Chereads / Awas, Papa! Mama Mau Membunuhmu!! / Chapter 41 - Bag 40 Keraguan Anxia

Chapter 41 - Bag 40 Keraguan Anxia

Di dalam kamar mandi, Anxia membasuh wajahnya dengan air dingin di wastafel. Lalu dia mengambil napas panjang sambil memejamkan matanya untuk menenangkan hatinya yang bagaikan badai.

Dia melakukannya beberapa kali sebelum akhirnya debaran jantungnya mulai berdetak dengan normal. Anxia membuka matanya dan dia melihat sepasang mata tajam yang dipenuhi dengan ketekatan luar biasa.

Di dunia ini satu-satunya orang yang sanggup membuatnya resah tiap malam hanyalah master Yu. Orang itu sanggup melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya… termasuk dirinya.

Bila seandainya tidak ada Lori dalam kehidupannya, Qiao Anxia tidak perlu resah dan bisa melakukan apapun dengan bebas. Entah itu tetap bersama master Yu, atau melarikan diri dari pria itu. Dia juga tidak takut mati karena semenjak dia mendengar ibunya telah tiada, Anxia sudah tidak peduli akan kehidupannya.

Tujuannya hanyalah satu. Yaitu membalas dendam dengan membuat semua orang yang telah membuat keluarganya hancur menderita seumur hidup mereka. Dia tidak peduli jika dia akan mati di tengah rencananya.

Tapi kini, Lori telah hadir didalam kehidupannya. Anak itu bagaikan cahaya kecil di dunianya yang gelap. Kalau dulu Anxia tidak memiliki rasa takut, kini dia memilikinya. Dia takut dia tidak akan bisa bertemu dengan Lori. Dia takut satu-satunya cahaya serta keluarganya akan pergi meninggalkannya.

Jika sampai master Yu tahu bahwa kelemahannya saat ini adalah Lori, pria itu akan menghalalkan segala cara untuk menculik putrinya. Jika seseorang ingin mengendalikan seorang Qiao Anxia yang tidak pernah gagal dalam membunuh target, maka satu-satunya cara adalah menahan putrinya.

Dan saat ini, yang menahan putrinya adalah Richard. Itu sebabnya Richard mampu mengekangnya dan membuatnya menuruti keinginannya. Bedanya sikap serta perilaku Richard terhadapnya masih manusiawi dan niatan Richard mengekangnya demi kebaikan serta kebahagiaan Lori.

Coba bayangkan jika seandainya Lori ditahan oleh master Yu. Anxia bahkan tidak mau memikirkannya.

Dua pasang mata hitam saling bertautan dengan sinar mata yang sama. Apapun yang terjadi, dia tidak akan membiarkan Lori jatuh ke tangan master Yu. Lebih baik dia dikekang oleh Richard daripada dikendalikan oleh master Yu. Setidaknya dia masih bisa menangani segala kelicikan Richard dan melihat putrinya tertawa bahagia bersama pria itu.

Apakah dia harus melupakan ibunya dan hidup menjadi gadis normal sebagai istri Richard?

Ataukah dia meneruskan rencana balas dendamnya? Lagipula cepat atau lambat, dia tidak akan bisa menyembunyikan keberadaan Lori yang semakin bertumbuh besar.

Mungkin dia bisa meninggalkan Lori dan mempercayakan perlindungannya pada Richard dan dia bisa fokus mencari ibunya serta melanjutkan rencana balas dendamnya.

Dia memang takut kehilangan putrinya, tapi setidaknya dia tahu Lori akan hidup aman serta bahagia bersama dengan Richard. Asalkan dia tahu putrinya masih hidup di dunia ini, dia akan baik-baik saja.

Benar. Dia bisa pergi meninggalkan putrinya beserta suaminya.

Namun kenapa ada sebuah suara dipikirannya untuk menyuruhnya tetap tinggal?

Sekali lagi Anxia menatap pantulannya di cermin dan melihat wajahnya yang dipenuhi dengan air.

'Kau adalah Qiao Anxia dan kau adalah pembunuh. Tujuanmu bertahan dari segala penderitaan di masa lalu hanyalah untuk menyingkirkan semua orang yang telah membuatmu menderita.'

Anxia meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak ragu lagi dan segera membuat keputusan. Namun sebuah suara lain kembali menggoyahkan keputusannya.

'Kau tahu mengapa kau diberi nama Anxia? Karena kau lahir di musim panas dan musim panas adalah musim kesukaan kami.'

'Ah, tapi aku rasa kau lebih cocok dipanggil Xia Xia.'

'Xia Xia'

Xia Xia… Anehnya, kenapa dia seperti mendengar suara suaminya yang memanggilnya?

Kenapa pula dia merasa dadanya bergelitik tiap kali pria itu memanggil nama Xia Xia?

Ayah ibunya memanggilnya dengan Xia'er sementara teman-teman kerja ayahnya memanggilnya Xiao Xia.

Semenjak master Yu mengganti nama marganya dengan Qiao Anxia, dia lebih sering dikenal dengan Qiao Qiao. Tidak pernah sekalipun ada yang memanggilnya dengan nama Anxia ataupun Xiao Xia. Apalagi Xia Xia seperti yang dilakukan Richard.

Dia merasa dia nyaris melupakan nama Anxia dan mengimprintkan kedalam ingatannya bahwa namanya adalah Qiao Qiao.

Kini ada seseorang yang memanggilnya dengan Xia Xia, apalagi dengan nada lembut yang sanggup menembus ke relung jiwa terdalamnya.

Kenapa? Kenapa pria itu bersikap baik padanya?

Mau tidak mau Anxia menjadi teringat kemarin saat pria itu mengajaknya berbelanja. Tidak peduli seberapa banyak dia memakai uang pria itu, Richard sama sekali tidak marah padanya. Pria itu malah mengelus kepalanya membuatnya ingin menjadi anak kecil yang bisa bermanja ria dengan ayahnya. Richard juga memakaikan sepatu ke kakinya tanpa rasa jijik membuatnya merasa seperti seorang putri kerajaan.

Untuk kesekian kalinya Anxia menatap pantulan matanya di cermin. Kali ini dia tidak menemukan sinar mata yang tajam disana. Dia mulai merasa ragu dan sudah tidak tahu lagi apa yang diinginkan hatinya.

'Qiao Anxia, sebenarnya apa yang kau inginkan?'

Sadar dia tidak akan menemukan jawabannya hari itu juga, Anxia memutuskan untuk kembali. Dia tidak ingin Richard menjadi curiga padanya dan memutuskan untuk bersikap biasa.

Setelah mengelap wajahnya dengan tisu hingga kering, Anxia beranjak keluar dan berjalan ke arah dimana putri serta suaminya duduk menunggunya.

Belum sempat menginjakkan kaki keluar dari kamar mandi, seseorang masuk ke kamar mandi dengan terburu-buru tanpa sengaja menabrak Anxia.

Anxia merasakan sebelah tangannya menggenggam sebuah benda asing dan langsung tahu, orang yang menabraknya pasti merupakan suruhan tangan kanan master Yu. Anxia baru saja untuk mencari tahu benda apa yang diterimanya ketika melihat Richard menghampirinya bersama Lori dalam gendongannya.

Dengan gerakan halus Anxia memasukkan tangannya ke kantong bajunya. Hari ini dia memakai sack dress tanpa lengan namun ada dua kantong pada bagian roknya. Begitu didalam kantong, Anxia meraba-raba benda tersebut yang tampak seperti sebuah kertas lalu mengeluarkan tangannya tanpa membawa kertas tersebut.

"Hei, kenapa kalian kemari?"

"Kau lama sekali didalam." Anxia hendak menjawab keluhan Richard dengan kalimat sarkasme tapi menelan kalimatnya kembali saat mendengar kelanjutannya. "Aku merindukanmu."

"…" Anxia berusaha sekuat tenaga untuk menata jantungnya agar tidak berdetak liar. Namun putrinya sama sekali tidak membantunya.

"Ihiy… suit suit… ehem…ehem… uhuk…uhuk…." Maunya sih Lori meniru orang dewasa yang bersiul-siul ala menggoda serta berpura-pura berdehem untuk menggoda kedua orangtuanya… malah berakhir dengan batuk sungguhan.

Richard menepuk-nepuk punggung putrinya sambil tertawa geli. "Baby girl, darimana kau belajar berdehem seperti itu?"

"Ada deh," jawab Lori sambil menggerakkan alisnya ke atas bawah dengan jahil. Ekspresi nakal Lori saat ini sama persis seperti ekspresi Richard sewaktu dia melakukan ide kejahilan terhadap anggota keluarganya.

Aiya, bakat kejahilan putrinya ternyata menurun dari ayahnya.

Richard hendak bertanya pada istrinya mengenai orang yang menguntit mereka saat merasakan hapenya bergetar. Dengan santai dia merogoh ponselnya dengan sebelah tangannya sementara tangannya yang satu masih menggendong putrinya dengan kokoh.

Anxia yang masih memutuskan untuk diam hanya menepuk lengan putrinya dengan canggung. Lori menyenderkan kepalanya ke bahu Richard tanpa menggubris apapun yang dilakukan Anxia.

Saat ini keduanya berperan sebagai dua individual yang baru bertemu pertama kali dan Anxia sedang mencoba untuk mendekati Lori.

Richard yang sudah tahu peran apa yang sedang dimainkan dua perempuan yang mengisi hatinya tidak merasa bingung dan membiarkannya saja.

Namun kini setelah membaca notif dari smartphonenya, barulah keningnya mengernyit tidak suka.

"Kita harus kembali sekarang juga."

Anxia merasa heran mendengar nada memerintah dan terkesan terdengar dingin. Memangnya pesan seperti apa yang diterima pria itu?