Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Pink Sanctum

Danu_Banu_
--
chs / week
--
NOT RATINGS
22.1k
Views
Synopsis
Seri Ketiga Novel Lutfi Gilang ------------------------- "Tidak ada peperangan yang baik, dan tidak ada perdamaian yang buruk" Gilang terpaksa bergabung dengan organisasi gelap sekeluarnya ia dari penjara demi mencari keberadaan Lutfi, tunangannya yang menghilang tanpa jejak. Pencarian itu menuntunnya kepada rahasia Nusantara, yang membuatnya harus memilih: 'menjadi pecundang demi hidup, atau menjadi pahlawan demi negara'. Bagaimanakah nasib Gilang? Akankah dia berhasil menemukan Lutfi?
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Tokyo, Jepang, 2019.

Sambutan Sang Raja Pagi mengiringi laju pesawat yang mulai menukik turun. Pancaran jingga keemasan menyeka wajahku yang layu. Seperti julukannya, Matahari Terbit, Jepang adalah salah satu tempat di mana kau akan dimanjakan dengan pemandangan sunrice atau sunset yang tampak sempurna, jauh berbeda dari apa yang biasa kulihat di tanah kelahiranku.

"Lutfi, apa kau sudah melihat pemandangan ini sebelum aku?"

15 menit berlalu—8 menit landing, 3 menit peringatan dari pramugara dan pramugari supaya para penumpang melepas salt belt dan mengecek barang bawaan agar tidak ketinggalan, 4 menit para penumpang mulai keluar dari pesawat. Aku, menjadi satu-satunya penumpang yang keluar terakhir. Jujur, masih cukup besar keraguanku jika Lutfi berada di Jepang. Jadi, aku perlu memantapkan mentalku sebelum menginjakkan kaki di tanah sushi.

"Mungkin saja dia memang pernah ke mari, tapi mungkin juga dia sudah tidak lagi di sini." Demikianlah pertanyaan-pertanyaan yang terus keluar di benakku sebelum akhirnya aku harus bangkit dari tempatku duduk setelah petugas datang dan meminta aku supaya segera meninggalkan pesawat.

Dengan terpaksa, aku menurut. Mengambil perlengkapanku dari rak atas. Kemudian berjalan keluar dengan langkah berat. Baru saja aku melalui lubang pintu pesawat udara musim semi menyeka wajahku dengan lembut, seakan menyambut kedatanganku di Negara Sakura, bunga yang selalu aku dan Lutfi impikan untuk foto berdua.

"Lutfi, apa kau sudah menghirup udara ini terlebih dulu dari aku?"

Aku melangkah sesuai arahan petugas, menuju Bandar Udara Internasional Tokyo atau yang kerap dikenal sebagai Bandara Haneda. itu adalah salah satu dari dua bandar udara untuk Tokyo Raya, Jepang. Bandara ini terletak di Ota, Tokyo, 14 km sebelah Selatan Stasiun Tokyo. Nama Bandara Haneda lebih populer dibandingkan Bandar Udara Internasional Tokyo, untuk membedakannya darj Bandara Internasional Narita yang pernah dinamakan "Bandara Internasional New Tokyo"—New Tokyo Internasional Airport—hingga tahun 2004.

Sampainya di sana, karena kurang menguasai bahasa Jepang, aku masih berkomunikasi dengan petugas menggunakan bahasa Inggris. Aku bersyukur, keputusanku untuk menerapkan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari sewaktu berada di Turki adalah keputusan yang tepat, sehingga sekarang aku lancar berbahasa Inggris, meski tak jarang beberapa kali keluar dari kaidah bahasa Inggris seharusnya. Ya, paling tidak aku memahami apa yang orang lain katakan dan orang lain memahami apa yang aku katakan. Tapi perlu kutekankan kepada kalian, cara berbahasa Inggris masyarakat Jepang berbeda dengan orang-orang di negara lain.

Seperti apa?

Aku kurang bisa menjabarkan dalam konteks ini. Jadi, untuk lebih jelasnya, kalian bisa melakukan observasi sendiri, mengunjungi Jepang secara langsung.

Setelah bertanya kepada petugas, aku mengunjungi tempat penginapan yang letaknya tidak jauh dari tempat kerjaku yang baru. Perusahaan Manga—sebut saja begitu, karena aku tidak mau merusak citra perusahaan dalam kisah ini, dan memang aku bekerja sebagai pengisi naskah dalam karya yang dibuat oleh Mangaka.

Aku tidak mengisinya dengan bahasa Jepang, aku memberikan naskah dalam bahasa Inggris untuk kemudian ditranslate ke dalam bahasa Jepang oleh Fujimoto, rekan kerjaku di Perusahaan Manga. Jadi, selain di jual di negara sendiri, manga-manga yang diterbitkan oleh Perusahaan Manga juga laku di pasaran internasional.

Meski telah menyerahkan CV seminggu kemarin, dan sudah bekerja sepekan ini, aku tetap harus melaksanakan tes wawancara lusa besok untuk menetapkan apakah aku akan dijadikan pegawai magang atau pegawai kontrak atau pegawai tetap. Jujur saja, aku berharap mereka mimilihku sebagai pegawai lepas. Maksudku, kalau aku tidak bekerja, aku tidak akan mendapatkan penghasilan, dan kemungkinan dipecat jauh lebih sedikit daripada pegawai pada umumnya.

Hal itu juga menjadi dasar untukku agar lebih banyak waktu luang berada di Jepang. Memang tujuanku datang ke negara ini bukan untuk bekerja melainkan untuk mencari Lutfi. Jadi aku bekerja hanya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebenarnya, tiga hari lalu, setelah aku membacakan kerangka novel "The Missing Lovers" kepada Fujimoto, dia bermaksud mengadaptasi novel itu ke dalam manganya sendiri, tapi aku masih belum memberikan izin. Lagi pula, aku belum sempat melanjutkan kisah setelah Si Tokoh Utama dipenjara. Dan aku tidak mau memberi beban kepada Fujimoto jika nantinya karya itu laris di pasaran dan orang-orang tengah sibuk menunggu kelanjutan kisahnya atau mengajukan hipotesis ke mana dan bagaimana kisah itu akan berakhir, Fujimoto justru akan kesusahan menanggapi hal itu. Dan, untung saja, dia memaklumi maksudku.

🚶🚶🚶

Aku tiba di depan apartemen bertingkat di sudut pusat kota pukul 07:19.

Setelah membayar uang muka kepada pemiliknya aku memasuki ruangan di lantai 3. Meletakkan barang bawaanku dan membereskan tempat penginapanku sekarang, membuatnya senyaman mungkin, sampai aku merasa kalau aku sedang ada di rumah sendiri, dengan banyak memasang foto Lutfi. Selesai berberes, aku bebersih diri dan sarapan. Kemudian mengenalkan diri kepada tetangga, lalu kembali ke tempat kerjaku.

Di atas meja, terpampang buku bercover cokelat tua tentang perjalanku sebelum tiba di Turki, yang mana telah habis kalian baca pada novel kedua: "The Missing Lovers". Dan kali ini, setibanya aku di Jepang, sesuai janji, aku akan memberikan kisah lanjutannya secara tuntas kepada kalian di dalam buku yang sedang kalian pegang. Meski pada kenyataannya sekarang, aku baru akan memulai mengulas kisahku dua bulan ke belakang.

Sebati dengan judul yang kuberikan, dan apa yang telah kubahas sebelumnya, kisah setelah 'aku' dipenjara akan menjurus pada genre action-misteri namun tetap tidak keluar dari konteks pria yang terus mencari tunangannya yang menghilang tanpa jejak.

Aku akan berusaha sebaik mungkin supaya kalian memahami dan merasakan secara tepat apa yang sudah kualami, meski tentunya akan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada saat aku membuat novel "Gilangku" ketika aku berada di Turki, karena banyak hal yang perlu kuurus. Selain tentang Lutfi, dalam tanda kutip, aku perlu mewawancarai sekelompok Mafia yang sempat membicarakan pasal tunanganku. Sebetulnya aku baru mengetahui hal itu setelah dua minggu bekerja di Perusahaan Manga, tapi sengaja kutulis supaya kalian tahu alasan yang membuat novel ketigaku ini tidak juga selesai.

Tapi aku tidak akan membahas soal itu dalam buku ini, aku akan membahasnya belakangan nanti, sebagaimana urutan aku mengalami semua kejadian ini, supaya kalian benar-benar bisa terjun ke alam bawah sadar dan merasakan menjadi 'aku'.

Sebelum kumulai, aku perlu menekankan satu hal yang dari dua buku sebelumnya belum sempat kuberitahu kepada kalian, bahwa apa yang kutulis, dan apa yang telah kalian baca, bukan bermaksud mengagungkanku karena aku berusaha dengan sangat keras demi menemukan Lutfi, sehingga kalian akan menganggap bahwa Lutfi adalah wanita yang sangat keji dengan meninggalkanku begitu saja hingga membawaku ke dalam permasalahan yang pelik. Bukan begitu. Tidak sama sekali!

Aku justru menuliskam kisah ini untuk memberitahu kepada seluruh kaum Adam di muka bumi tentang sebuah perjuangan, hal yang sangat wanita sukai tapi sukar dilakukan oleh seorang pria.

Aku ingin mengingatkan kembali kepada kalian, para pria, kepada diriku khususnya, seperti apa perjuangan kalian ketika mencoba membuat wanita yang kalian suka memerhatikan kalian, seperti apa perjuangan kalian ketika mencoba membuat wanita yang kalian suka jatuh hati kepada kalian, seperti apa perjuangan kalian ketika menyatakan rasa kepadanya, seperti apa perjuangan kalian ketika meminta membuat hubungan dengannya, dan seperti apa perilaku kalian setelah mendapatkan wanita itu.

Aku akui, aku tidak terlalu pandai dalam menjelaskan hal itu di dua novel sebelumnya, atau bahkan hingga kelima buku ini selesai kugarap. Aku hanya mencoba memberikan contoh sebuah perjuangan pria kepada kekasihnya. Contoh bahwa wanita yang terkadang lebih setia daripada pria. Contoh bahwa ketika pasanganmu menghilang kau harus terus berusaha menemukannya, dan setelah menemukannya kau harus memerjuangkan cinta yang telah kalian bangun berdua.

Jangan sampai gara-gara ego sesaat membuat perjuanganmu selama PDKT—perjuangan setelah menjalin hubungan, perjuangan untuk terus membuatnya senang, perjuangan untuk tidak membuatnya marah, dan berbagi perjuanganmu lainnya—lenyap dengan sekejap.

Ingatlah hal ini para pria, bahwa ketika kau meminang wanita yang kau cinta, dia akan menjadi milikmu seutuhnya, dan tidak lagi menjadi tanggungan keluarganya. Tahukah kau, bagaimana sulitnya melepas keluarga demi hidup bersamamu? Tapi, dia—wanita yang kau cinta, yang menjadi istrimu—tetap melakukannya karena dia yakin kalau kau adalah pilihan paling tepat, jodoh dunia akhirat.

Maka dari itu, aku ingatkan sekali lagi kepada kaum Adam jangan mudah menyerah, teruslah perjuangkan cinta dan hubunganmu, karena sejatinya wanita bersikap adalah sebagaimana lelakinya bertindak kepadanya. Jadi, janganlah kau menyia-nyiakannya.

Bukan bermaksud menggurui, atau menganggap diri sudah bisa melakukannya. Tidak! Tentu saja aku juga masih dalam proses untuk bisa melakukannya.

Aku bisa menyarankan hal itu kepada kalian karena itulah yang kudapatkan secara langsung dari Lutfi, hal itulah yang ketika kubaca membuatku merintih malu dan sesak, membayanykan seperti apa sakitnya hati Lutfi selama menjalin hubungan denganku sedang aku dengan mudahnya berulang kali meminta pisah tanpa mau tahu apa yang dia rasakan, tanpa mau mengingat perjalanan yang telah kami lalui, tanpa mau peduli akan perjalanan yang telah kami lakukan bersama.

Dan dari hal itu, aku juga sadar, kepergian Lutfi memang benarlah salahku. Salahku yang sangat sering meminta pisah dan menyombong diri akan bisa menjalani hidup tanpanya. Tapi nyatanya, aku bobrok tanpa adanya Lutfi di hidupku. Aku benar-benar menyesal. Aku sangat tidak ingin terus sendiri begini tanpa dirinya. Aku sudah sangat sengsara!

Jika nanti aku bisa menemukannya, aku tidak akan lagi mengulangi kesalahan yang sama, dan ketika aku dilanda emosi karena kesalahpahaman aku hanya tinggal membaca buku-buku yang sudah kalian baca Gilangku dan The Missing Lovers, buku yang sedang kalian baca 986 codes, serta buku yang akan kalian baca Lutfiku dan Lutfi Gilang.

Aku yakin, hanya dengan membaca separuh bagian dari salah satu buku itu, aku akan bisa meredakan emosiku dan tidak akan lagi membuatnya terluka, atau dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja meminta pisah. Aku yakin buku ini bisa melakukan itu untukku, dan aku berharap itu juga berlaku bagi kalian.

Semoga saja....

Tanpa perlu lagi memperpanjang penjelasan. Aku membenarkan posisiku duduk. Mengatur napas. Membuka buku petualanganku. Aku mulai membaca.