"Meng Meng kau terlalu berlebihan. Lagipula, kalaupun aku membiarkannya lahir ke dunia ini, dia pasti akan mati. Sepertinya kau sudah lupa apa pekerjaanku yang sebenarnya. Dia pasti akan mati dengan tinggal bersama seorang ibu seperti aku."
"Kalau begitu kita bisa cari cara untuk melindunginya. Bagaimana dengan ayahnya? Kau tidak mau mencoba menghubungi ayahnya?"
Cih! Menghubungi pria brengsek itu? Lebih baik dia mati daripada menghubungi pria itu.
Dia sudah menyetujui lamaran pria itu dua bulan yang lalu, tapi dia sendiri yang memilih untuk pergi karena mementingkan pekerjaan serta kesetiaannya pada master Yu.
Sekarang Ling Meng menyuruhnya untuk mencari pria itu? Mana dia sudi?
"Ayahnya sudah mati." jawab Anxia asal-asalan membuat Ling Meng menganga lebar.
"Kau… Kau membunuhnya setelah melakukan hubungan itu?"
Anxia memutar bola matanya dengan malas mendengar lagi-lagi Ling Meng membuat kesimpulan sendiri dan menuduhnya.
"Terserah kau saja. Pokoknya aku tidak menginginkan anak ini. Aku bahkan tidak sudi membesarkannya. Umurku masih sembilan belas tahun. Aku tidak akan bisa menggaet anak orang kaya kalau mereka tahu aku memiliki anak."
"Untuk apa kau menggaet orang kaya?"
"Untuk apa lagi? Tentu saja ingin balas dendam pada nona Wong." jawab Anxia sambil mengambil kaleng bir lain untuk diminumnya.
Namun gerakan Ling Meng lebih cepat dan langsung merampas kaleng bir tersebut dari tangannya. Dia bahkan menyingkirkan semua bir yang ada di atas meja dan membuangnya ke sampah.
"Meng Meng, hari ini kau sangat menyebalkan. Kau tahu itu?"
"Kalau begitu seharusnya kau tidak memanggilku kemari ataupun meletakkan alat tes kehamilan sembarangan."
"Yah, aku mulai menyesal memanggilmu kemari."
"Bagus. Kalau seandainya aku tidak tahu kalau kau sedang hamil, aku akan membiarkanmu melakukan apapun yang kau mau. Tapi kini aku sudah tahu dan aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang akan kau sesali."
Anxia mendengus sarkas mendengar kalimat terakhir sahabatnya. "Aku tidak akan menyesal. Memangnya apa yang harus kusesali?"
Ling Meng memutuskan untuk tidak bicara lagi. Dia sadar saat ini Anxia tidak akan menerima nasihatnya dan akan bersikeras ingin menggugurkan janinnya.
Pada akhirnya, Ling Meng menggunakan kartu as miliknya.
"Qiao Qiao, kau ingat kau pernah bilang kau berhutang satu permintaan padaku?"
Anxia memicingkan matanya menatap lurus ke arah sahabatnya. Apa yang sedang direncanakan wanita ini? Bukankah barusan mereka membahas mengenai kehamilannya serta rencananya yang ingin menggugurkan janinnya? Kenapa tiba-tiba wanita itu menyinggung soal hutangnya?
Yah, Anxia memang berhutang nyawa pada Ling Meng. Dikala dia melakukan misi pembunuhan pertama kali, Anxia melakukan kesalahan yang menyudutkan dirinya masuk ke perangkap musuh.
Anxia sudah dikepung dengan banyak orang yang mengarahkan pistol ke arahnya. Dia juga tidak memiliki jalan keluar karena dibelakangnya adalah jalan buntu sementara kanan, kiri serta depan telah dipenuhi oleh musuhnya.
Untungnya, Xuemin serta Ling Meng datang tepat waktu dan menembaki semua orang yang mengepungnya. Namun disaat dia lengah, Anxia tidak sadar ada orang yang telah bersiap menembaknya dari belakang.
Waktu itu hanya Ling Meng yang menyadari pergerakan orang tersebut dan tubuhnya langsung bergerak menghampiri Anxia sehingga peluru yang ditembakkan oleh orang tersebut melesat masuk menembus perut Ling Meng.
Jika seandainya Ling Meng tidak datang tepat waktu dan mendorong tubuhnya, mungkin saja Anxia yang terluka parah bahkan mungkin mati karena tubuhnya sudah dipenuhi luka-luka dan dia sudah kehilangan banyak darah.
Semenjak itu Anxia merasa berhutang nyawa dan mengatakan pada Ling Meng, jika seandainya Ling Meng berhasil hidup setelah melakukan operasi, Anxia akan mengabulkan sebuah permintaan Ling Meng tidak peduli seberapa sulit permintaan tersebut.
Jika Ling Meng ingin dia pergi dari dunia ini, maka Anxia akan menembak dirinya sendiri saat itu juga dan tidak akan memikirkan rencana balas dendamnya.
Lagipula Ling Meng mempertaruhkan nyawanya untuk melindunginya. Dia tidak pernah menerima perlindungan semacam ini dan bagi Anxia, Ling Meng merupakan orang yang bisa dipercayainya seumur hidupnya.
Semenjak Ling Meng pulih dari luka tembak tersebut, Ling Meng tidak pernah meminta imbalan dan sama sekali tidak menggubrisnya saat Anxia menawarkan satu permintaan untuknya.
Tapi kini Ling Meng malah menyinggungnya membuatnya menjadi merasa tidak enak.
"Aku masih mengingatnya. Apakah ada yang kau inginkan?"
"Benar. Aku ingin kau melahirkan anakmu dengan sehat dan keluar dari Luen group."
Sepasang mata Anxia membelalak lebar mendengar ini. Dia terlalu terkejut hingga tidak sanggup mengeluarkan suara.
"Kenapa? Kau tidak sanggup? Aku ingat kau pernah bilang kau sanggup menyerahkan nyawamu saat aku memintanya, tapi kenapa kau tidak sanggup permintaanku yang sederhana ini?"
"Permintaanmu sama sekali tidak sederhana. Keluar dari Luen group tidak akan mudah. Master Yu akan memburuku dan kehidupanku akan dipenuhi dengan pelarian. Lebih baik aku mati sekarang juga daripada mati karena diburu oleh majikanku sendiri."
"Hush! Aku tidak menginginkan kematianmu." Ling Meng segera duduk disebelah Anxia lalu menggenggam tangannya. "Aku akan bersamamu hingga akhir. Aku akan membantumu menghapus semua jejak kita dan bersama-sama melarikan diri dari master Yu."
"Meng Meng, permintaanmu yang sebenarnya adalah kau ingin lepas dari cengkeraman master Yu. Iya kan? Kalau memang iya, kau bisa langsung memberitahuku. Aku akan membantumu tanpa harus melahirkan makhluk didalam perutku."
"Bayi." Ling Meng mengoreksi nama julukan untuk anak sahabatnya yang terdengar tidak menyenangkan.
"Terserah. Jadi?"
"Tidak. Aku hanya ingin melihatmu lahir dengan selamat. Kabur dari cengkeraman master Yu hanyalah sebuah bonus."
"Kenapa kau ingin melihatku melahirkan makhluk asing ini?"
"Bayi Qiao Qiao, makhluk ini adalah bayimu."
"Baiklah, terserah. Lalu? Kenapa kau begitu ingin melihat ma…bayi ini?"
"Kau akan mengerti suatu saat nanti. Bahwa menggugurkan seorang bayi yang tidak tahu apa-apa hanya akan membuatmu menyesal seumur hidupmu."
Anxia mengedikkan bahunya dengan cuek. "Menurutku sama saja. Jika seandainya aku menyesal karena telah mengambil nyawa manusia, saat ini aku pasti akan menangis dengan menyedihkan setiap malam."
"Hhhh… jadi kau tidak akan mengabulkan permintaanku?" Ling Meng sudah merasa putus asa karena tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk mencegah sahabatnya.
Dia sungguh berharap Anxia bisa berubah pikiran dan seiringnya berjalannya waktu, sahabatnya itu akan mulai belajar menyayangi bayi darah dagingnya sendiri.