"Apa kamu tidak bisa menyadari keberadaanku sedikit saja? Beberapa bulan ini kita menghabiskan waktu bersama-sama dan kamu pikir aku tidak punya perasaan apa-apa padamu?!"
"Al… cukup hentikan. Jangan berteriak seperti itu pada Vika!!" bentak papa.
Aku menatap papa. "Aku tidak akan berhenti sampai Vika tahu bahwa aku…!"
"Cukup!!" Vika berdiri. Kami semua menatap Vika yang tampak menahan amarahnya.
"Permisi," Vika langsung keluar dari rumah begitu saja. Melihatnya berjalan dengan tergesa, aku segera berlari untuk mengejar Vika.
Kupegang tangan Vika dengan erat sehingga dia tidak bisa lepas dari genggamanku, aku bisa melihat gadis itu meringis, namun dia tidak menjerit. Vika berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan genggaman tanganku.
"Lepasin kak Al," kata Vika ketus. Matanya menatap tajam mataku. Baru kali ini kulihat dia semarah itu. Biasanya meski berwajah datar, tapi mata Vika selalu terlihat hangat dan teduh.
"Tidak akan. Aku belum selesai bicara," suaraku agak merendah. Deru napasku perlahan mereda.