Chereads / Hidden Soul / Chapter 8 - KELUARGA BARU

Chapter 8 - KELUARGA BARU

"D-dia, sudah meninggal 11 tahun yang lalu, saat Kedai Kopiku ini sudah berjalan 17 tahun lamanya" Ujar Kakek Moe, ekspresinya sangat murung.

Suasana saat itu berubah dengan seketika, hening dan dingin.

Chika dengan sangat tanggap saat melihat situasi itu, langsung menghentikan wawancara itu.

"Baiklah wawancara ini kita akhiri sampai di sini, terimakasih banyak Tuan Kazekagi Imoega, atas cerita sejarah dari Kedai Kopi LUO ini." Ujar Chika menutup wawancara itu, saat melihat suasana hati Kakek Moe yang tiba-tiba berubah menjadi sedih .

"Ken, matikan kameranya!" Ujar Chika kepada Ken, yang berada di belakang kamera yang ada di belakangnya.

Chika dan Isamu menatap sangat dalam kepada Kakek Moe yang ada di hadapan mereka, Ken dan Rie yang berada di bekalang kamera juga menatap ke arah,

Kakek Moe terlihat sangat murung. Mereka semua ikut merasa sedih dan juga merasa bersalah, karena telah mengungkit kenangan masa lalu dari Kakek Moe.

"M-maafkan kami, Kakek Moe. Kami t-tidak bermaksud.." Ucap Isamu, ucapan Isamu terputus.

"Tidak apa nak," Ujar Kakek Moe, Kakek Moe menghapus air mata yang menetes di pipinya dengan ibu jari yang ada di telapak tangannya.

"Saat ia berusia 23 tahun, ia menikah dengan teman Kampusnya yang berbeda jurusan dengannya. Lalu, setelah ia berusia 24 tahun. Ia memiliki seorang anak, dan itu adalah cucu pertamaku" Ujar Kakek Moe melanjutkan ceritanya sambil tersenyum dan menyipitkan matanya di dalam kesedihan.

"Setelah menikah dan memiliki anak pun, ia masih membantuku untuk menjalankan Kedai Kopi ini. Sering kali, ia bekerja menggunakan laptop dari kantornya di Kedai Kopi LUO ini, sambil mengajak anaknya bermain di Kedaiku ini dan membantuku mengurus Kedai ini. Ia adalah seorang laki-laki yang sangat gigih dan pekerja keras, di mana pun ia berada, ia akan selalu sibuk. Namun, dapat membagi waktu untuk segalanya. Itulah Putraku" Ujar Kakek Moe, yang meneruskan ceritanya.

"Selama ini Kedai Kopi LUO tidak akan berkembang, tanpa Putraku yang hebat itu. Aku hanya diam dan terima beres, dari hasil kerja kerasnya. Sampai saatnya hari itu datang, kekacauan besar yang terjadi. Yaitu, tragedi 1 januari pada 11 tahun yang lalu, keadaan memaksanya harus meninggalkan Kota Barat ini dan ikut bersamaku pergi ke Kota bagian Utara, tepatnya pada tempat rekan kami berkumpul." Ucap Kakek Moe, yang menghentikan ceritanya sejenak untuk mengambil nafas.

"Yaitu, Distrik 20 yang saat itu, sedang dikacau kan oleh manusia-manusia yang haus dengan kekuasaan dan kekayaan. Kami pun berperang, akibat dari peperangan itu berdampak besar pada Kota-Kota di Distrik lain.

Saat itu, ia telah terluka sangat parah akibat peperangan di Distrik 20 Namun, salah satu musuh kami memberikan ancaman. Jika, mereka akan membunuh keluarga kami yang berada di Distrik lain, dan ancaman itu sangat di arahkan pada Putraku saat itu." Ujar Kakek Moe, ia mengeluarkan ekspresi yang sangat menegangkan.

"Apakah ancaman yang di maksud dari musuh itu adalah anak dan istri dari putra Kakek?" Tanya Isamu, ekspresi Isamu sangat penasaran.

"Ya, benar sekali. Saat itu, Putraku langsung bergegas kembali ke Kota Barat ini untuk melindungi anak dan istrinya. Di saat itu jugalah, penyesalan terbesarku datang.

Karena aku tidak dapat melakukan apa-apa untuk membantunya, rekan kami di Distrik 20 juga banyak yang terbunuh.

Di Distrik 2 di Kota Barat inilah, ia menanggung segalanya sendirian, agar Kota Barat ini selamat dan tetap utuh tanpa kerusakan yang besar. Pada saat nafas terakhirnya pun, ia masih mampu membunuh 10 manusia berdarah dingin itu untuk memusnahkan dan menghentikan peperangan itu. Usahanya mempertaruhkan nyawa, tidak sia-sia. Ia berhasil melindungi anak dan istrinya, juga Kota Barat ini dan menghentikan tragedi 1 Januari itu." Ujar Kakek Moe.

"Setelah kepergiannya, aku sangat menyesalinya. Bahkan aku tidak ada bersamanya, di saat nafas terakhirnya. Karena keadaanku saat itu juga sudah sekarat di Distrik 20." Ujar Kakek Moe memejamkan matanya dan meneteskan air mata.

Isamu berdiri dari kursinya, berjalan ke arah Kakek Moe yang berada di hadapannya, di batasi oleh meja kasir. Isamu melewati sebuah pintu berukuran 90cm di ujung meja sebelah kiri untuk mendekat pada Kakek Moe. Isamu pun berdiri di belakang Kakek Moe.

"Kakek Moe, karena Putramu lah kami semua selamat dan hidup damai sekarang. Anak-anak di Kota Barat ini masih merasakan indahnya dunia, semua itu berkat pengorbanan besar dari Putramu. Harusnya kau merasa sangat bangga akan hal itu." Ujar Isamu mengelus ke dua bahu Kakek Moe dari belakang dan menempelkan dagunya di atas bahu Kakek Moe.

Kakek Moe pun membuka matanya dan melihat wajah Isamu yang berada di samping kiri wajahnya dan Isamu menopangkan dagu pada bahu kirinya. Kakek Moe pun tersenyum dan menyipitkan mata. Lalu, ia mengelus pipi kiri Isamu, dengan telapak tangan kirinya.

"Terimakasih banyak, nak!" Ujar Kakek Moe.

"Kakek Moe, jangan memberikan ekspresi murung seperti itu pada kami lagi ya. Karena itu membuat wajahmu terlihat semakin jelek" Ujar Ken dengan bermaksud menyemangati Kakek Moe, Ken melangkah untuk mendekat ke arah kursinya yang ada di hadapan Kakek Moe yang di batasi oleh meja.

Kakek Moe dan Isamu pun melihat ke arah Ken.

"Dasar anak nakal" Ujar Kakek Moe melihat ke arah Ken dengan tertawa.

"Kakek, maafkan Ken ya. Cara ia menghibur memang konyol dan asal bicara seperti itu. Tapi, sebenarnya ia adalah anak yang sangat baik." Ujar Isamu, Isamu mengangkat wajahnya dan melepaskan ke dua tangannya dari bahu Kakek Moe.

"Aku sangat mengerti akan hal itu, nak. Terimakasih banyak, kalian mau mendengarkan ceritaku. Aku merasa sangat lega." Ujar Kakek Moe.

"Kakek Moe, jangan merasa sungkan kepada kami. Kapan pun Kakek ingin bercerita, kami siap mendengarkannya. Benarkan Isamu, Ken, Rie?" Ujar Chika.

"Tentu saja!" Ucap Rie yang perlahan mendekat ke hadapan Kakek Moe dan duduk di kursinya di samping kanan Chika dan di samping kiri Ken.

"Itu benar sekali, apalagi jika selalu di buatkan Kopi yang enak itu" Ujar Ken sambil menyengirkan giginya.

"Entah mengapa, saat melihat kalian semua, aku merasa tidak asing dengan kalian. Seandainya cucuku dari Putraku itu berada di sini, pasti ia sudah seusia kalian" Ujar Kakek Moe.

"Memangnya, di mana cucumu itu berada?" Tanya Ken yang sambil duduk di kursinya yang tadi di sebelah Rie.

"Entahlah, semenjak tragedi itu. Cucuku dan Ibunya pergi dari Distrik 2 ini. Sampai saat ini, aku belum mengetahui keberadaan mereka. Apakah mereka selamat atau tidak, dari tragedi itu. Karena setelah berakhirnya tragedi itu, aku tidak kembali ke Distrik 2 ini selama 1 tahun." Ujar Kakek Moe.

"Suatu saat nanti, Kakek pasti akan bertemu dengan cucu Kakek itu" Ujar Rie.

"Aku sangat menantikan saat itu terjadi" Ujar Kakek Moe.

Saat itu Isamu melangkah untuk kembali pada kursinya di sebelah Ken.

"Bagaimana, jika mulai saat ini dan seterusnya, kita luangkan waktu untuk datang ke Kedai Kopi LUO ini dan mengunjungi Kakek Moe?" Tanya Ken pada yang lainnya, memberikan usul.

"Itu ide yang sangat bagus Ken. Benarkan Chika?" Tanya Rie.

"Tentu saja" Ujar Chika yang bersemangat.

"Kau tidak keberatan dengan usulku kan. Isamu?" Tanya Ken yang menarik kerah baju Isamu agar wajah Isamu mendekat dengan wajahnya, sampai leher Isamu hampir tercekik.

"K-kau i-ngin m-membunuh k-ku. K-Ken?" Ucap Isamu terbata-bata.

Ken melepaskan genggaman tangannya dari kerah baju Isamu. Kakek Moe tertawa bersama dengan Chika dan Rie, saat melihat kelakuan konyol Isamu dan Ken.

Setelah mereka tertawa dan bercanda untuk beberapa menit, Kakek Moe merasa mulai sangat dekat dengan mereka. Walaupun, ini pertama kalinya mereka bertemu dan saling mengenal. Namun, Kakek Moe merasa jika mereka sudah seperti cucu baginya.

Kemudian, Kakek Moe menghentikan canda tawa mereka saat itu.

"Tidak terasa sudah jam 8 malam, apakah kalian tidak lapar?" Ujar Kakek Moe.

"Kakek Moe sangat pengertian sekali, aku sangat lapar sekarang" Ujar Ken yang tidak tahu malu.

"Kau adalah orang yang tidak punya malu ya Ken!" Ujar Rie.

"Hehehe" Tawa kecil Ken sambil nyengir.

"Baiklah, aku akan membuatkan makan malam untuk semuanya" Ujar Kakek Moe tersenyum dengan matanya yang menyipit, Kakek Moe pun turun dari kursinya.

"Kakek Moe, bolehkah aku dan Rie membantumu?" Tanya Chika.

"Tentu saja! Ayo ke sini dan bantulah aku" Ucap Kakek Moe dengan merasa sangat senang.

"Ayo Rie" Ujar Chika mengajak Rie, ia turun dari kursinya dan berjalan perlahan ke arah Kakek Moe.

"Ayo Chika" Ujar Rie, Rie pun mengikuti langkah kaki Chika.

(Bersambung...)