Sesampainya di rumah, mereka pun langsung saling menyalimi tangan yang lebih tua untuk minta maaf secara bergantian. Rasanya dosa Via terlalu banyak untuk dimaafkan.
"Kak, maafin muka gue yang ganteng ini, ya," kata Gito sambil menyalimi tangan Via lalu menatapnya dengan wajah sok ganteng.
"Wkwk iya iya, maafin muka kakak juga, ya, yang cantiknya nggak ketulungan," Jawab Via asal dengan wajah yang dia imut-imutkan.
"Huek!" kata Gito sambil memperagakan seolah ingin muntah. Nyebelin 'kan? Ya gitu, lha, dia. Tapi kalo kalian ketemu Gito langsung dijamin kalian bakal mati kutu. Dia ganteng. Suer nggak bohong.
"Ribut mulu, makan aja, yuk!" ajak Papa Via dengan semangatnya.
Mereka pun beranjak ke meja makan lalu mulai menyantap ketupat yang di dampingi semur ayam. Lezatnya nggak ketulungan. Ponsel Via mulai ramai oleh pesan broadcast yang hampir dari semua kontak BBM nya. Yang sudah pasti isinya "minal aidzin wal faidzin". Tak terlewat dari Dio. Setelah shalat idul fitri, Dio bersama keluarganya pergi keluar kota menuju rumah saudaranya. Jadi dia tak bisa bersilaturahmi ke rumah Via. Via merindukannya.
Semua tetangga bergantian bersilaturahmi ke rumah Via. Dan tak sedikit dari mereka yang memaksa Via menerima sebuah amplop. Padahal walaupun tidak di paksa, dengan senang hati Via akan tetap menerimanya.
***
Via dan keluarganya pun mulai menaiki sebuah mobil silver menuju tempat wisata hiburan yang berada di Bogor. Via kini telah berganti kostum yang tadinya memakai gamis menjadi memakai T-shirt donker serta celana katun berwarna putih di atas lutut. Dan rambutnya yang dia jepit asal menggunakan jepit yang lagi kekinian dan kerap disebut jeday.
Mobil yang mereka tumpangi pun mulai memasuki kawasan parkir. Dan mereka segera keluar dari mobil. Dari tempat Via berdiri sudah terlihat wahana-wahana serta miniatur-miniatur indah yang menjulang tinggi.
"Dek, fotoin gue dong! Tapi background nya harus bagus, ya!" Kata Via yang sudah siap dengan posenya yang tersenyum ke arah kamera.
Setelah sesi foto mereka pun mulai berjalan menuju stand-stand kecil yang menyediakan berbagai macam aksesoris. Via dan Gito pun membeli sebuah kacamata hitam yang jika terkena cahaya matahari menjadi berwarna biru. Maaf Via bukan anak kekinian, jadi maklumilah karena dia tidak terlalu tahu istilah-istilah jaman sekarang.
Mereka pun menghampiri salah satu wahana. Wahana ini berbentuk sebuah pesawat kecil yang hanya bisa di duduki oleh empat orang. Dua kursi di depan dan dua kursi di belakang. Wahana ini akan membuat orang yang mendudukinya menjerit histeris karena pesawat yang awalnya hanya mengayun pelan ke arah kanan dan kiri lama kelamaan pesawat itu berputar 360° yang membuat pantat sesaat tidak menempel pada kursinya. Tapi tenang saja, ada pengaman kuat yang sudah teruji kekuatannya.
"Sumpah gue pusing, Kak," Kata Gito berjongkok setelah keluar dari wahana yang pertama kita naiki ini sambil memijit pelan pelipisnya.
"Ahahaha, lo yang nantang lo yang k.o!" ledek Via sambil menyodorkan sebotol air mineral. Yang langsung di tegak oleh Gito.
Mama Via? Jangan di tanya. Dia sedang menemani suaminya yang katanya ingin muntah. Tak lama Mama dan Papa Via menghampiri Via dan Gito yang sedang duduk di kursi samping wahana tadi.
"Gimana, sih. Masa laki-lakinya pada k.o? Kalah dong sama kita," kata Mama Via dengan bangganya sambil merangkul bahu putrinya.
"Tau tuh. Cemen!" Kata Via menjulurkan lidah.
"Awas, lho, Kak!" Ancam Gito.
Papa Via dan Gito sedang berbisik-bisik ria lalu tiba-tiba mereka menatap Via bersamaan dengan tatapan jahil. Via menelan ludah.
Jangan-jangan..
"Ma, temenin aku ke.. IH! NGGAK MAU! PLEASE! MAMA TOLONGIN AKU!" kata Via histeris saat tubuhnya di seret paksa oleh Papanya dan Gito menuju rumah hantu.
Seperti tak punya hati mereka menahan Via duduk di sebuah kereta berkursi empat. Di depan dua, di belakang dua. Dan mereka memaksa Via duduk di kursi depan. Gito duduk disampingnya dengan cengkramannya di pundak Via yang begitu kuat. Sang penjaga kereta hanya terkekeh melihat tingkah keluarga kecil yang konyol itu. Lalu sang penjaga kereta menekan satu tombol yang membuat kereta mereka berjalan pelan memasuki wisata rumah hantu.
Tamat! Rutuk Via dalam hati.
Baru saja pintu tertutup, suara seorang perempuan tertawa sudah membuat Via berteriak histeris di sambut tawa keluarganya. Jahat memang mereka. Mama nya? Sekarang dia berada di pihak Gito dan suaminya. Oh, menyebalkan. Tak lama setelah itu seseorang yang di balut kain putih yang disebut sugus itu pun mulai loncat-loncat ria melihat Via yang teriak ketakutan. Via sangat ingin menangis.
Saat kereta yang mereka tumpangi berbelok banyak suara-suara aneh yang membuat Via ingin menutup telinga namun tak bisa. Karena kedua telapak tangannya sudah dia pakai untuk menutup wajahnya. Tak mungkin bukan Via menutup telinganya dengan kaki?
Tiba-tiba kereta yang mereka tumpangi pun berhenti. Ah, akhirnya. Via pun membuka wajah dan terutama matanya yang sedari tadi dia tutup dan hanya mengintip sesekali itu dengan perasaan lega.
Tak sampai satu detik Via pun kembali menutup wajahnya dengan telapak tangan dan teriakannya yang cukup membuat orang sakit telinga, setelah melihat seorang hantu vampir menakutinya tepat di depan wajahnya. Bisa kalian bayangkan? Matanya yang hanya satu warna yaitu putih, serta wajahnya yang hancur yang menatap Via. Via sangat terkejut dan takut.
Via pun terus berteriak dengan histeris mendengar suara-suara seram yang terus saja memasuki telinganya dan hawa dingin yang tercipta di sana. Dan Via merasakan kereta yang dia tumpangi berhenti untuk yang kedua kalinya. Ah, lagi?
Semua yang ada di sana terbahak melihat Via yang masih berteriak histeris. Dan Via merasakan telinganya kini tak lagi menangkap suara-suara menyeramkan, namun menangkap suara tawa khas adik dan orangtuanya. Via pun dengan perlahan menarik kedua telapak tangannya agar tak lagi menutupi wajahnya. Dan kini Via sudah berada di luar rumah hantu dan di tertawakan juga oleh seorang penjaga kereta. Oh malunya.
Via pun segera turun dari kereta dengan cepat lalu menarik tangan Mama nya menuju sebuah toilet untuk menghindari Papa nya dan Gito yang masih terbahak dengan puasnya.
"Udah, ah, nggak usah dipikirin," kata Mama Via menenangkan putri sulungnya itu.
"Nyebelin banget sih mereka, Ma!" rengek Via lalu Mama Via hanya terkekeh.
Setelah Via mencuci wajahnya yang kusut tak karuan itu, Via dan Mama nya berjalan keluar dan menghampiri Papa nya dan Gito yang terus saja meledeknya. Mereka pun berjalan dan mulai menaiki wahana-wahana yang lain dengan riangnya. Dan mereka masih saja meledek Via dan sesekali tertawa. Walaupun sempat membuat Via sebal, tapi 10 jam bersama keluarga adalah salah satu nikmat yang patut disyukuri.
***
Hari-hari berlalu dengan cepatnya. Dan hubungan Via dengan Dio baik-baik saja. Di malam kedua terakhir liburan ini, Via menikmatinya dengan berbaring di atas king size kesayangannya sambil membaca komik. Tak lama ponselnya berdering.
Dio calling.
"Halo?" kata Via riang setelah menggeser simbol hijau pada layar ponselnya.
"Halo, Vi." kata Dio lalu hening sejenak. "Maafin aku, ya," katanya lagi dari seberang telepon yang sukses membuat Via kebingungan. Dari mood yang tadi sangat senang, berubah menjadi ketegangan.
"Maaf? Buat apa?"
"Maaf, kayaknya hubungan kita nggak bisa dilanjutin lagi." jawab Dio yang langsung membuat jantung Via seakan berhenti berdetak.
"M-Maksud kamu?" kata Via terbata.
"Kita putus, ya?" kata Dio yang sukses membuat mata Via buyar oleh cairan yang memenuhi bagian dalam kelopak matanya.