Setiap malam minggu Aina menginap dirumah Angel. Memberi pelajaran tambahan untuk sahabatnya itu. Ujian nasional tinggal 6 bulan lagi, mereka harus belajar giat untuk mendapatkan nilai bagus. Perjuangan mereka selama 3 tahun dipertaruhkan hanya di ujian itu.
"Gue benci matematika, fisika, kimia juga." Angel frustasi meremas bukunya. Aina hanya tersenyum melihat tingkat kekanak kanakan sahabatnya. Bukan cuma Angel yang benci dengan mereka, hampir semua anak yang mengenyam pendidikan juga jadi haters mereka.
"Kalau benci itu semua pelajaran. Gimana loe bisa masuk kedokteran?"
Angel merengut mendengar kata kedokteran. Ia ingin jadi desaigner tapi papanya memaksa untuk jadi dokter seperti keinginan mereka. Mereka pesimis jika seorang desainer bisa menghasilkan pundi-pundi uang dan kemapanan.
"Ai, harusnya orang kayak loe yang jadi dokter ya? Loe punya rencana kuliah dimana sih?" tanya Angel penasaran karena selama ini Aina tak pernah bicara tentang mau ambil jurusan apa dan kuliah dimana, apa Angel yang tak pernah bertanya namun ia yakin Aina pasti sangat baik merencanakan masa depannya.
"Gue ambil jalur beasiswa ke luar negeri." Angel terkejut
"Seriusan loe?"
"Iya tapi baru daftar sih, belum seleksi juga. Gue juga harus tes toefl. Pokoknya prosesnya panjang dan ketat." Angel menatap Aina takjub, sungguh cita- cita sahabatnya begitu tinggi dan terencana. Ia kira Aina akan sekolah di Universitas Negeri, seperti UI atau ITB.
"Yah padahal gue harap bisa kuliah bareng sama loe." Angel murung sekaligus bahagia. Murung karena mereka akan berpisah, bahagia karena ia bangga kepada Aina. "Gue doain loe bakal dapetin beasiswa itu."
"Amien, kalau gue gak dapetin beasiswa itu. Kita bisa kuliah bareng di dalam negeri."
Aina menggenggam tangan sahabatnya, memberi sebuah keyakinan. Walau jarak jauh, walau samudra memisahkan dua benua namun bersahabat mereka tak akan terpisah. Mereka akan sering berkomunikasi via telepon maupun Internet. "Kalau gue jadi kuliah di luar negeri, gue janji bakal hubungi loe sering-sering."
"Beneran? Loe gak bohong kan!" Aina mengangguk yakin. "Kita bersahabat sampai tua ya Ai, janji?" Mereka saling menautkan jari kelingking, pertanda janji yang mereka ucap harus dipegang teguh sampai mereka jadi nenek.
"Ai, kita jalan keluar yuk! Sumpah gue ilfeel banget sama rumus- rumus ini," ucapnya sambil membolak balikan lembaran buku. Aina memutar bola matanya dengan malas. Kan Angel sudah janji mau belajar, kenapa kini rencana mereka malah melenceng.
"Mau kemana?"
"Ke Club." Aina bergidik ngeri mendengar Angel mengucapkan tempat haram itu. Club malam di benak Aina adalah tempat orang berpakaian minim, meneguk alkohol dan berjoged sampai hilang kesadaran. Dia mana mau ke sana, Aina bisa di kutuk jadi batu sama mak Ambar bila ketahuan menginjak tempat penuh maksiat itu."Jangan horor gituh mukanya, nanti gue kenalin deh sama Jefran." Mata Aina berbinar, seperti menemukan uang seratus ribu dijalan. Jefran yang tampannya maksimal, Jefran yang hanya bisa ia lihat diam-diam. Pingin dong kenalan sama itu pemuda ganteng tapi tak lama ia teringat kejadian di lapangan basket. Jefran yang jijik padanya.
"Gak ah, gue gak mau kenalan sama Jefran." Aina takut kalo dia bakal diketawakan lagi, apa yang dilakukan Jefran bener-bener jahat. Dia jadi bahan olok-olokan dan di kira penguntit.
"Kenapa kemarin di lapangan basket, loe ninggalin gue pulang. Loe dipaksa Dika lagi?? Gue sebel sama temen loe itu, gue kenapa sih kok sensi banget sama gue. Haloww... gue cewek kali. Dia kalau mau cemburu lihat-lihat donk!!" ucap Angel sewot, si Dika itu udah persis kayak bayangan Aina. Udah pulang berangkat sekolah bareng. Entar kalau Aina mau kemana mesti ijin, ngalahin bokapnya Aina sendiri.
"Gak gitu ceritanya, gue dikira anak-anak basket, asisten pelatih. Gue disuruh ngambil bola. Eh saking groginya gue sampai jatuh tapi bukannya mereka nolongin, gue malah diketawain." Aina bercerita sambil menahan malu, pipinya bersemu merah. Bayangan dirinya berjongkok dan di ketawakan, mengelilingi otaknya. "Dika datang bantu gue berdiri dan seret gue pulang." Setelah Aina bercerita, Angel paham. Ternyata Dika gak se menyebalkan yang ia bayangkan. Bagaimanapun juga sebelum ia berteman dengan Aina, Dika lebih dulu hadir di hidup gadis berkaca mata itu.
"Sorry ya Ai, gue gak ada disitu."
"Udahlah, semua udah berlalu kok."
"Tapi gue tetep ngajakin loe ke club, biar loe tahu tempat itu apa?" Aina menggeleng-geleng keras, ia tetap tak mau.
"Gak lagi pula gue gak bawa baju ganti." Club malam adalah tempat haram, yang pantang ia injak. Aina anak baik-baik, lebih baik menghabiskan malam minggu di rumah dengan nonton TV.
"Udah loe tenang aja, serahin semua sama Angel."
Dengan bangga Angel menepuk dadanya sambil menarik tangan Aina agar ikut menuju walk in closet miliknya. Aina tentu takjub dan ingin mundur namun ternyata Angel lebih gigih dari yang ia kira.
Angel mengambil jaket kulit bewarna coklat, sepatu boot pendek, t-shirt putih tanpa lengan tak lupa blus jeans pendek sepaha. "Pakai Aina!!"
"Nggak mau!! Ini terlalu terbuka, gue kayak pecun Njel." Angel membalik tubuh Aina untuk berganti baju. Mendorongnya agar mencoba pakaian yang ia pilihkan. Nampak gadis itu berat hati, Aina hanya diam saja tak berniat berganti baju.
"Kita mau ke club Aina bukan ke pengajian, entar loe dipandang aneh kalau pake gamis. Nurut sama gue pakai baju itu. Gue jamin loe aman kalau pergi sama gue."
"Tapi gue belum setuju buat pergi ke Club."
"Gue gak terima penolakan, cepet ganti baju. Gue tunggu di ruang dandan." Dengan terpaksa Aina Menurut, tak apalah sekali- sekali bergaul ke tempat mainstream asal dia bisa jaga diri. Buat pengalaman, misal ke Club suatu hari karena urusan pekerjaan. Ia tak akan kelihatan norak.
Ceklek
"Nah gitu dong, bajunya cocok kan buat loe."
Aina yang tak nyaman dengan blusnya yang kependekan, ia menarik nariknya ke bawah agar jadi panjang tapi tetap saja saat Aina berjalan blus jeans itu memendek, memperlihatkan pahanya yang mulus.
"Ini blusnya bisa diganti?"
"Eh Nggak ya!!" Angel langsung menarik Aina untuk duduk di depan meja rias dan mulai mendandaninya, melepas kacamata yang Aina kenakan, menggantinya dengan soft lens bewarna Coklat. Kemudian rambut Aina yang panjang dan indah, ia gerai. Wajah Aina sebenarnya sangat cantik tapi gadis ini tak memiliki rasa percaya diri. Angel harus ekstra mengamankan tangan Aina yang beberapa kali ingin menghapus make upnya.
"Selesai!!"Angel memutar tubuh Aina menghadapkannya tepat di depan cermin. "Aina loe cantik banget, Miss Universe aja kalah," puji Angel tulus.
"Ya jelas kalah kalo disuruh lomba panjat pinang ma gue." Keduanya tertawa. Aina sebenarnya takjub dengan wajahnya yang di beri sentuhan make up. Terlihat berbeda, kian cantik.
🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳
Angel melajukan mobil mini coopernya dengan amat kencang menembus kota ibu kota menuju Club tempat teman- temannya berkumpul. Malam ini Angel memakai dress mini bewarna hitam, tanpa lengan. Menambah kesan imut dan seksi melekat di tubuhnya. Ia memakai make up yang agak menggoda dengan memoleskan lipstik bewarna merah darah sedang Aina duduk di sampingnya, masih melakukan hal sama yaitu menarik-narik blusnya yang di rasa kependekan.
"Kamu cantik, baju kamu bagus. Udah PD aja, jangan minder apalagi nunduk!!" ucap Angel sambil menaikkan dagu Aina supaya terangkat.
"Ingat Ai, kalau udah sampai loe pegang tangan gue terus jangan sampe lepas dan ini air mineral simpen di tas. Loe jangan minum apapun di dalam sana kalo loe haus minum air ini aja". Angel sangat mewanti- wanti Aina jangan sampai kenapa napa. Ia sampai membawakan Aina air mineral yang di belinya sendiri, soalnya kalau sudah berada di dalam Club mana kita tahu minuman yang kita teguk berbahaya atau tidak. Dasarnya Aina itu anak penurut jadinya ia hanya mengangguk patuh. Angel tak mungkin menjerumuskan, walau Dika beberapa kali selalu mengatakan agar Aina hati-hati.
Mereka sudah sampai di Club Sky Long. Suasana di dalam Club sangat ramai, maklum ini malam minggu. Angel mulai mencari dimana kira-kira para temannya berkumpul, pandangannya mengarah ke pojok kanan tempat itu. Sebab beberapa anak muda biasanya sedang berkumpul di sana.
"Hai semua," sapa Angel pada semua teman- temannya. Ada yang menanggapi ada juga yang cuek. Mereka bisa ke sini karena uang dari orang tua mereka yang kaya, masih saja berlagak sombong.
"Loe bawa temen baru? Akhirnya loe bergaul sama yang kelasnya sama kayak kita-kita." Tentu saja ucapan itu berasal dari bibir pedas Sofi. Matanya buta apa? Yang disampingnya kan Aina tapi mana mereka tahu. Aina sudah ia dandani dengan sangat sempurna sampai tak di kenali. Angel jadi punya sebuah ide.
"Kenalin nama gue Sofi, loe siapa?" Aina menatap bingung uluran tangan Sofi, bukankah mereka sudah saling kenal. Belum juga Aina menjawab Angel sudah menyambar duluan.
"Call her Maya." Aina melongo.
Kenapa Angel berbohong namanya kan bukan Maya. Uluran tangan Sofi disusul beberapa anak lainnya, Aina jelas mengenal baik mereka. Mereka semua adalah anak anak populer di sekolah. Ada Dion, Rangga, Samuel, Gita, Mike dan teman Angel lainnya yang mungkin kalau disekolah tak akan mau berkenalan dengan Aina apa lagi menyapanya.
"Jangan loe bilang siapa nama asli loe," ujar Angel lirih sambil berbisik." Soalnya tempat ini bahaya, loe juga tahu kan mereka kayak apa kalau di sekolah." Aina mengangguk paham dan tersenyum ke arah mereka semua, benar kata orang make up merubah wajah seseorang.
Saat ia menoleh, Aina menangkap sosok yang diidolakannya. Pemuda tampan dengan segala pesona, membuat mata Aina berbinar. Jefran ada disini, jerit hatinya. Lelaki itu sedang memainkan alat dengan tombol- tombol yang Aina jelas tahu itu apa. Jefran jadi DJ, kereennn banget. Ia semakin mengagumi Jefran dengan pandangan yang takjub.
Tapi kekagumannya tidak berlangsung lama, tatkala ada seorang gadis bergelayut manja pada lengan Jefran dan mereka berciuman dengan sangat menjijikan. Hati Aina langsung hancur, kepalanya seperti terkena godam palu Thor. Air matanya menetes turun deras tanpa di komando.
Tahu perasaan Aina seperti apa?seperti dulu waktu dia mendengar luna-ariel dengan video bokepnya. Aina mengidolakan seseorang dan orang itu berbuat asusila. Bagaimana perasaan aina? Kata Cita Citata sakitnya tuh di sini, di hati. Ia baru sadar selain Jefran jahat, dia juga tak pantas diidolakan, Aina yakin perempuan yang dicium Jefran itu bukan perempuan baik- baik, karena selain memakai baju terbuka yang bikin masuk angin. Perempuan itu juga memegang segelas alkohol.
Aina masih terpaku dengan apa yang dilihatnya sampai sebuah tepukan di pipi membuatnya sadar." Woy ,Aina loe kenapa?lihat apaan sih?"
"Itu...." Angel mengikuti kemana arah jari telunjuk Aina yang mengacung kaku.
Angel menatap Jefran sekilas dan langsung paham.
"Loe tahu dia cakep, banyak yang naksir. Begok kalau ngefans sama dia, bakalan di kasih reward sakit ati." Angel mengusap air mata Aina lalu menghadapkan kepala temannya itu ke arah depan agar gadis yang kelewat polos itu langsung bisa melihat kebrengsekan seorang Jefran.
"Inilah hidup dia, yang orang tahu Jefran perfect. Jangan buang air mata loe buat laki macam dia, mubadzir !!" Aina tersenyum sekilas walau lebih tepatnya senyum terpaksa. Ia harusnya sadar ngefans itu jangan pakai hati biar kalau kecewa gak sakit hati. Lalu ia menghapus sisa airmatanya dengan kasar. Buat apa menangis, emang siapa dia? Pacarnya Jefran juga bukan. Aina cuma sebutir pasir di antara pantai. Seorang penggemar dari berjuta juta fans Jefran. Kenapa mesti menangis, ia sadar cuma fans yang nggak lebih dari remahan rempeyek. Buat apa sedih, toh orang yang ditangisinya melihat ke arahnya pun tidak.
"Ayo, kita turun aja!! Kita dance dan lupain yang baru aja loe lihat." Aina mengikuti Angel berjalan ke lantai dansa, ia harusnya mengerti inilah kenyataan. Jefran itu seorang player, laki-laki tampan dan kaya masak setia, dunia nyata tak seindah wattpad. Rasanya ia ingin meneguk alkohol saja tapi Aina masih waras. Hancur hanya karena orang seperti Jefran, rasanya konyol. Masa depannya masih sepanjang rel kereta api. Ada yang lebih penting untuk di pikirkan selain cinta-cintaan.
Jefran saja bersenang-senang masak dia harus menangis? Ia berusaha tak peduli dan jauh-jauh dari tempat Jefran berada biar matanya tak ternista. Aina butuh mengguyur kepalanya setelah ini agar pikirannya tentang Jefran ikut luruh bersama air.
🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏