Miring samping kanan, miring samping kiri, tengkurap, terlentang, nungging, sepertinya sudah semua gaya tidur dicoba Riv tetapi dirinya tidak dapat memejamkan matanya barang sedetikpun.
Ini belum malam, ini masih siang, masih juga membekas jelas diingatan Riv pertengkaran antara Dan dan Bina. Untung saja tidak terjadi acara tonjok-tonjokan—tidak separah saat di rumah Dan— tetapi ucapan kedua orang tersebut sukses membuat Riv penasaran.
Ada beberapa kata kunci; Lintang, peduli, melindungi, mereka dan meninggalkan. Dan ada beberapa praduga yang disimpulkan Riv yang pintar serta cantik ini. Biar Riv jabarkan....
Pertama, Lintang itu istrinya Dan. Dengan Bintang sebagai buah cinta antara Lintang dan Dan. Lalu ada Bina sebagai orang ketiga. Dilihat dari sifat Dan yang—yah, bisa dibilang menyebalkan— Lintang merasa tidak dipedulikan maka dari itu Lintang mencari perlindungan dari Bina.
Kedua, ketiga orang itu bersahabat—Dan, Lintang serta Bina— terjadi cinta segitiga antara ketiganya. Lintang yang menyukai Dan serta Bina yang mencintai Lintang. Kembali lagi dengan sifat Dan yang menyebalkan, membuat Bina marah. Marah karena Dan tidak bisa peduli kepada Lintang. Lalu, benih cinta keduanya tumbuh. Dan yang sok-sokan itu berdalih melindungi Lintang dari Bina—padahal Dan yang menyebabkan kesakitan pada Lintang— padahal pada kenyataannya tidak ada rasa peduli.
Ketiga—kemungkinan terakhir yang sangat-sangat tidak masuk akal menurut Riv, tetapi memang sudah banyak kasusnya— Dan itu sebenernya pasangan Bina. Begini, ada dua tipe cowok ganteng. Kalau gak brengsek ya gay, nah kemungkinan kebrengsekan Dan telah dibahas pada poin pertama dan kedua. Dan tinggal satu kemungkinan ini, ternyata Dan serta Bina itu pasangan!
"Kenapa juga gue harus mikirin masalah gini sih?!" Runtuk Riv sebal pada otaknya yang tanpa diminta memikirkan kemungkinan-kemungkinan tersebut.
"Salah siapa berantemnya di depan orang? Ya buat orang kepo lah!" Bela Riv. Ini salah Dan dan Bina, jangan salahkan Riv jika memikirkan berbagai macam praduga yang hinggap di kepalanya.
"RIVERA TURUN!"
Riv mendengus lalu dengan terpaksa mengambil kuncirannya. Tidak bagus juga rambutnya yang acak-acakan seperti rambut singa dibiarkan terurai.
"Yes mama?" Tanya Riv di samping mamanya yang tadi berteriak. Melihat ada rantangan di depan sang mama membuat Riv diam-diam menghela napasnya. Pasti setelah ini mamanya menyu—
"Antarkan ini ke rumah Dan. Buat makan siang Bintang, kasihan kalau gak ada makanan waktu pulang sekolah. Apalagi mama udah bilang jangan masak ke Bi Narsih. Dengar kan Riv?"
—ruh Riv mengantarkan makanan ke rumah Dan. Tuhkan!
"With my pleasure, your majesty!" Riv membungkukkan badannya ala-ala bangsawan sedangkan mama Riv tidak menanggapi. Jahat sekali.
Riv mengambil rantang tersebut dan bergegas ke rumah Dan. Memasuki rumah Dan memang semenegangkan ini, sebelum ada peristiwa tadi pagi saja sudah tegang apalagi setelah peristiwa itu. Dua kali lebih tegang.
Saat melihat rumah Dan yang tidak terkunci, Riv memutuskan langsung masuk saja. Biasanya Dan tidak ada, kerjaannya kalau di rumah ya mendekam di kamarnya tanpa mau keluar—lihat, begitu seringnya Riv masuk rumah Dan hingga tau kebiasaan pria itu.
"Bi Narsih!"
"Eh Mbak Riv, dari mamanya ya?"
"Jelas dong. Kanjeng ratu emang baik banget kalau sama Om," jelas Riv seraya mengangsurkan rantangannya.
"Tinggal Mbak Riv-nya yang jadi baik lagi ke Mas Dan, kapan mbak?" Tanya Bi Narsih menaikturunkan alisanya, Bi Narsih mirip anak muda kalau begini.
"Nanti deh kalau Om Dan-nya baik ke aku. Dia aja nyeremin terus," ucap Riv sembari bergidik ngeri.
"Mas Dan itu baik kok dulu aslinya. Ramah ke semua orang, murah senyum pokoknya baik-baiklah yang ada di diri Mas Dan," ujar Bi Narsih dengan mata menerawang. Riv tidak ingin menyela ataupun mendebat walau mulutnya sudah gatal.
"Tapi setelah kejadian itu. Gak ada Mas Dan yang ramah juga murah senyum. Yang ada ya Mas Dan yang sekarang ini. Saya malah kasihan mbak sama Mas Dan," lanjut Bi Narsih seraya meneteskan air mata. Walaupun dengan cepat Bi Narsih mengusap air matanya, Riv tentu tahu.
Hufft, teka-teki lagi. Pusing Riv mendengarnya, tapi juga penasaran sih.
"Yah, malah jadi cerita-cerita. Sebentar lagi Den Bintang juga pulang, Bibi siap-siapin dulu makanannya. Ditinggal gak papa kan Mbak Riv?" Tanya Bi Narsih tapi tanpa mendengar balasan dari Riv segera beranjak ke belakang.
Riv menghembuskan napasnya, hidup Dan memang benar penuh dengan teka-teki. Ingin tidak ikut campur, tapi kok ya dirinya selalu mendengar cerita-cerita atau omongan yang merujuk ke segala kerumitan hidup Dan.
Riv menelungkupkan kepalanya di meja. Entah mengapa di sini membuat Riv mengantuk, padahal tadi saja sedang tiduran nyaman di kasur tidak membuat Riv mengantuk.
Tidur lima menit tidak papa kan ya? Hanya lima menit saja, Riv ngantuk berat.
***
Tidur memang menyenangkan. Apalagi dengan kasur empuk yang luas, udara sejuk—tidak panas tetapi tidak dingin, pas lah— guling dan bantal yang halus serta aroma petrichor yang wangi. Aroma petrichor memang sangat sedap, mengalahkan aroma lavender di kamar Riv. Aroma ini membuat Riv tenang dan ingin tetap di kasur. Aroma pet—tunggu!
Aroma petrichor.
Aroma petrichor.
Kamar Riv beraroma lavender! Bukan petrichor!
Setelah indra penciumannya menemukan harum yang tidak seperti biasanya namun familiar serta merta membuat mata Riv terbuka. Benar, bukan tembok bercat putih yang elegan namun tembok abu-abu yang terkesan kelam lah yang muncul pertama kali dalam penglihatan Riv.
Lagi, bukan seprai warna neon cerah miliknya yang melingkupi kasurnya. Wait, kasurnya tidak sebesar ini dan aromanya bukan seperti ini. Seprai berwarna abu-abu, selimut berwarna abu-abu yang membungkus tubuh Riv terasa aneh namun familiar.
Ingat
Ingat
Ingat
Ah, Riv ketiduran di meja makan milik Dan tadi. Tapi kenapa bisa dikamar yang—WHAT THE HELL! Riv segera bangun dari posisinya tiduran. Penyesalan kenapa tidak langsung bangun dan mengecek sekelilingnya membuat Rakyat Riv ingin menangis. Untung saja pakaian Riv masih lengkap. Huft.
"Betah?" Satu kata yang diucapkan dalam intonasi datar nan dingin menyentak Riv.
Menolehkan kepalanya ke sumber suara membuat Riv kontan menganga. Di sana Dan, duduk di sofa yang lagi-lagi berwarna abu-abu dengan kedua tangan bersendekap di depan dada sedang memandangi Riv dengan wajah datar khasnya.
"Kok? Gimana bisa aku sampai di—" Riv mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan lalu menghentikan pandangannya ke arah Dan lagi kemudian melanjutkan, "kamar Om padahal kan aku tadi tidur di meja makan!"
"Darimana kamu tahu ini kamar saya?" Tanya Dan mengucapkan setiap katanya lamat-lamat.
"A-aku cuma nebak! Lihat—" kata Riv lalu mengedarkan pandangannya lagi berkata seolah Dan harus mengetahui maksudnya. Ada satu, dua, tiga, empat, lima dan banyak yang baru disadari Riv tapi nanti saja. "—kebanyakan perabotan warnanya abu-abu dan Om Dan cocok sama warna abu-abu."
"Kenapa?"
Riv tersenyum dengan lembut, begitupula matanya yang memandang Dan sama lembutnya. Dan memandang senyum itu dengan terpana, perlahan-lahan binar matanya melembut dengan kedua bibir yang menarik sedikit demi sedikit namun perkataan Riv selanjutnya menghancurkan semua.
"Warna abu-abu tuh cocok buat Om yang suram," ucap Riv seraya tertawa terbahak-bahak.
TBC