"Terima kasih, Dok."
Meyra menganggukkan kepala, kemudian menoleh ke arah dimana putranya yang sedang bersama dengan Ametsa membuat wanita itu menggelengkan kepalanya seketika.
"Daniel," panggilnya yang saat ini berjalan mendekat. "Apa kamu tidak bekerja? Ini sudah terlambat."
"Aku sepertinya di sini saja," jawab laki-laki itu yang membuat Ametsa yang sedang berbaring pun menggelengkan kepala.
"Tidak, Daniel. Kamu harus bekerja, jangan pikirkan tentang aku," ujar Ametsa dengan kesalnya. "Kamu sudah berjanji padaku kalau kamu akan pergi setelah Tante Meyra datang."
Laki-laki itu yang mendengarnya pun langsung menghela nafas, kemudian satu tangannya menyentuh punggung tangan dari Ametsa dan mengusapnya perlahan. Sementara itu Meyra yang sedari tadi berada di antara mereka pun melihatnya, wanita tersebut diam-diam menahan senyumannya melihat bagaimana putranya yang begitu perhatian terhadap seorang gadis.
"Ametsa, aku ingin merawatmu di sini."
"Tidak, aku tak perlu dirawat, Daniel. Apa kamu lupa kalau aku sudah terbiasa sendiri?"
Ya, Ametsa memang gadis yang mandiri, bahkan gadis itu selama bertahun-tahun tidak pernah sedikitpun mengeluh tentang kehidupannya sendiri sehingga membuat dua orang yang berada di hadapannya saat ini menghela nafas.
"Aku tahu, tapi kamu tidak mungkin bisa hidup sendiri. Kamu tetap membutuhkan seseorang untuk tetap berada di sampingmu dan menjagamu, Ametsa."
"Kalau begitu, aku akan berkencan."
Kedua mata dari Daniel langsung membelalak setelah mendengar yang baru saja dikatakan oleh gadis itu, kemudian menoleh ke arah samping dimana Meyra yang saat ini sedang menatapnya dengan jahil.
"Berkencan?!"
Ametsa yang mendengarnya pun langsung mengangguk dengan senyuman manisnya itu. Sedangkan Daniel yang melihatnya hanya bisa menatapnya dengan terheran sembari menggelengkan kepala.
"Tidak, kamu akan berkencan dengan siapa?!"
Mendengar hal itu membuat gadis tersebut menjadi memikirkan seseorang, kemudian kedua matanya menatap langit-langit kamar sejenak sebelum akhirnya kembali menatap Daniel yang saat ini berada di depannya.
"Apa kamu ingat dengan pria yang memberikanku kartu nama itu?"
Deg.
"A-apa? Kamu akan berkencan dengannya?!"
"Tidak, tapi aku yang menginginkannya."
"Ametsa, aku pikir dia bukan pria baik-baik. Apa kamu tidak ingat bagaimana dia yang langsung pergi meninggalkanmu tanpa bertanggung jawab?"
Nasihat yang selalu terlontar dari mulut seorang Daniel tidak pernah ia lupakan sehingga dirinya yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafasnya.
"Daniel, ayolah, aku hanya berkencan," ujar Ametsa merasa bosan dengan kekhawatiran laki-laki itu yang berlebih. "Lagi pula, aku lihat pria itu adalah orang yang baik."
"Dari mana kamu tahu kalau dia adalah pria baik-baik, hah?!"
Meyra yang sedari tadi diam mendengarkan perbincangan di antara dua orang yang berada di hadapannya saat ini pun langsung menghela nafas dengan kedua tangan yang melipat di dada.
"Daniel, sudahlah, biarkan saja. Lagi pula, Ametsa juga ingin merasakan bagaimana memiliki seorang kekasih."
"Ma!" tegur laki-laki itu dengan tatapan tidak percayanya, sedangkan Meyra yang melihatnya langsung terkekeh dengan Ametsa yang juga tersenyum karena merasa terhibur oleh Daniel.
"Sudahlah, lebih baik kamu pergi bekerja, Daniel, atau kamu akan Mama suruh Papamu memasukkanmu ke Perusahaan untuk menggantikannya?!"
Ancaman dari seorang Meyra begitu membuat Daniel tidak bisa melakukan apapun selain diam dan menuruti perintahnya.
"Mama, jangan seperti itu. Aku tidak akan mengikuti jejak Papa," ujar Daniel dengan wajah yang tertunduk lesu. "Jadi jangan berharap aku akan menggantikan posisinya."
"Daniel, tapi kamu adalah anak dari Hanzo, seorang CEO dari sebuah Perusahaan dan itu adalah Papamu sendiri. Lambat laun kamu pun akan menggantikan posisinya karena itu sudah menjadi kewajiban kamu sebagai anak tunggal kami."
Mendengar itu membuat Daniel langsung menatap terheran ke arah seseorang yang berada di sampingnya saat ini. Kemudian kedua tangannya mengepal kuat dengan mengulum bibirnya.
Seandainya Meyra tahu alasan dirinya tidak ingin bekerja di sana adalah karena seorang gadis yang ada di hadapannya saat ini tengah berbaring memandang ke arahnya. Ia ingin menjaganya setiap saat karena yang Ametsa miliki hanyalah Daniel sendiri.
"Aku pergi," pamit laki-laki itu tanpa ingin berbicara dengan lebih lanjut. Sedangkan Ametsa yang melihatnya pun saat ini sedang menatap sendu ke arahnya, gadis itu tahu apa yang tengah dirasakan oleh Daniel saat ini, pasti berat dan tidak tahu harus bagaimana.
Ketika baru saja sampai di depan Rumah Ametsa, laki-laki itu yang hendak menaiki motor kesayangannya pun langsung berpapasan dengan sebuah mobil dan keluarlah seorang pria yang tidak lain adalah Ayahnya sendiri.
"Daniel, kamu di sini juga?" tanya Hanzo dengan kedua alis yang terangkat.
"Iya, aku akan pergi."
Setelah itu pria tersebut pun menjauhkan dirinya sedikit dari laki-laki itu yang hendak pergi begitu saja dengan wajah yang tak sedikitpun menoleh ke arahnya. Tentu saja, hal tersebut mengundang kanehan dalam dirinya memikirkan tentang yang terjadi kepada Daniel yang sudah berlalu pergi darinya.
Kemudian Hanzo pun tanpa pikir panjang langsung memasuki Rumah besar itu untuk menemui istri dan Ametsa yang katanya sedang jatuh sakit membuatnya bergegas masuk ke dalam untuk memastikannya.
"Meyra," panggilnya kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini. "Bagaimana keadaan Ametsa?"
Dua orang perempuan yang saat ini sedang berbincang pun langsung menoleh ke arah samping dimana Hanzo yang baru saja datang dengan pakaian formalnya. Melihat itu Meyra langsung berdiri dari duduknya untuk berjalan mendekati suaminya tersebut.
"Kau sudah datang?"
"Ya, aku baru saja sampai dan berpapasan dengan anak kita," ujar Hanzo dengan kedua alis yang terangkat. Tetapi kemudian keningnya berkerut memandang seorang wanita yang berada di hadapannya saat ini, lalu berkata, "Tetapi, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu."
"Tentang apa?" Meyra menatap intens seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Apa yang terjadi pada Daniel dan mengapa dia sedikit berbeda hari ini?"
Mendengar itu membuat Meyra langsung menundukkan kepala dengan helaan nafasnya yang panjang. Wanita tersebut sudah bisa menduganya bahwa Daniel akan seperti ini setiap kali membahas Perusahaan.
"Daniel, tidak ingin menggantikan posisimu sebagai CEO. Padahal mau atau tidak, dia tetaplah akan menjadi pewaris selanjutnya bukan?"
Kedua matanya membelalak setelah mendengar perkataan yang baru saja dilontarkan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Apa kau berbicara seperti itu kepadanya?"
"Hm ... ya, aku baru saja mengatakannya kepada Daniel."
Satu tangan Hanzo langsung memijit pangkal hidungnya sejenak dengan kedua mata terpejam sebelum akhirnya kembali memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini dengan tatapan tidak percayanya itu.
"Apa kau tidak tahu?"
Kening Meyra langsung berkerut, lalu berkata, "Apa maksudmu? Apa yang aku tidak tahu?"
Hanzo menyempatkan diri untuk menatap Ametsa yang saat ini sedang memainkan ponselnya lalu kembali memandang istrinya.
"Tentu saja Daniel akan menolaknya," jeda pria itu dengan suara yang begitu pelan. "Karena dia bekerja di Cafe ingin menjaga Ametsa setiap saat."
Deg.
Sebuah kabar yang mengejutkan bagi seorang Meyra yang tidak pernah tahu alasan yang sebenarnya tentang putranya sendiri. Pantas saja selama ini Daniel selalu menolaknya.