=Author's POV=
Semilir angin siang disertai dengan teriknya matahari yang menghangatkan seluruh kehidupan hutan, kesejukkannya tidak lagi dinikmati oleh dua tim yang saling bertarung memperebutkan kemenangan.
Tim Anak Anggota yang telah terlatih melawan tim pria berkuda yang mengenakan penutup wajah dengan senjatanya masing-masing.
Empat melawan sepuluh, bukanlah jumlah yang seimbang, tetapi tim Anak Anggota mampu bertahan hingga akhir walaupun akhir yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan harapan.
Dentingan keras pedang saling beradu dengan percikan darah yang tak sedikit membuat suasana siang itu terasa sangat menegangkan. Sangat terengah dan lemas, para Anggota tidak menyerah begitu saja terlebih mereka mencurigai kalau lawan mereka bukanlah tim dari kelompok latihan Anak Anggota.
Pakaian yang serba hitam dan menutup sebagian wajah mereka, kuda hitam nan tangguh juga busur dengan anak panah perak yang tampak asing membuat para Anak Anggota semakin berambisi untuk mengalahkannya.
Salah satu dari Anak Anggota itu adalah pria dari Distrik 25 yang tidak lain adalah sepupu dari Ge, Sam. Dia telah mengalami banyak luka bekas sabetan pedang di tubuhnya, beberapa kali mendapatkan serangan fisik pada bagian kepala dan kakinya. Sesekali dia mengernyitkan dahi seraya menahan nyeri karena telinganya berdengung hingga membuatnya pening hebat. Kaki kanannya telah cidera parah hingga sulit untuk digerakkan, hingga dia harus bertarung dengan keadaan tubuh sudah sangat lemah.
Seorang temannya yang berkulit putih tampak masih segar dibanding dirinya dan dua rekannya yang lain. Pria berkulit putih itu masih dapat melawan dengan penuh ambisi para pria berpakaian serba hitam.
Bruk!
Hamper bersamaan, keempat Anak Anggota terjatuh karena mendapat serangan pamungkas dari pasukan berkuda. Samar, Sam masih dapat melihat rekannya berusaha untuk meraih pedang tetapi lengannya segera dipanah oleh lawan hingga tak sanggup lagi bergerak lebih banyak.
Semakin buram, pandangan Sam gelap dan dia tak sadarkan diri dengan keadaan yang sangat mengerikan.
Para pria berpakaian serba hitam segera memasukan senjata mereka dan kembali menaiki kuda. Tiga diantaranya terluka parah karena pertarungan yang baru terjadi, ketua pasukan itu memerintahkan kepada anggotanya untuk dapat membawa tubuh tiga anggotanya itu agar dibawa dan diobati.
Manik ketua pasukan berkuda berkilau terpantulkan cahaya matahari, tampak merah dan indah walau penuh amarah.
Beberapa kali dia mengumpat karena merasa kesulitan melawan tim Anak Anggota yang baru saja mereka tumpas.
Dalam beberapa penyerangan, baru kali ini mereka mendapat perlawanan yang sengit bahkan hingga membuat anggota mereka terluka parah. Keempat Anak Anggota itu benar-benar menguasai teknik bertarung dan mampu membaca pergerakan lawan hingga dapat bertahan walaupun tetap kalah.
"Cek seluruh barang mereka, pastikan kita tidak melewatkan satu hal pun yang berharga!" perintah ketua pasukan pada anggotanya yang tengah menggeledah beberapa bawaan lawan yang telah tak bernyawa.
"Tidak ada apapun, Tuan. Hanya perbekalan mereka yang sudah hampir habis," teriak salah satu anggota yang berbadan agak gempal.
"Aku menemukan ini, Tuan. Aku tidak tahu apakah ini berharga tetapi ini tampak bagus," ujar seorang lagi yang tengah memegangi sebuah benda yang merupakan jam tangan digital berwarna hitam yang sudah mati.
Pria bertubuh agak mungil itu segera menyerahkannya pada ketua pasukan untuk dicek. Pria bermata merah itu mengamatinya dengan seksama, bahkan dia tidak berkedip hanya untuk memastikan apa kiranya kegunaan benda itu dan apa kepentingan seorang Anak Anggota memiliki benda semacam itu.
"Ayo! Kita harus segera ke Timur!" perintah pria itu pada seluruh pasukannya. Dia memasukan gelang hitam itu pada saku pakaiannya yang masih sangat rapi hanya terdapat satu bekas robek akibat tebasan pedang salah satu Anak Anggota yang meleset.
Melirik para lawannya untuk yang terakhir kali, pria itu pergi bersama pasukannya dengan menaiki kuda hitam mereka.
Darah bercecer diseluruh lokasi pertarungan, keempat tubuh itu tergeletak dengan masing-masing satu anak panah yang tertancap pada bagian dada mereka tepat pada jantung. Kecuali Sam, pria dari Barat itu menjadi sasaran anak panah yang mendarat pada punggungnya.
Denyut nadinya sangat lemah, pria itu masih mampu mehelakan napas walau dalam keadaan yang setengah sadar.
Dia hanya merasakan sakit pada seluruh tubuhnya dan menunggu malaikat maut menemuinya untuk mengajak pergi bersamanya ke surga.
Terik matahari mulai meredup berganti dengan jingganya langit yang menampakkan senja. Seorang perempuan muda berpakaian gaun khas daerah pedesaan dengan rambut yang di kepang dua, menghampiri empat tubuh yang tergeletak tak berdaya di tengah hutan.
Ia membawa keranjang buah, jelas sekali dia sedang hendak memetik beberapa buah hutan untuk teman makan malam tetapi nuraninya meminta untuk memeriksa keempat tubuh itu jika masih ada yang dapat diselamatkan.
Satu per satu diceknya denyut nadi pada lengan dan leher, dia tidak dapat merasakan apapun hingga dia terhenti di tubuh Sam yang masih terasa hangat walau denyutan nadinya hamper tidak terasa. Perempuan muda itu segera berlari kembali ke desa untuk memanggil bantuan untuk membawa tubuh pria Barat itu ke rumahnya untuk dirawat.
Seorang pria dewasa dan seorang lagi masih sangat remaja pergi ke hutan memenuhi permintaan perempuan muda tadi, mereka segera membawa tubuh Sam menuju desa sebelum hari menjadi semakin gelap.
Berbagai macam ramuan herbal telah disiapkan oleh perempuan muda berkepang, dia dengan dibantu oleh tiga orang anak perempuan nan manis mengoleskannya pada beberapa bagian tubuh pria yang terluka akibat senjata tajam.
Salah satu pria yang berambut panjang dan lebih dewasa dari semua orang di rumah itu mengatakan kalau pria asing yang sedang mereka tolong ini memiliki kemungkinan sembuh hanya saja perawatannya harus sangat maksimal. Dia pun segera pergi ke salah satu rumah di desa yang berada di paling ujung desa untuk menemui seorang tabib tua yang biasa dipanggil papa Ramu.
Selain dengan ramuan yang di oleskan, Sam juga mendapat pengobatan dari dalam yaitu dengan adanya semacam totok aura yang dilakukan oleh papa Ramu.
Pakaian bagian atas Sam telah dilepas semua menampakkan banyaknya bekas luka, lebam dan goresan pedang pada bagian dada, perut dan punggungnya. Papa Ramu meminta kepada si perempuan berkepang untuk membuatkan minuman herbal yang menghangatkan, beliau juga meminta agar minuman itu jangan diberi campuran apapun agar khasiatnya benar-benar dapat bereaksi dengan sempurna.
Fine, begitu panggilan perempuan berkepang. Dia dengan sigap melakukan semua yang diperintahkan oleh papa Ramu. Ketiga gadis kecil yang tadi membantunya, kini membantu papa Banu untuk memijat pelan bagian kaki Sam yang mengalami memar tulang.
Menurut papa Ramu, pria barat itu bahkan mengalami patah tulang pada bagian mata kaki karena digunakannya untuk bertarung dengan keras dan mendapat beberapa kali balasan tendangan kuat dari lawan.
***