Chereads / Love Is Meaningless / Chapter 2 - Shela

Chapter 2 - Shela

Dulunya aku berpikir bahwa sikap ibu akan berubah, jika aku terus berusaha mendekatinya. Begitu juga dengan ayah! Aku sempat berpikir bisa mendapatkan kasih sayang ayah, jika aku belajar giat dan berprestasi.

Tapi, semua ekspetasi yang aku impi impikan itu tidaklah nyata. Seberapa keras pun aku mencoba mendapatkan kasih sayang mereka, di mata ibu aku hanyalah anak pembawa sial baginya. Dan ayah, ia menganggap ku sebagai sampah!

Ketika itu aku berumur 5 tahun dan kakak ku berusia 7 tahun. Jika kakak terluka, entah itu tidak disengaja atau ada hal lain yang terjadi, aku yang akan selalu kena imbasnya. Tanpa bertanya apa yang terjadi, aku akan selalu menjadi kambing hitam yang bisa disalahkan kapan saja.

"Anak sialan, kenapa kakakmu bisa jatuh dan terluka seperti ini?" Mata ibu melototiku dengan tajam. Iya hanya melihat sedikit goresan di lutut kak Dara dan hal itu membuatnya sangat marah.

Aku sempat bertanya-tanya di dalam hatiku, apa ibu menjadi semakin rabun karena usianya? Bagaimana mungkin ia tidak melihat bahwa jidatku mengeluarkan darah lebih banyak dari goresan kecil yang ada pada lutut kak Dara!

"Ibu aku tadi hanya tersandung di halaman saja. Ini tidak ada hubungannya dengan Shela!"

"Kalo saja Shela tak mengajakmu main di halaman belakang rumah, ini tidak akan terjadi..." Sahut ibu.

"Sudahlah Bu, aku tidak apa-apa..."

"Apanya yang tidak apa-apa, kamu pasti kesakitan... Biar ibu mengobati mu yah, kita masuk dulu."

"Iya Bu..."

Mereka pergi begitu saja dan meninggalkan aku. Lalu aku akan berpikir bahwa hal itu adalah hal yang biasa, karena aku selalu mengalaminya. Kak Dara hanya akan menoleh sebentar ke belakang dan pergi dengan ibu untuk mendapatkan perawatan.

Begitulah, sejak usiaku masih sangat belia, aku terus menjadi kambing hitam jika sesuatu terjadi pada kakak ku. Ibu bahkan tidak menanyakan bagaimana kakak ku bisa tersandung dan hanya melimpahkan semua kesalahan kepada anak bungsunya.

Hari itu aku hanya tertegun diam tanpa kata. Aku juga tidak bisa membela diriku karena ibu ngotot bahwa itu kesalahan ku. Saat hari selanjutnya pun, aku hanya bisa terdiam saat ibu melimpahkan semuanya padaku.

Jika saja ibu memberikan aku sedikit saja cintanya, bahkan walaupun itu sangat kecil, aku bahkan hanya membutuhkan 1% saja dari kasih sayangnya yang dia berikan kepada kak Dara, mungkin aku bisa sangat bahagia.

Tidak ada momen bahagia yang bisa aku ingat ketika aku bersama keluarga ku. Jadi pada saat ibu memujiku dengan maksud tertentu, aku bisa melakukan apapun yang ibu mau!

**

"Shela ternyata kamu di sini..."

Ibunya masuk ke ruang taman baca, di tengah-tengah Shela yang lagi membaca sebuah buku novel sembari menikmati teh dingin buatannya.

"Selamat sore Bu. Apa ibu ada urusan di taman ini? Ah... ibu, maaf Shela lupa bahwa ibu akan melakukan pertemuan di sini! Kalo begitu Shela pamit ke kamar dulu." Ujar Shela yang langsung berdiri dari kursinya, ketika melihat ibunya untuk pertama kalinya datang menyapa dia duluan.

Shela tahu bahwa ibunya tidak ingin satu ruangan dengannya. Karena ibunya berkali-kali mengusirnya jika mereka berada di satu ruangan yang sama. Sehingga ia mencoba untuk tidak berpapasan dengan ibunya selama ini.

Shela pun mulai beranjak keluar, "Ibu datang untuk mencari mu! Tidak ada pertemuan hari ini... Kenapa kau ingin meninggalkan ibu sendirian sih... Ibu jadi sedikit sedih!"

Langkah Shela terhenti mendengar ucapan ibunya. Ia terkejut, perasaannya mulai berbunga dan berharap ia bisa bersama ibunya dalam waktu yang lama.

Setelah 23 tahun, akhirnya untuk pertama kalinya. Shela mendengar ibunya berbicara dengan lembut kepadanya.

'Apa ini... Apa benar ibu ingin aku menemaninya? Oh Tuhan, ini suatu mujizat...' Pikir Shela tercengang.

"Ah, tentu saja Shela akan menemani ibu... Tolong jangan bersedih karena Shela Bu." Shela dengan cepat berbalik.

"Kalo begitu ke sinilah. Temani ibu sebentar..." Ujar ibunya dengan tersenyum.

Walaupun sedikit ragu, Shela mantap untuk melangkah menuju ke tempat ibunya. Mungkin lebih dekat dari biasanya. "Baik ibu..." Shela tersenyum ceria. Ia berpikir mungkin akhirnya, dari sekian lama ia menantikan hal yang tidak pernah kunjung tiba. Hari ini mungkin cita-citanya untuk dicintai akan segera terkabul. Namun ia terhenti saat langkah kakinya mulai berjarak beberapa langkah lagi.

"Apa yang kau lakukan, kenapa hanya berdiri di situ? Duduklah di sini di dekat ibumu ini..."

Lagi-lagi hati Shela bergejolak. Ia sangat senang sampai tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagia nya.

Bibirnya melengkung lebar, ia memperlihatkan senyumnya yang paling menawan kepada ibunya. "Apakah saya boleh duduk di dekat ibu?"

"Tentu saja boleh... Ibu sudah menyuruh mu untuk duduk dari tadi kan..."

Shela tersenyum bahagia. Ia dengan ragu-ragu duduk di samping ibunya dengan perlahan. Tapi entah kenapa rasanya begitu canggung...

"Shela, ibu dengar kamu mau menggantikan kakak mu untuk menikahi anak dari keluarga Wijaya?"

"Iya, itu benar Bu."

Ibunya yang berparas sangat cantik nan menawan sambil melepaskan senyuman hangat kepada Shela, setelah mendengar jawaban yang memuaskan dari mulut Shela. Ia kemudian mengelus lembut rambut Shela sembari memujinya.

"Kamu memang anak yang baik... Shela ingatlah pesan ibu, kamu tidak boleh berubah pikiran di pertengahan yah. Kasihan kakak mu jika dia harus menikahi pria yang tidak dia cintai..."

'Ibu mengelus rambut ku, ah... ini... apakah ibu akan menyayangi ku mulai sekarang! Dia bahkan memujiku untuk pertama kalinya. Baiklah, aku tidak akan mengecewakan ibu.'

Shela diam tanpa kata beberapa saat. Pemikirannya mulai berbunga hanya karena sikap manis ibunya.

"Ibu tenang saja, aku akan menggantikan kakak... Kakak tidak perlu menikah dengan pria yang tidak ia cintai, Bu... Ibu tidak perlu khawatir..."

Shela hanya memikirkan pujian yang ibunya lontarkan. Itu membuatnya 100 kali lebih bahagia dari apapun. Shela bahkan tidak peduli dengan siapapun pria yang akan dinikahinya, asalkan ibunya bisa menyayangi dia.

"Baiklah, ibu percaya padamu. Kalo begitu lanjutkan bacaanmu tadi. Ibu harus pergi menemui ayah mu..."

"Ah ibu, tidak bisakah ibu lebih lama duduk dengan ku?"

"Maaf Shela, nanti saja yah..."

"Baiklah, sampai nanti Bu..." Shela tersenyum bahagia tanpa tahu isi hati Mardalena, ibunya.

'Anak itu ternyata bisa berguna juga... Dia harus segera pergi dari rumah ini agar Emel tidak lagi mendiami ku... Anggaran bulanan ku juga akan kembali normal jika dia pergi.' Pikir Mardalena menyeringai.

Shela yang polos tidak tahu apa-apa. Ia mengira ibunya bersikap tulus padanya! Entahlah, dia cuma anak yang menginginkan kasih sayang dari kedua orang tuanya....

"Akhirnya ibu mau tersenyum kepadaku... Ibu tersenyum sama seperti ketika ia memandang kak Dara..."

Shela menggenggam bukunya di dadanya dan meloncat loncat kegirangan...

Ayolah, orang bodoh pun tahu bahwa tidak ada orang yang bisa berubah dalam semalam saja.

~To be continued