Aina membuka lemari, memilih pakaian yang pantas dia kenakan. Aina menggerutu ia ingin seperti gadis sebayanya memakai pakaian yang fashionnya mengikuti jaman tapi entah kenapa seperti tidak ada yang pas dan cocok di tubuhnya.
Akhirnya pilihannya jatuh pada dress denim di atas lutut dengan belt kulit kecil di pinggang. Sebenarnya ia ingin memakai kaos dan celana jeans tapi modelnya yang press badan membuat Aina terlihat lebih dewasa dari umurnya .
Saat berkaca di depan cermin, ia menggerutu lagi melihat payudara dan dadanya yang semakin hari semakin bertambah besar.
"Kenapa payudaraku besar dan pantatku...huft kelewatan!! Ada tidak ya cara buat ngecilin dua benda keramat ini?"
Tak mau berlama-lama mengamati bentuk tubuhnya. Aina mulai memoles wajah, "Kata mamah aku cantik kalau dandan." Niatnya hanya memakai bedak dan liptin jadi berubah, ia mengambil maskara, pensil alis, eyeliner, blush on dan alat kosmetik lain dari kamar Ambar. Ia memang tak pintar dandan, tapi untuk menggunakan alat kosmetik yang sederhana dia bisa.
Setelah selesai memoles bibir, Aina melihat kacamatanya yang berada di meja rias. "Hari ini ngga usah pake deh, lagian masih bisa lihat juga!"
" Aina udah belum? Di tunggu Dika di bawah," teriak Ambar dari lantai bawah menggema sampai ke lantai atas.
"Bentar mah." Aina yang ingin mengucir rambutnya berubah pikiran. "Digerai lebih bagus, tinggal kasih jepitan kecil jadi manis."
Saat Aina turun dari tangga, Dika yang sedang duduk di kamar tamu terpesona dengan kecantikan Aina. Ada rasa kagum sekaligus tak rela, Aina hari ini sangat cantik. "Tumben loe dandan cantik?"
"Gue cewek kali pingin juga jadi cantik," jawabnya sambil mengambil sepatu sneakers putih yang ada di rak depan rumah.
"Kalau gue cantik gini, nyesel kan loe dulu gak milih gue?"
"Hah? Apaan? Gue milih loe kok,, gue suka sama loe." Dika keceplosan sampai memukul mulutnya sendiri.
"Hah loe bilang apaan?"
"Gak kok, loe salah denger!!" jawab Dika ketakutan jangan sampai Aina dengar apa yang ia katakan tadi.
"Ayo!! Kok malah bengong sih!!" Dengan kesal Aina menyeret Dika untuk segera beranjak pergi sedang Dika mengelus dadanya berulang-ulang, untunglah dia pandai beralasan.
****************
"Masih gak baikan juga?" Aina kepada kedua sahabatnya.
Dika cukup terkejut karena Aina mengatakan mereka akan hang out berdua tapi ternyata ada Ronald dan Sisil sudah menunggunya. Malas, Dika harus ketemu Ronald, manusia pengkhianat itu.
"Apaan sih Ai, kita gak berantem kok," jawab Ronald dengan wajah gugup. Ia menyeruput milkshakenya untuk memecah keadaan yang lumayan canggung ini.
"Bukannya kalian rebutan cewek ya?" tanya Sisil menimpali.
"Ih... gue udah putus sama Mitha kali." Ronald memang sudah tak berhubungan dengan Mitha lagi semenjak gadis itu mengkhianatinya, memilih berselingkuh dengan Mike Smith.
"Kalau gituh gak ada masalah lagi kan? Jabat tangan donk, damai! kita kan temenan dah lama!" Mereka si tersangkanya hanya diam, tak ada yang mau mengalah dengan terpaksa Aina meraih tangan keduanya. "Kalian damai ya? Jabat tangan?" Mau tak mau akhirnya mereka mau berjabat tangan, walau keduanya tak ikhlas melakukannya terutama Dika yang masih kesal dengan sikap Ronald yang dengan tega menikung.
"Maafin gue ya Dik!!" Dika hanya mengangguk sedikit menanggapi permintaan maaf Ronald.
"Kok gituh, loe gak iklas kan Dik?" Aina jelas menangkap keengganan Dika. Kenapa sih Dika kayak dendam kesumat sama Ronald. Apa Dika masih suka dengan Mitha.
"Iya.. iya gue maafin."
"Nah gituh dong, btw kenapa loe putus sama Mitha?" tanya Aina penasaran secara Ronald sampai mengkhianati persahabatan mereka hanya gara-gara Mitha masak sudah dapat malah diputus.
"Dia selingkuh di belakang gue sama Mike anak sekolahan loe." Aina terkejut bukan main. Mitha mau jadi pacar rahasia Mike.
"Syukurin, itu sih karmanya tukang tikung," ujar Sisil keras-keras sampai membuat para sahabatnya tertawa terbahak-bahak. Menyisakan Ronald dengan wajah ditekuk masam.
"Bukannya Mike pacarnya Kanya ya?" Setahu Aina, Mike pacarnya Kanya tapi entahlah dia tak tahu apa yang dipikirkan anak- anak populer itu. Wajah tampan serta duit banyak mungkin membutakan seorang Mitha sampai meninggalkan Ronald yang memberinya status jelas memilih jadi selingkuhan si keren Mike.
"Satu sekolahan juga tahu kalau Mike tukang selingkuh. Loe aja yang kudet karena baca buku terus sampai gak tahu keadaan sekitar." Aina mendengus tak suka, ia melipat tangannya di dada. "Anak-anak keluarga Smith emang gituh, Mike tukang selingkuh. Jefran pacarnya banyak. Ati-ati sama mereka terutama loe, Aina!"
"Kok jadi gue sih!? Gak Ada hubungannya."
"Ada, loe temenan baik sama Angel dan dia kan termasuk lingkaran anak-anak populer. Loe harusnya ati-ati sama Angel." Kali ini Aina benar-benar tidak suka dengan apa Dika katakan. Di kira angel itu virus mematikan apa.
"Kenapa jadi bawa -bawa Angel!!" Suaranya naik beberapa oktaf.
" Angel kan masuk anak-anak populer, anak-anak populer kelakuannya...ya gituh deh gak usah gue jawab loe udah tau sendiri." Aina benar-benar tersinggung, ia tak suka sahabatnya dijelek-jelekkan. Dika kenapa sih tak pernah suka sama Angel. Selama Aina berteman sama Angel. Dia tak pernah menjelek-jelekkan Dika, padahal kalau dipikir-pikir tingkah Dika yang suka mengatur-atur itu lebih menyebalkan.
"Jangan loe pukul rata donk kalo anak-anak populer itu kelakuannya sama, Angel beda dia baik sama gue," bela Aina, Angel selalu menjaganya.
"Kapan sih loe sadar Angel cuma manfaatin kepintaran loe, dia gak tulus." Aina tambah naik darah. Ia tak terima jika ada yang menjelek-jelekkan temannya.
"Terus apa bedanya sama loe? Loe malah nyontek PR gue dari SMP berarti loe juga gak tulus!" Belum sempat Dika membuka mulutnya untuk membela diri. Kursi yang diduduki Aina berderit menandakan kalau gadis itu sudah beranjak pergi.
Dika yang ingin mengejar Aina tapi ditahan oleh Ronald. "Gue kejar aja, kalau loe yang ngejar Aina tambah kesel nanti. Loe tahu kan sifatnya gimana?" Sebelum beranjak pergi untuk menyusul Aina, Ronald menepuk punggung Dika. "Kalau loe suka sama Aina, ngomong!! Jangan jadi pengecut. Dia gak peka kalau loe taksir. Jangan sampai telat entar Aina keburu diembat orang."
Dika merenung mengacak rambutnya sendiri, dia tak pernah punya keberanian mengungkapkan perasaan. Jadinya malah jadi sahabat yang sok ngatur-ngatur dan jatuhnya malah posesif.
"Loe suka Aina? Sejak kapan?" tanya Sisil penasaran. Teman mereka sudah pergi, tinggal mereka berdua.
"Sejak gue dicampakin Mitha. Gue sadar kalau cuma Aina yang ada di samping gue disaat gue susah atau seneng."
"Aina dulu naksir loe juga tapi dia patah hati loe milih Mitha." Dika terperanjat dengan apa yang diungkapkan Sisil. Aina pernah suka dia? Oh bukan Aina yang gak peka tapi Dika juga. Selama ini Dika kira saat Aina bilang suka dulu, gadis itu hanya bercanda.
"Loe serius??" Sisil mengangguk yakin.
"Tapi sekarang gak tahu deh!! Aina bilang dia naksir Jefran tapi gue yakin dia suka cuma sekedar fans aja." Sisil mendekati Dika, ia pindah ke kursi yang diduduki Aina tadi.
"Saran gue kalau loe suka sama Aina bilang. Jangan jadi kayak temen yang posesif gini. Tahu nggak loe, lama-lama Aina gak nyaman kalau loe perlakuin dia kayak tahanan".
Dika mencerna apa yang dikatakan Sisil dan Ronald. Apa dia harus segera mengungkapkan perasaannya lagi pula Aina mungkin saja masih menyimpan rasa untuk dirinya.
🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓