Aina memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tas. Beberapa saat yang lalu ia meminta Angel untuk menjemputnya kan gak mungkin berangkat bareng Dika. Mereka saja masih marahan. Ia melirik ponselnya yang sedari kemarin malam berdering. Siapa lagi tersangka peneroran terhadap dirinya, kalau bukan Jefran.
"Ai, sarapan dulu nak," panggil Ambar dari arah ruang makan. Ia tak meragukan bagaimana enaknya masakan mamahnya. Kebetulan Ambar punya usaha catering, sedang Erlangga papahnya punya usaha EO jadi orangtuanya bisa dibilang klop dalam mengurus bisnis. Aina bukan anak tunggal, ia masih punya satu saudara laki laki yaitu Bagas putra Erlangga.
"Bentar mamah." Aina sudah memakai seragam, ia turun kebahagiaan awah sambil menenteng tasnya
"Udah ditungguin Angel dari tadi loh!! Silakan nak Angel dimakan sarapannya." Angel menyuapkan nasi goreng ke mulutnya tanpa malu-malu, rasanya enak. Masakan dari tangan seorang ibu memang punya rasa yang luar biasa. Angel jadi teringat mamahnya, kapan ya sang dokter bedah itu menggunakan tangannya untuk memasak bukan untuk membedah tubuh pasien saja.
"Ngapain sih loe, pagi-pagi muka loe jelek gituh. Hape lo bunyi tuh di angkat dong!!"
"Bolos yuk Njels." Angel sampai tersedak mendengar apa yang Aina katakan, menyemburkan nasi gorengnya tepat ke muka Aina .
"Muka gue kok loe sembur sih!" Angel bergerak cepat mengambil tissu dan membersihkan muka Aina dari sisa-sisa nasi.
"Habis loe bikin gue kaget, ada angin apa loe ngajakin bolos biasanya loe yang nolak waktu gue ajakin bolos. Loe aneh? Salah makan Loe?"
"Gue males ke sekolah." ujar Aina sambil menelungkupkan mukanya di meja makan. "Bolos aja yuk".
"Siapa tadi yang bilang mau bolos?" tanya Ambar pada kedua gadis itu. Mereka mana berani bilang akan membolos kepada orang tua.
"Gak ada mamah salah denger kali, yuk berangkat njel." Aina takut sekali dengan mamahnya. Ia tak akan kuat mendengar ceramah ala mamah dedeh di pagi hari. Aina bergegas menarik Angel untuk berangkat sekolah.
Angel adalah sahabat terbaik setelah Dika. Gadis ini tempat ia berkeluh kesah dan berbagi cerita. Tak ada rahasia Aina yang Angel tak ketahui begitu pula sebaliknya. Begitu pun pertemuan ia dengan Jefran kemarin di mall tak luput Aina ceritakan walau reaksi Angel tentu sangat terkejut.
"Terus, loe gak diapa-apain kan?" Lah memang Jefran mau ngapain di tempat umum kayak gituh, melakukan grepe-grepe lagi? Bisa-bisa ia langsung diringkus security.
"Ya, gak diapa-apain tapi katanya selamat bertemu di sekolah?" Angel yang mengetahui ancaman Jefran mengerim mobilnya secara mendadak.
"Mampus loe AI!" Aina memang mampus, kepalanya terbentur dashboard.
"Jangan takut takutin gue njel, kasih solusi dong." Aina mulai takut, Jefran di sekolah sangat berkuasa. Bisa-bisa dia dalam bahaya tapi hal nekat apa yang bisa Jefran lakukan?
"Gini aja, kita berangkatnya agak telat terus loe nanti istirahat ke perpus aja." Perpus? Gampang Aina suka ke sana.
"Perpus itu tempat keramat buat anak basket, apalagi Jefran. se sekolah bakal ngadain syukuran kalo dia masuk perpus." Aina mengerti dan mengangguk-anggukan kepala." Kalau loe di kelas pasti tuh cowok gampang nemuin loe."
Sekarang masalahnya bagaimana dia akan masuk sekolah kalo telat? Yah jalan satu-satunya melompati pagar pembatas dinding sekolah. Angel mengajaknya melipir ke samping sekolahnya sebelum memarkirkan mobil di dekat tempat fotokopi. Saat mereka tiba di sana, Aina melihat seorang pemuda yang ia kenal sedang berdiri di balik pagar.
"Dika, ngapain loe di sini? Loe telat juga." Dika ingin menjawab dia telat karena terlalu lama menunggu Aina dan gadis itu malah sudah berangkat duluan dengan Angel tapi nyali Dika ciut saat ingin mengutarakan alasannya.
"Iya gue telat karena bangun kesiangan," cicitnya bohong.
"Hey, cowok aneh!! Loe bisa manjat pagar nggak?" Dika mendengus tidak suka dengan sebutan Angel terhadap dirinya, cowok aneh? Dia pikir dia itu cantik? Apalagi karena gadis ini Aina marah padanya.
"Bisa, gue cowok pasti bisalah manjat," jawab Dika percaya diri.
"Kalo gituh loe manjat duluan, setelah itu Aina baru gue yang terakhir."
"Kok gituh? Gue cowok harusnya gue yang terakhir." Dika protes
"Ya iyalah Ai kan gak biasa manjat biar nanti elo yang tangkap dia dari bawah dan gue bantu Ai naik." Dika takjub dengan pemikiran Angel, ternyata Aina benar Angel gadis baik. Ia tulus berteman dengan Aina tapi kenapa mereka tadi berangkat duluan bisa telat?
"Woy, ngapain loe bengong cepet panjat keburu guru dateng." Dika tersentak ketika dengan berani Angel menepuk pundaknya.
Dika pertama yang memanjat dan berhasil dengan baik kedua Aina memanjat meski agak kesulitan dengan bantuan dorongan Angel dari bawah dia berhasil naik dan ditangkap Dika . Dika sempat terdiam sejenak saat mengetahui kalau jarak wajah dirinya dan Aina sangat dekat. Jantungnya berdegup sangat kencang, apalagi ia saat ini sedang membopong tubuh Aina.
"Woy... sampai kapan kalian bopong- bopongan kayak gituh? Sampai lebaran monyet? Bantu gue turun!!" Dika yang mendengar teriakan Angel yang sudah sampai di dinding bagian atas kaget dan langsung melepaskan Aina dari gendongannya. Dasar perempuan pengganggu!! Gerutunya di dalam hati.
Mau tak mau bersama Aina, Dika membantunya turun tapi entah sengaja atau tidak Angel malah menubruk tubuh Dika hingga mereka jatuh bersama. "Ups Sorry!! Gak sengaja! Sakit Nggak?"
"Loe kira badan loe kecil apa? Sakit nih!!" Angel tersenyum simpul sambil meringis melihat siku Dika yang berdarah dan seragamnya kotor karena terkena tanah.
"Sebagai permintaan maaf, gue traktir loe makan di kantin. Gimana? Lagian ini juga udah masuk jam pelajaran." Dika berdiri menerima uluran tangan Angel. Saat tangan mereka bersentuhan ada getar kecil di hati Angel tapi hatinya mendadak kecewa saat Dika melepas tangannya dan menarik tangan Aina untuk ikut berjalan bersamanya.
"Eh.. ayo katanya mau traktir gue." Angel masih bengong, belum beranjak untuk melangkah. Ia menangkap sesuatu, interaksi antara Aina dan Dika tepatnya Dika, laki-laki itu melihat Aina dalam pandangan teduh tapi mendamba.
"Tungguin gue!! Gue yang traktir. Kenapa gue yang ditinggal sih?"
🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳