih, tidak sudi!
"Egois banget jadi orang. Dikira dia sepenting apa?" gerutu Riv berjalan keluar rumah sakit lalu Riv terdiam sejenak saat mengingat sesuatu.
Baju bekas dan tas nya masih tertinggal di bangsal Dan!
Shit!
Riv ingin mengumpat rasanya. Berjalan dari luar ke bangsal Dan juga sangat jauh lagi. Jika tidak diambil, mau pulang naik apa Riv coba? Ah tapi itu bisa diakali namun jika baju bekasnya masih di sana lalu ketahuan orang lain lalu dibuka lalu dilihat lalu—ARGHHHH.
Riv segera membalikkan langkahnya kembali. Malas sekali rasanya harus melihat muka Dan yang tidak ada bedanya dengan tembok. Keras.
Riv menghembuskan napasnya pelan saat sampai di pintu bangsal Dan. Inhale-exhale-repeat. Bisa bahaya kalau Riv marah-marah saat melihat muka Dan yang sayangnya sangat tampan namun minta ditampol itu.
Riv membuka pintu dengan kasar lalu alangkah terkejutnya Riv saat melihat beberapa pil jatuh berserakan sedangkan Dan memegang gelas dengan kuat dan mata memejam.
"Om!" Kaget Riv lalu menghampiri Dan.
"Weh, Om mau bunuh diri ya?" Tanya Riv dengan tidak masuk akal. Otaknya benar-benar tidak dapat diajak berpikir sekarang.
Riv segera mengambil gelas yang sejak tadi digenggam Dan lalu memaksa Dan untuk melihat ke arahnya. Tangan Dan agak gemetar. Mungkin karena tangan Dan yang sakit, pikir Riv.
"Om, kan tadi udah minum obat. Gak boleh kebanyakan nanti overdosis," terus mati, tentu untuk kata terakhir Riv tidak mengucapkannya secara langsung.
Setelah melihat tangan Dan yang berhenti gemetaran, Riv segera jongkok untuk mengambil pil yang tercecer di lantai secara mengenaskan.
"Tidak perlu!" Cegah Dan. Riv tidak menghiraukannya.
"Saya bilang tidak perlu Rivera!" Bentak Dan namun Riv masih terus mengumpulkan pil tersebut saat melihat botol tempat pil, Riv segera membacanya; isocarboxazid
Riv mengingat-ingat nama obat yang dikonsumsi Dan ini. Seingatnya, tidak ada obat ini yang diberikan dokter. Walaupun Riv tidak begitu paham tentang obat-obatan tetapi Riv sedikit tahu. Setelah yakin mengingat namanya, Riv akan mencari di internet. Nanti, tidak sekarang saat masih ada Dan.
"Apa yang ada dipikiran kamu?!" Tanya Dan dengan ngegas. Riv hanya diam dan menggeleng.
"Saya tanya Rivera!" Dan ini emosian sekali sih, Riv kan jadi takut.
"Saya tanya seka—"
"Om Riverdan Djati Resandriya tersayang, udah ya tidur aja. Aku mau makan tuh buah sama dagingnya ya," Riv berbicara dengan nada dilembutkan dan tatapan mata yang dilembutkan juga.
Lalu Riv menaikkan sebelah alisnya saat melihat raut wajah Dan yang syok. Ternyata Dan lucu juga kalau berekspresi seperti itu, pengin deh nyubit roti sobek punya Dan, aw!
"Kam-kamu apa?" Nah kan, baru dikasi rayuan anak perawan saja jiwa tua Dan sudah meronta.
"Apa? Om Riverdan Djati Resandriya?"
"Tau darimana?"
"Tau apa?" Riv mengerutkan keningnya.
"Nama panjang saya," balas Dan dengan raut wajah yang hmm—susah dijelaskan.
"Dikasih tahu Pra," jawab Riv santai lalu berjalan mengambil buah dan daging yang sudah diincarnya tadi. Padahal Riv tadi sedang kesal, tapi tidak apalah. Mhuehehehe.
"Oh," balas Dan singkat.
Yuhuuu, Riv makan deh!
TBC