Chereads / LOSING YOU / Chapter 7 - LOSING YOU - Pikirkan Baik-Baik

Chapter 7 - LOSING YOU - Pikirkan Baik-Baik

Kring drtt kring

Handphone Peyvitta berbunyi, tapi masih tanggung sekarang Peyvitta masih berada di kamar mandi. Beberapa kali handphone-nya berbunyi, tapi sampai saat ini belum ada satu pun yang diterima.

Ya iyalah, siapa yang mau menerimanya?

Saat sudah selesai mandi, Peyvitta langsung berjalan keluar. Peyvitta berjalan menuju ke tempat di mana dirinya terakhir kali menyimpan handphone-nya. Melihat ada beberapa panggilan tak terjawab, membuat Peyvitta tanda tanya.

Peyvitta akhirnya memutuskan untuk memanggil balik orang itu. Peyvitta penasaran apa tujuan dari orang itu memanggil dirinya.

"Hallo Kak, ada apa tadi telepon aku? Aku tadi lagi mandi, tanggung." Peyvitta menjelaskan semuanya.

Orang yang tadi sudah menghubungi Peyvitta beberapa kali adalah Devian. "Gue mau jemput lo," jawab Devian dengan nada yang terdengar begitu datar.

"Oh ya sudah tinggal ke sini, aku baru selesai mandi hehe." Peyvitta menjawab kalimat yang sudah Devian ucapkan dengan begitu enteng.

Waktu itu Devian memang mengajak Peyvitta untuk menemani dirinya belajar untuk ujian, tapi sebenarnya ujian itu akan dimulai satu minggu yang akan datang.

Devian mendadak rajin, entah karena memang dirinya ingin mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian itu atau karena dirinya ingin berduaan bersama dengan Peyvitta.

Kalau Devian menjadi mendadak rajin kemarin ya memang wajar dan sudah seharusnya seperti itu, kalau alasannya karena ingin bersama dengan Peyvitta juga tidak ada salahnya, karena Peyvitta memang pacarnya.

"Oke gue ke sana," ucap Devian.

"Iya Kak, hati-hati di jalan."

"Iya," jawab Devian.

Setelah itu sambungan terputus. Peyvitta menyimpan handphone-nya di tempat yang semula dan kemudian melangkahkan kakinya berjalan menuju ke arah lemari.

Peyvitta mengambil pakaian yang seharusnya dia gunakan sekarang. Peyvitta bersiap-siap sambil menunggu Devian datang.

*****

Waktu terus berlalu. 20 menit setelah dirinya bertelepon dengan Devian sudah berlalu. Peyvitta sekarang sudah selesai bersiap-siap.

Sebuah panggilan kembali masuk. Peyvitta melihat siapa yang menghubunginya sekarang. Orang yang menghubungi Peyvitta sekarang masih orang yang sama dengan orang yang sudah menghubunginya tadi pagi, yaitu Devian.

"Hallo Kak?" Peyvitta mengawali pembicaraan.

"Gue udah di bawah," ucap Devian.

"Sebentar, aku langsung ke sana."

"Iya," singkat Devian.

Peyvitta berjalan dengan santai untuk menuju ke tepat di mana Devian menunggunya sekarang. Devian sekarang tidak mendatangi Peyvitta ke Apartemennya, tapi Devian lebih memilih untuk menunggu Peyvitta di sini.

Saat sedang menunggu Peyvitta, Devian mendengar kalau handphone-nya berbunyi. Sebuah panggilan masuk. Devian melihat siapa orang yang sudah menghubunginya sekarang. Saat membaca nama kontak tersebut, Devian merasa malas.

Devian malas berdebat dengan orang itu, tapi meski demikian, Devian harus tetap menerima panggilan dari orang itu, karena Devian sadar akan statusnya siapa.

"Hallo Yah ada apa?" tanya Devian.

Orang yang menghubungi Devian sekarang adalah Ayahnya. Pantas saja Devian merasa malas saat dirinya menerima panggilan itu, karena orang yang menghubunginya adalah Ayahnya.

Hal yang membuat Devian malas saat mengetahui kalau orang yang menghubunginya sekarang adalah Ayahnya, karena Devian tahu alasan atau topik apa yang akan Ayahnya bahas.

"Kamu sudah memikirkan apa yang sudah Ayah katakan?"

Apa yang semula Devian pikirkan, ternyata memang sama dengan apa yang terjadi. Di mana topik pembahasannya masih mengenai hal itu.

"Aku sudah memikirkan hal itu, tapi sayangnya aku tidak mau," jawab Devian.

Devian memang sudah memikirkan hal itu, tapi dengan memikirkan hal itu tidak membuat pemikirannya menjadi berubah.Devian masih tetap pada jawaban awalnya, yaitu tidak mau mengikuti apa yang sudah Ayahnya katakan.

"Sebaiknya kamu pikirkan hal ini baik-baik." Ayahnya sangat menginginkan kalau Devian menuruti apa yang sudah dia katakan, yaitu ikut tinggal bersama dengannya.

"Bilang saja kalau Ayah ingin Vian menuruti apa yang Ayah mau bukan?" tanya Devian.

Devian bertanya seperti itu, karena Devian lebih mengerti ke mana maksud dari kalimat yang sudah Ayahnya katakan barusan. Kalimat yang sudah Ayahnya ucapkan mempunyai maksud dan makna lain yang tidak dia jelaskan, tapi Devian mengerti akan hal itu.

"Ayah rasa kamu cukup pintar untuk mengerti apa yang Ayah maksud," ucap Ayahnya.

Apa yang sudah Devian duga ternyata benar. Apa yang semula ada di pikiran Devian, ternyata sama dengan apa yang Ayahnya maksud, tapi tidak diungkapkan secara langsung oleh Ayahnya.

"Untuk hal ini Vian tidak bisa semudah itu menuruti apa yang Ayah mau," ucap Devian.

Saat Devian tengah berbicara dengan Ayahnya lewat telepon, lagi-lagi Peyvitta ada di sana.Peyvitta mendengar sebagian pembicaraan yang sudah Devian ucapkan. Peyvitta lagi-lagi mengetahui hal itu.

Sudah beberapa kali Peyvitta mendengar kalau Devian disuruh untuk pindah dari Indo, tapi sampai saat ini Devian belum tahu kalau Peyvitta tahu akan hal itu. Untuk kali ini, Peyvitta tidak mendengar dengan begitu jelas.

Peyvitta hanya mendengar apa yang Devian ucapkan, tapi hal itu cukup membuat Peyvitta yakin kalau hal yang tengah mereka bahas adalah mengenai hal itu. Saat melihat Peyvitta yang berjalan ke arahnya, Devian memilih untuk mengakhiri sambungan telepon itu.

"Sudah dulu Yah, Vian mau pergi ke sekolah."

Setelah itu Devian langsung mematikan sambungan teleponnya, karena sampai saat ini Devian masih belum ingin kalau Peyvitta tahu akan hal ini.

"Pagi Kak." Peyvitta mencoba untuk bersikap biasa saja. Peyvitta tidak mau menunjukkan kalau Peyvitta sudah tahu akan hal itu.

"Pagi," jawab Devian.

Dari ekspresi yang Devian pasang sekarang, Peyvitta cukup menyadari ada sebuah perubahan dari ekspresi Devian yang biasanya. Memang tidak bisa dengan begitu saja menunjukkan kalau dirinya sedang baik-baik saja, meski sudah dicoba/

"Kak Dev kenapa?" Peyvitta mencoba untuk bertanya, karena siapa tahu Devian sekarang mau memberitahu Peyvitta tentang apa yang sudah terjadi.

"Gue gak papa, emangnya kenapa?" tanya balik Devian.

Sudah Peyvitta duga kalau Devian pasti tidak akan memberitahu dirinya tentang apa yang sudah terjadi atau tentang apa yang sudah mereka bicarakan. Peyvitta mencoba untuk mengubur rasa penasarannya agar semuanya baik-baik saja dan tidak membuat Devian curiga.

"Kak Dev abis teleponan sama siapa pagi-pagi?" tanya Peyvitta.

Devian tahu kalau Peyvitta tadi melihat dirinya yang mengakhiri telepon. Jadi, Devian tidak bisa berbohong kali ini.

"Bokap." Devian berucap dengan begitu enteng sambil memperhatikan layar teleponnya. Peyvitta melihat layar telepon itu.

Dengan mengetahui kalau orang yang baru saja menghubungi Devian adalah Ayahnya, maka Peyvitta yang semula hanya mengira kalau Devian tengah membicarakan hal itu bersama dengan Ayahnya, menjadi begitu yakin.

"Oh iya," jawab Peyvitta enteng.

"Gak perlu cemburu," ucap Devian. Devian terlihat tersenyum di ujung kalimatnya.

Senyuman lo itu palsu Kak.

Peyvitta bisa membedakan mana senyuman yang asli dan juga mana senyuman yang palsu, secara Peyvitta sering tersenyum palsu. Jadi, bisa dengan mudah untuk Peyvitta mengetahui apakah orang yang tengah berbicara dengannya tersenyum asli atau palsu.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Peyvitta.

"Yuk." Devian kemudian memberikan helm kepada Peyvitta. Setelah menggunakan helm itu, akhirnya Peyvitta naik ke atas motor Devian.

Saat di tengah perjalanan, Peyvitta tiba-tiba terpikirkan akan hal itu. Peyvitta bingung harus melakukan apa.

Apa yang harus gue lakukan setelah gue tahu semua tentang hal ini? Apa mungkin gue akan bersikap egois dalam hal ini atau justru sebaliknya?