Sesuai perkiraanku, kami berdesak-desakkan bersama ratusan penumpang lain yang juga ingin ke arah Bogor di stasiun Duri. Ditambah lagi, jumlah penumpang terus bertambah disetiap kereta berhenti di stasiun yang kami lewati. Rasanya benar-benar neraka, namun Vika terlihat menikmatinya. Meski dia tampak keringatan tapi wajahnya benar-benar berseri-seri. Apa pergi naik kereta merupakan impiannya sejak kecil? Hidup bergelimang harta memang benar-benar bisa membosankan bagi sebagian orang yang kadang ingin menjajal hidup sebagai rakyat jelata, dan Vika termasuk salah satu dari orang itu. Aku menyebutnya sebagai orang aneh.
Kami tiba di Kebun Raya Bogor setelah berjalan kaki disepanjang trotoar pusat kota Bogor yang padat pejalan kaki. Belum apa-apa aku sudah benar-benar lelah hingga Vika memutuskan untuk makan siang di bawah sebuah rerimbunan pohon. Dia menolak ajakanku untuk makan siang terlebih dulu di restoran disepanjang jalan Surya Kencana, dan mengatakan kalau dia membawa bekal. Aku pikir bekal macam apa yang disiapkan oleh gadis SMA sepertinya, tapi diluar dugaan, dia benar-benar membawa bekal yang terlihat luar biasa. Disusun dalam 2 kotak terpisah, ada tumis brokoli dan wortel, lalu ekkado, sosis dan ayam fillet lada hitam.