Ara mencerna dengan baik perkataan Astri di dalam otaknya. Ara tahu apabila Clover tidak menyukainya. Namun, dia tidak menyangka bahwa Clover akan membencinya sampai sejauh ini. Ara dan Clover pernah berada di dalam satu kelas yang sama. Itu artinya, mereka sama-sama tahu sikap masing masing dalam berhadapan dengan umum, seperti seluruh teman sekelas contohnya. Clover tahu bahwa ketika Ara berada di dalam kelas dahulu adalah anak yang pendiam, tidak berbicara saat tidak ditanya.
Pada suatu saat, Ara yang lebih memilih menjadi notulen ketika ada sebuah presentasi dibanding menjadi presentater. Sebab, Ara adalah orang yang tidak menyukai menjadi pusat perhatian. Ara lebih memilih menyendiri dibading bersama dengan beberapa kawan. Ia berpikir, kemungkinan nantinya mereka akan bertanya masalah kehidupan Ara yang sering disebut berbagi cerita kehidupan. Ia tidak mau, ia lebih baik tertutup agar orang lain tidak mengetahui akan dirinya. Ia sering kali berpikiran negatif tentang dengan dia menceritakan masa lalunya, orang-orang akan menjadi menjauh dari dirinya. Namun, justru dirinyalah yang menjauh dari dunia di sekitarnya.
Ia sadar bahwa akar permasalahan dari hidup Ara adalah dirinya sendiri. Dia tidak memiliki cukup banyak rasa percaya diri yang bisa digunakan dalam menghadapi dunianya sendiri. Dia terlalu memikirkan dampak buruk suatu hal yang jika akan ia lakukan nantinya. Sampai sisi kebaikannya dilupakan olehnya.
Dengan begitu, Ara menjadi dirinya sendiri disibukkan dengan belajar. Memfokuskan diri pada pendidikan, membuat para guru menyanjung tinggi kepandaiannya dalam meraih nilai. Hingga membuat teman-temannya merasakan bahwa para guru hanya memperhatikan dan memberikan kesempatan-kesempatan emas pada Ara. Seperti pada saat yang ditunjuk perwakilan olimpiade, ditunjuk sebagai contoh siswa teladan, dan yang selalu diberi apresiasi saat di kelas. Sampai-sampai menjadi tutor sebaya pun hampir seluruh guru menunjuknya. Mereka iri terhadap Ara, sama seperti Clover. Dia memang tidak suka padanya, tetapi tetap berlaku baik terhadap Ara.
"Ini bukan salah kamu, Astri. Hal ini disebabkan karena diri aku sendiri yang tidak mengerti keadaan. Salah aku sendiri yang tidak mengetahui isi hati Clover."
"Tapi, Ra, Clover juga jahat. Dia sudah menfitnah kamu."
"Dia nggak jahat, dia hanya menanggapi penyakit hatinya," ujar Ara yang dilanjutkan dengan, "Iri."
"Maksudnya bagaimana, Ra? Aku nggak paham."
Jika semalam Ara bercerita tentang kehidupannya, mungkin kini ia akan bercerita tentang Clover. Bukannya bergosip, akan tetapi cerita ini tidak ada kandungan negatif. Hanya cerita-cerita yang pernah Ara alami bersama Clover dan juga orang-orang yang ada pada saat itu.
Namun, sebelum semua itu keluar dari mulut Ara, rupanya Rindo telah datang dari arah kanan. Dia membunyikan klakson motornya hingga membuat Ara dan Astri menoleh secara bersamaan. Terlihat Rindo turun dari motornya dan berjalan menghampiri mereka.
"Do, kenapa kamu berada di sini?"
"Seharusnya aku yang bertanya sama kamu. Kenapa kamu pergi terlebih dahulu?" tanyanya. "'Kan aku sudah bilang mau menjemput."
"Oh, iya, Do. Aku lupa, benar-benar lupa. Sungguh. Maafkan aku." Terdengar nada penyesalan dari suara Ara. Kemarin dia memang menolak ajakan Rindo untuk pergi bersama. Namun, jika Rindo memaksa, maka dia akan mengikuti permintaannya. Bukan maksud dia menghindar dari ajakan Rindo pagi ini, tetapi dia memang lupa dan terlalu bahagia akan Astri yang tak sungguh membencinya.
"Ya sudahlah, nggak apa-apa. Pada akhirnya aku juga sudah tahu untuk saat ini," katanya.
"Kamu kenapa berada di sini? Tempatmu bekerja ada di sekitar sini?"
"Bukan, Ra. Tadi aku melihatmu saat keluar bersama temanmu ini. Eh, kita belum kenalan, ya?" katanya mengakrabkan diri.
Astri yang sedari tadi hanya memperhatikan, kini angkat bicara. "Hai, senang bertemu denganmu. Namaku Danastri, aku biasa dipanggil Astri oleh Ara." Astri tersenyum dengan tangannya yang dijabat dengan baik oleh Rindo.
"Senang juga bertemu kamu, Astri. Aku Do, kalau kamu memanggil nama panjangku, itu artinya kamu sedang rindu denganku. Dan nama panjangku Rindo."
Dengan bibir yang masih mempertahankan senyuman, Astri mengangkat alisnya. Di dalam hatinya dia berkata, "Ini manusia sedang melawak atau bagaimana?"
"Iya, aku sudah tahu dari Ara."
"Oh, ya? Bagus kalau begitu," katanya. "Oke, back to topic. Ra, saat di jalan tadi aku melihat kamu dan .., Astri ini sedang dikerubungi orang-orang. Apa yang sedang terjadi? Seharusnya aku berbelok untuk pergi ke tempatku bekerja. Karena melihat itu, aku lebih memilih melihatmu saja."
"Enggak apa-apa, Do. Kamu nggak usah khawatir, mereka hanya salah orang aja."
"Benar begitu?"
"Iya," katanya. Astri menoleh ke arah Ara seolah mempertanyakan alasan Ara menyembunyikan hal tersebut dengan Rindo. Bukankah semalam Ara berkata bahwa Rindo orang yang baik? Jadi untuk apa ditutupi dari Rindo? Toh, siapa tahu Rindo dapat membantu Ara. Namun, jawaban yang Ara berikan hanya sebuah senyuman agar Astri menyetujuinya.
"Iya, Do. Tidak terjadi apa pun," kata Astri akhirnya. Semoga itu menjadi doa supaya tidak terjadi masalah buruk ke depannya.
"Syukurlah jika memang begitu," katanya lega. "Ini sudah waktunya bekerja, aku pamit bekerja terlebih dahulu, ya."
"Iya, hati-hati di jalan."
"Sampai jumpa."
Setelah memastikan Rindo pergi, Astri berbalik badan menghadap Ara. "Aku nggak mau tahu, jelaskan tentang Clover!" pintanya menekan. "Kalau kamu menunda lagi seperti yang ada antara kamu dan Do, mungkin aku akan salah paham lagi. Kalau aku beneran marah seperti kemarin bagaimana? Mau kamu?"
"Enggak mau. Akan aku ceritakan, kamu yang sabar."
"Ya, ayo. Ini sudah jam berapa? Nanti aku telat pula."
"Kamu berangkat kerja dulu aja."
"Sudah ceritakan saja cepat, supaya aku tidak terlambat."
"Oke-oke," Ara menurut dan mengambil napas sebentar. "Jadi, aku dan Clover adalah teman satu kelas dulu, kamu tahu itu."
"Aku tahu, kamu sudah cerita."
"Sekolah kami memiliki kehidupan di lingkungan asrama, walaupun terdapat sebagian siswa memilih tinggal di luar asrama atau pun bersama orang tua mereka. Aku memilih tinggal di asrama karena jauh dari orang tua pun dengan Clover. Kamu juga tahu Astri bahwa aku bukanlah orang yang mudah bergaul dan pendiam. Aku tidak memiliki teman di sana. Dari semua orang yang berada di sana, aku merasa bahwa Clover yang paling baik meskipun dia tidak menyukaiku."
"Pendiam juga sebelum bertemu denganku 'kan, Ra?" tanya Astri yang jawabannya sudah dia ketahui sendiri. "Tapi, kenapa kamu merasa Clover demikian?"
"Aku adalah orang yang tak mampu, Astri. Bersekolah gratis dengan asrama yang mau menampungku adalah nikmat Tuhan yang harus selalu aku syukuri. Hidup keseharianku masih orangtuaku sendiri yang menanggung. Aku sengaja memberi tahu mereka bahwa semuanya telah di tanggung pihak sekolah agar mereka tak terlalu memikirkanku. Orangtuaku memberikanku uang jajan bulanan yang nominalnya hanya beberapa ratus ribu. Untuk kebutuhan sehari-hari, makan, dan keperluan atau alat sekolah. Aku ingin bekerja, tetapi kesibukan sekolah tak memberiku waktu."
"Ra? Andai saja waktu itu aku berada di sana. Sudah pasti aku akan membantumu apapun yang terjadi." Astri merasakan kesedihan yang Ara alami, dia menjadi iba pada sahabatnya itu.
"Terima kasih, Astri," ucapnya dengan tersenyum.
"Beruntung sakali aku, di saat-saat aku kesulitan untuk sekedar makan, saat itu ada Clover yang membantuku secara tidak langsung," katanya.
"Apakah sebenarnya dulu Clover ingin menjadi temanmu, tetapi sekarang berubah menjadi membencimu?"
"Aku tidak tahu pastinya, Astri. Yang aku tahu, Clover memang tidak menyukaiku. Namun, dia tidak membenciku dulu, malah dia berbaik hati padaku."
Jika Ara dapat memutar ulang waktu yang telah berjalan, dia ingin kembali pada waktu yang menempatkan dirinya dan Clover. Dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Clover. Belajar sikap sosial agar dapat diterima oleh semua orang. Belajar berbicara banyak hal. Namun, sayangnya hanya kantong ajaib Doraemon yang bisa melakukan hal-hal ajaib semacam ini. Bawakan kantong ajaib Doraemon kemari, maka akan Ara setel ulang waktu yang telah lalu itu.