Daniel sepanjang perjalanan selalu tersenyum setelah memikirkan perbincangannya tadi bersama dengan Ametsa.
Ia sangat senang karena pada akhirnya dirinya memiliki seseorang yang akan selalu mengertinya.
Awalnya laki-laki itu berpikir, setelah Ametsa mengetahui semuanya, maka gadis itu akan kecewa padanya, atau bahkan, takut terhadapnya karena ternyata Daniel pernah membunuh seseorang.
Meskipun pada kenyataannya, itu hanyalah perasaan bersalah Daniel terhadap sahabat masa kecilnya itu.
Ponsel kembali berdering membuat Daniel yang sedang melihat-lihat pemandangan pun, langsung mengambil benda tipis tersebut dan mengangkatnya tanpa melihatnya terlebih dahulu.
"Halo, dengan siapa?"
"Tcih, sombong sekali kau."
Daniel yang mengetahui suara yang sudah tidak asing baginya, kini langsung mengerutkan kening.
"Ada apa lagi kau menghubungiku?"
"Memangnya kenapa jika aku menghubungimu, huh? Masalah untukmu?"