Seperti biasa Richard memangku Lori layaknya seorang ayah yang mengabulkan permintaan putrinya yang turut memegang kemudi perahu.
Richard serta Lori tampak menikmati kebersamaan mereka seolah mereka sudah dekat semenjak anak perempuan imut lahir ke dunia ini. Sementara Anxia duduk di kursi bagian belakang dan hanya menyaksikan pasangan duo ayah-anak tersebut.
Anxia mengerling ke sekitar di kedua sisi saat perahu kembali berjalan menuju ke rumah. Dia merasa was-was kalau sampai ada yang mengikuti mereka.
Anxia baru bisa bernapas lega begitu perahu kembali memasuki daerah sawah dimana kedua sisi hanya ada tanaman rumput liar serta pepohonan.
Anehnya, Richard agak mempercepat kecepatan perahu lalu tiba-tiba berhenti di tengah persimpangan dimana perairan kanal pecah menjadi empat bagian.
Tidak ada orang ataupun bangunan disekitar mereka. Yang ada hanyalah rumput tinggi serta beberapa burung terbang di atas rerumputan.
Tanpa mematikan mesin, Richard mengangkat Lori lalu memangkukannya pada Anxia.
"Baiklah, sexy, dimana alatnya?"
Anxia mengernyit mendengar ini. Tadi Richard memanggilnya apa? Sexy? Dan alat apa yang dia maksud?
Belum sempat Anxia mengungkapkan suara protesnya, sebuah suara serak nan seksi terdengar dari arah depan.
"Ada satu dibagian belakang dan satu disebelah kanan."
Anxia serta Lori sama-sama melongo mendengar suara dari arah speaker perahu lalu saling berpandangan dengan penuh tanda tanya.
Melihat ekspresi lucu dari dua perempuan yang disayanginya, Richard ingin sekali tertawa, tapi tidak untuk saat ini. Yang terpenting sekarang adalah mencari alat asing yang tertempel pada perahu miliknya.
Richard menaiki tubuh perahu bagian belakang lalu menengok ke bawah sambil meraba-raba bagian perahunya. Begitu dia merasakan benda asing, Richard mencabutnya lalu menunjukkannya pada Anxia.
Anxia langsung tahu benda hitam apa yang dicabut Richard, kemudian dia memeluk Lori dengan erat seakan dia takut Richard akan mengambil putrinya darinya.
Richard melempar benda tersebut kebelakang dan tenggelam didalam air kanal lalu mencari benda yang sama di bagian samping perahunya. Setelah menemukannya, Richard juga melemparnya ke dalam air kanal.
"Apakah sudah semua sexy?"
"Sudah semua. Pengaturan sistem telah aktif normal kembali." sebuah suara yang sama terdengar kembali dari speaker perahu.
"Qiao Anxia, kita harus bicara setelah ini." lanjut Richard dengan nada tegas tidak mau menerima penolakan. Kemudian dia kembali duduk di kursi kemudi dan menjalankan perahunya kembali.
Karena Richard terburu-buru untuk pulang, Richard menaikkan kecepatan perahunya sehingga mereka tiba di belakang pelataran rumah kurang dari setengah jam. Begitu selesai memakirkan perahunya, Richard membantu Anxia serta putrinya untuk melompat keluar dari perahu.
Mungkin karena Anxia merasa bersalah karena telah menyembunyikan kenyataan ada seseorang yang mengintai mereka, Anxia ingin mengurangi amarah Richard dengan menerima uluran tangan tersebut.
Tentu saja perubahan sikap Anxia yang mendadak ini sangat membuat Richard terkejut. Yang sebenarnya dia sama sekali tidak marah. Dia hanya ingin mengajaknya berbicara untuk mendiskusikan tentang penanganan mereka ke depan bila hal ini sampai terulang.
Namun mengingat perubahan mendadak Anxia yang kearah manis ini, mau tidak mau membuat Richard berpikir kalau Anxia telah menemukan cara untuk kabur darinya.
Apakah tadi saat di tempat toko es krim, gadis itu pamit ke kamar mandi untuk bertemu dengan seseorang? Apakah gadis itu kini telah membuat rencana dengan orang itu untuk pergi darinya?
Memikirkan ini membuat Richard merasa moody dan tidak menunjukkan senyuman ramah sama sekali pada Anxia.
Anxia tidak mengetahui apapun yang saat ini dipikirkan Richard. Ekspresi Richard saat ini hanyalah datar dan inilah yang paling tidak membuatnya nyaman. Dia berpikir Richard marah padanya dan dia mempersiapkan dirinya untuk memberontak bila seandainya suaminya akan memisahkannya dari putrinya.
Begitu Lori melihat sang oma keluar dari rumah menyambut kepulangan mereka, Lori berlari gembira menghampiri omanya.
"Oma!"
"Hei little angel. Apakah kau bersenang-senang hari ini?" Meisya membuka tangannya lebar lalu menggendong cucu perempuannya sambil menciumi wajahnya.
"Iya. Pemandangan kota sangat cantik dan kami mampir makan es krim yang sangat enak. Papa dan mama suka makan es krim yang pahit. Bleh." Lori menjulurkan lidahnya dengan kening mengernyit serta badan bergidik saat mengingat kembali rasa pahit yang dirasakan lidahnya.
Meisya tertawa geli melihat ekspresi lucu nan imut dari cucunya lalu membawanya kedalam rumah.
Richard membiarkan ibunya membawa putrinya, sehingga dia bisa bebas berbicara dengan istrinya. Richard menggandeng Anxia lalu mengajaknya ke lantai dua dimana kamarnya berada.
Begitu pintu kamar ditutup, Richard menoleh ke arah istrinya dengan tatapan curiga.
"Seseorang menemuimu." tebak Richard membuat Anxia menelan ludah dengan gugup.
Selangkah demi selangkah Anxia berjalan mundur tiap kali Richard berjalan maju ke arahnya.
"Itu… tidak sepenuhnya benar. Aku sungguh tidak memanggil mereka. Aku tidak tahu bagaimana mereka menemukanku disini. Aku sama sekali tidak memanggil mereka."
"Mereka? Siapa mereka?"
"Kau sudah tahu siapa mereka. Untuk apa bertanya?" malang bagi Anxia, karena kini punggungnya sudah menabrak dinding sehingga tidak ada jalan lagi untuk kabur.
"Aku tidak tahu. Kenapa kau tidak memberitahuku?" Richard menyenderkan lengannya ke dinding sebelah kepala Anxia dan menutup jarak diantara mereka berdua.
Diam-diam Richard menghirup aroma enak dari puncak kepala istrinya dan tiba-tiba tangannya terasa gatal sekali ingin menyelinap ke tengkuk leher istrinya hanya agar dia bisa melahap bibir wanitanya berulang kali.
"Dengar. Aku tidak akan pergi. Apapun yang terjadi untuk saat ini aku tidak akan pergi. Percayalah padaku." Anxia ingin mengutuki dirinya sendiri karena telah mengucapkan kalimatnya dengan nada memohon.
Sepanjang ingatannya semenjak dia menjadi asasin, dia tidak pernah memohon seperti ini. Apalagi memohon untuk dipercaya. Dia pasti sudah gila!
"Apa yang kau takutkan? Memangnya aku bilang sesuatu?"
"Bukankah kau bilang kau akan menyembunyikan Lori dariku? Itulah yang kutakutkan. Sekarang kau sudah tahu kelemahanku. Apakah kau puas? Orang di luar sana akan melakukan segala cara untuk mencari kelemahanku agar bisa mengendalikanku. Tapi kau dengan mudahnya menemukannya dan sekarang aku dibawah kendalimu. Aku bahkan merendahkan diriku sendiri untuk memohonmu percaya padaku hanya agar kau tidak memisahkanku dari Lori."
Untuk beberapa saat, tidak ada satupun dari mereka bicara. Mereka hanya saling memandang seakan hendak menyelidiki satu sama lain. Anxia ingin tahu apakah Richard percaya padanya dan melepaskannya sementara Richard ingin tahu apakah Anxia sedang bersandiwara ataukah serentetan kalimat itu memang adalah curahan hatinya.
Richard mengangkat sebelah tangannya yang lain bergerak untuk menyentuh pipi istrinya. Semula Anxia hendak menghindar namun memutuskan untuk tetap diam.
Sebelah alis Richard terangkat melihat reaksi penolakan yang sempat ditunjukan istrinya.
Jadi sepertinya, Qiao Anxia memang hanya bersandiwara?
Apakah perempuan ini rela disentuhnya untuk membuatnya lengah?
Sebuah seringaian licik tersungging di wajahnya.