Chereads / Between Love and Time / Chapter 23 - 22

Chapter 23 - 22

Pagi yang cerah untuk mengawali ritual MOVE ON. Tapi jujur saja, memang tidak mudah untuk melupakan hal sesakit itu apalagi setelah semua perlakuan manis yang dia berikan.

Via berangkat ke sekolah menggunakan motor matic kesayangannya. Saat di perjalanan telinga Via mendengar sebuah seruan samar.

Sampailah Via di pelataran parkir sekolah. Dan mulai berjalan menuju gerbang sekolah. Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Via.

"Hai, Cantik!" kata Sophie dengan sumringah.

"Hai, Phie." Jawab Via.

Mereka berjalan bersama memasuki kelas. Dan tak lama kemudian bel tanda masuk pun berbunyi.

Pelajaran pertama di mulai. Pelajaran geografi. Salah satu pelajaran favorit Via.

"Bapak bagi kelompok, ya." Kata Pak Wahli dengan kacamatanya yang sibuk dia benahi. "Sekretaris ke depan." Titahnya.

Mila pun berjalan menuju depan papan tulis karena dialah sekretaris di kelas X.3.

"Kelompok pertama, ketuanya Alivia Anna." Kata Pak Wahli yang membuat Via terkejut. "Kelompok dua, ketuanya Diany." katanya lagi membuat Vina yang bawel angkat bicara.

"Dih, Pak. Diany mau sekelompok sama Alivia." kata Vina sebal.

Pak Wahli hanya diam. Seolah tidak mendengar ada satu muridnya yang protes.

"Kelompok tiga, ketuanya Geta. Kelompok empat, Mila. Kelompok lima, Sophie. Kelompok enam, Vina." kata Pak Wahli yang membuat mereka berdelapan lesu. Karena mereka semua dipisahkan.

"Masing-masing ketua kelompok maju ke depan." Titah Pak Wahli.

Mereka bertujuh pun maju ke depan papan tulis dan masing-masing memegang satu buah spidol.

"Pak, nggak bisa nego gitu, Pak, kelompoknya," kata Vina setengah merayu.

Yang di tanya hanya menggeleng. Dengan lesu akhirnya mereka mencari orang yang mau masuk ke kelompok mereka. Dan akhirnya Via satu kelompok dengan Sukma, Rima, Sisy, Dava dan Sandy si pemilik mata sayu.

Materi pun di bagikan oleh Pak Wahli pada setiap ketua kelompok. Karena Via termasuk anak yang rajin, dia memutuskan untuk kerja kelompok hari ini juga. Sepulang sekolah.

Mereka memutuskan untuk kerja kelompok di rumah Sisy. Karena rumahnya yang paling dekat dengan sekolah. Mereka pun sampai di depan sebuah rumah minimalis.

Mereka mulai membuat sebuah peta konsep besar pada kertas karton. Via yang jelas-jelas sedang diam di ganggu terus oleh Sandy.

"Diem dong, San." Kata Via berdecak.

"Emang siapa yang lari-lari? Orang gue dari tadi diem," Jawab Sandy sambil memeletkan lidahnya.

"Serah lo dah!"

Via merasakan kedua cowok di kelompoknya selalu menempel padanya. Bahkan saat Via pindah tempat pun mereka ikut pindah tempat.

"Kayaknya piscok lumer enak, nih!" kata Via asal.

"Boleh, tuh!" jawab Rima antusias.

"Yuk, beli. Gue anter." Kata Dava.

"Males ah, mending lo aja sono yang beli sama Sandy. Ntar gue sama yang lain nitip," Kata Via sambil menatap Dava dengan puppy eyes nya.

"Iye, dah." Kata Dava pasrah.

Buat lo cewek yang gue suka, apa sih yang nggak? Batin Dava.

Via dan yang lain pun memberikan uang mereka lalu Dava dan Sandy pun segera melesat entah menggunakan motor siapa.

Yang ditunggu pun datang setelah 15 menit kemudian. Yeay! Mereka segera melahap piscok lumer yang lezat itu. Sepertinya minum sprite enak, ya? Via mencari sasaran. Dan dia melihat salah satu temannya berdiri dan berjalan ke arah luar.

"San! Mau kemana? Gue--"

"Ke hatimuuuu," kata Sandy dengan sok imutnya.

"Cieeee," Kata teman satu kelompok Via berbarengan.

Entah apa yang harus Via lakukan. Dan Via memutuskan untuk melempar satu buah sendal pada Sandy.

***

Via segera mandi dan berjalan menuruni tangga menuju meja makan. Via lapar. Walaupun tubuhnya kecil, tapi makan adalah salah satu hobinya.

"Ma, laper." Kata Via manja.

"Ya makan, lha." Jawab Mama Via asal.

"Ish, Mama. Anak kecil juga tau kalo laper itu makan," Jawab Via dan langsung dia sadari bahwa mulutnya menyindir diri sendiri.

"Hahaha," Mama Via tertawa melihat wajah putrinya yang memerah itu.

"Nih, Mama udah masakin kamu oseng udang." sambung Mama Via sambil membuka lemari makan.

"Yeay!" pekik Via senang.

Via mulai menyantap sepiring nasi beserta oseng udang. Via jamin, jika kalian mencobanya tak akan cukup makan satu kali.

"Sayang, apa kamu nggak bisa maafin Dio?" tanya Mama Via yang langsung membuat kegiatan mengunyah Via terhenti.

"..." Via tak niat menjawabnya lalu melanjutkan makannya yang walaupun sudah sedikit tak berselera.

"Ya nggak bisa, lha, Ma. Orang udah diboongin." Kata Gito yang tiba-tiba duduk di kursi samping Via.

"Kamu tuh, ya. Emosinya susah banget di kontrol. Kasian 'kan kemarin Dio jadi bonyok," Kata Mama Via pada putranya itu. Yang diomeli hanya sibuk mencomoti udang dari piring kakaknya.

Setelah ceramah yang Mama Via berikan kepada Via dan Gito (walaupun nyatanya anaknya itu sedikit tak mendengarkan), mereka berdua pun berjalan menaiki tangga menuju kamar mereka masing-masing yang bersebelahan meninggalkan Mama Via di dapur.

Via meraih ponselnya di nakas. Lalu pada lockscreen terlihat satu pesan BBM dan tertera pengirimnya di sana. Sandy.

Sandy N: PING!!!

Alivia Anna: iya

Sandy N: lagi apa?

Alivia Anna: lagi nafas

Sandy N: yee, anak bocah juga tau :v

Alivia Anna: emangnya lo mau gue bales apaan? :v

Sandy N: tanya balik kek :3

Alivia Anna: oke oke. Lo lagi ngapain?

Sandy N: lagi mikirin kamuuu

Entah Via harus bagaimana, haruskah Via baper atau semacamnya?

Alivia Anna: ngapain lo mikirin gue? Mending lo kerjain dah tugas matematika dari Bapak ganteng.

Sandy N: eh, gue ngechat ada yang marah nggak? :v

Alivia Anna: wkwk siapa yang mau marah coba? :v

Sandy N: doi, lha :v

Alivia Anna: nggak punya doi!

Sandy N: cantik cantik jomblo ๐Ÿ˜

Alivia Anna: bomat ๐Ÿ˜

Sandy N: sini sama abang aja neng :v

Alivia Anna: dasar terong terongan!

Sandy N: lo tuh cabe cabean!

Via tak membalasnya lagi. Lalu membaringkan tubuhnya di king size kesayangannya.

Sedikit demi sedikit Via mulai bisa melupakan Dio dan rasa sakit yang Dio tinggalkan dengan tanpa dosanya itu.

***

Hari-hari berjalan begitu cepat. Hingga suatu ketika Via terkejut oleh berita yang diberitahukan Nidya. Sobatnya sejak SMP.

Nidya calling.

"Halo?" kata Nidya diseberang telepon.

"Halo, Nid. Sumpah gue kangen berattt!" jawab Via riang.

"Gue bawa berita buruk, cuy."

"What happened?" tanya Via.

"Sok inggris bat da, ah."

"Ya udeh apaan?"

"Coba lo liat kronologi facebook nya Dio."

"Males gue. Emang kenapa sih?"

"Liat aja."

Tut... Tut... Tut...

Sambungan pun terputus. Dengan gesit jari Via mulai mencari akun facebook Dio. Saat sudah terbuka profilnya, Via melihat sebuah foto yang masih belum terbuka sepenuhnya. Maklum karena kuotanya sekarat jadi loading nya seabad. Yang membuat Via gereget setengah mati, foto itu menunjukkan ujung kepala perempuan berkerudung cokelat. Dan perlahan namun pasti, foto pun terlihat sepenuhnya.

Menampakkan wajah bahagia seorang lelaki bertubuh tegap yang sedang duduk sambil memeluk pinggang seorang perempuan yang sedang berdiri dan wajahnya pun tak kalah bahagia.

Apa itu yang lo maksud fokus cita-cita? Batin Via benci melihat foto tersebut.

Banyak yang bilang "berani jatuh cinta berarti harus berani patah hati". Apakah patah hati yang sedang aku rasakan inilah yang mereka maksud? Jika aku tahu semuanya akan begini, aku pasti tidak akan memilih untuk jatuh cinta. Batin Via.