Hari ini Peyvitta sedang rebahan santai di tempat tidurnya sambil memperhatikan layar laptopnya yang sekarang tengah memutar sebuah video klip lagu yang sedang dia dengar.
Peyvitta tidak mempunyai kegiatan apa pun saat ini. Jadi, tidak ada yang bisa dia lakukan selain bersantai sambil memanjakan dirinya.
Hari ini adalah hari Minggu, tapi Peyvitta tidak mempunyai agenda yang bisa membuat dia bangkit dari tempat tidurnya dan melangkahkan kakinya keluar.
Saat sedang asyik menonton video, Peyvitta mendengar ada sesuatu yang berbunyi dan sudah pasti itu bukan berasal dari dalam video yang tengah dia tonton. Peyvitta terdiam sejenak sambil celingak-celinguk mencari dari mana suara itu berasal sampai akhirnya dia tertawa kecil.
Gue bego banget ya, itu kan suara dari handphone gue.
Peyvitta sampai tidak sadar kalau nada dering itu adalah nada dering panggilan masuk. Peyvitta mengambil handphone-nya. Benar, sekarang ada orang yang tengah menghubungi dirinya.
Peyvitta kembali tersenyum kecil dan kemudian langsung menerima sambungan panggilan video itu. "Hallo?"
"Vitt?"
"Iya Kak, ada apa?" tanya Peyvitta.
Orang yang sekarang tengah berbicara degan Peyvitta lewat sambungan telepon ini adalah Devian, dengan kata lain adalah pacarnya.
"Lagi sibuk gak?" tanya Devian.
"Aku sibuk?" tanya Peyvitta sambil tertawa kecil. "Aku gak pernah punya kesibukan, gak kayak Kak Dev." Peyvitta lagi-lagi tertawa kecil di ujung kalimatnya.
Apa yang Peyvitta katakan memang benar. Peyvitta jarang mempunyai kesibukan, bahkan mungkin tidak memiliki kesibukan berbeda dengan Devian. Tidak salah jika tadi Peyvitta membandingkan dengan Devian.
"Jadi, lo bisa datang ke rumah gue?" tanya Devian.
Tanpa berpikir, Peyvitta langsung menganggukkan kepalanya. "Bisa, ada apa Kak?" tanya Peyvitta.
"Temenin gue belajar buat Ujian yang akan datang," jawab Devian enteng.
Peyvitta tertawa kecil mendengar jawaban yang baru saja Devian ucapkan. "Bohong," ceplos Peyvitta.
"Apa?" Devian tidak mengerti kenapa Peyvitta berkata seperti itu.
"Aku ke sana buat nemenin Kak Dev belajar atau Kak Dev rindu sama aku. Jadi, pengen ketemu sama aku?" tanya Peyvitta.
Devian tersenyum kecil. Peyvitta ikut tersenyum saat melihat Devian yang baru saja mengukirkan senyumannya setelah Peyvitta menanyakan hal itu.
"Mau gak?" tanya Devian. Devian ingin kesimpulan dari pembicaraannya kali ini.
"Iya, tapi aku mau mandi dulu. Aku belum mandi, hehe." Peyvitta tersenyum polos di ujung kalimatnya.
"Jorok."
"Bodo amat, emang Kak Dev udah mandi?" tanya Peyvitta yang tidak yakin kalau pacarnya sudah mandi.
"Udah dari pagi," jawab Devian enteng.
Devian memang sudah mandi tadi pagi, tidak seperti Peyvitta yang hanya memilih untuk mencuci mukanya saja, tanpa ada niatan untuk melanjutkan mandi.
"Oh, rajinnya pacar aku." Peyvitta tersenyum kecil.
"Tapi pacar gue enggak."
Peyvitta kembali tersenyum menunjukkan deretan giginya. Peyvitta ingin tertawa saat Devian mengucapkan hal itu. "Ya udah aku mau mandi dulu, bye."
"Bye."
"Tahan kangennya, nanti aku ke sana."
"Iya."
Setelah itu sambungan telepon terputus. Peyvitta mematikan video yang semula hanya dia mute. Peyvitta juga menyimpan laptopnya di tempat yang seharusnya.
Akhirnya mempunyai alasan yang membuat dirinya melakukan aktivitas yang bernama mandi. Peyvitta langsung melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi.
*****
Benda pipih berbentuk persegi panjang yang sekarang berada di atas meja mendadak berbunyi dan secara langsung membuat layar handphone itu menyala.
Seorang pemilik handphone itu mendengar kalau handphon-nya berbunyi dan akhirnya melangkahkan kakinya untuk menuju ke tempat di mana handphone-nya berada.
Dia langsung menerima sambungan telepon itu dan berbicara dengan orang yang sudah menghubunginya. Pembahasan antara mereka terdengar cukup serius. Mereka terus berbicara dengan bergantian membahas satu topik yang mungkin terbilang begitu penting.
"Gak Yah, Vian gak mau kalau Vian harus melanjutkan kuliah aku di Australia. Vian masih ingin tinggal di Indo, Vian gak mau ikut sama Ayah."
"Gak bisa, kamu harus ikut sama Ayah. Kamu harus bisa jagain Bunda di sini," balas seseorang dari balik sambungan telepon itu.
"Gak mau. Ayah gak bisa paksa Vian," orang itu tetap tidak mau mengikuti apa yang sudah Ayahnya ucapkan.
"Kamu kenapa tidak mau menuruti apa yang sudah Ayah bilang?" Ayahnya kebingungan dengan alasan yang membuat anaknya tidak mau menuruti apa yang dia inginkan.
Gue gak tahu, apakah gue bisa jauh dari orang yang gue sayang?
Ternyata alasan yang membuat dirinya berat untuk meninggalkan Indonesia, karena dirinya punya orang yang dia sayang, pantas saja dirinya tidak mau ikut tinggal bersama dengan Ayahnya di Australia.
Mempunyai orang yang disayang akan mempersulit kita untuk pindah ke lain tempat, karena akan ada satu hati yang mungkin akan terus ingat pada kesayangannya.
"Devian."
"Iya Yah?" Devian menurunkan sedikit nada bicaranya saat mendengar Ayahnya yang sudah menaikkan nada bicara padanya.
"Pikirkan apa yang sudah Ayah bicarakan sebelumnya, karena ini juga menyangkut sama masa depan kamu dan juga kebaikan Bunda."
Devian menghembuskan napasnya kasar. "Nanti Vian pikirkan, tapi Vian gak janji kalau Vian bisa menuruti apa yang sudah Ayah bicarakan atau lebih tepatnya Vian belum tentu bisa menurut permintaan Ayah yang sekarang."
"Tapi kam—
Sambungan telepon itu langsung Devian putus. Devian lebih memilih untuk langsung menutup telepon ini agar tidak terjadi perdebatan panjang antara dirinya dan juga Ayahnya.
Devian tidak mau terus berdebat dengan orang yang berstatus sebagai Ayahnya, tapi kalau Devian tidak mematikan sambungan telepon ini, maka pembicaraan mereka tidak akan dengan mudah selesai.
Sekarang Devian tengah merasakan yang namanya kebingungan, karena sebelumnya dia terbiasa menuruti apa yang sudah Ayahnya katakan, tapi untuk kali ini dia kesulitan untuk menurutinya.
Haruskah Devian memilih untuk pergi dan meninggalkan orang yang dia sayang?