Kelemahan manusia adalah hanya mempercayai apa yang mereka lihat. Mereka tak mau mencari tahu kebenaran dibalik kata-kata dan tindakan dari orang yang selama ini ada disisi mereka! Itu semua karena manusia memiliki sisi egois mereka masing-masing.
Hubungan yang terjalin beberapa tahun antara dua insan, belum memastikan bahwa mereka saling mengerti satu dengan yang lainnya. Itu karena tidak ada yang bisa menyelami hati sesama manusia! Sebab hanya Dewa-lah yang tahu isi hati setiap insan.
Apa kau tahu tujuan hidupmu? Jika kau tahu dengan pasti, kau adalah manusia yang beruntung! Sayang, dalam hidup Shela... ia hanya mengejar kasih sayang kedua orangtuanya yang belum tentu ia dapatkan. Sehingga ia bisa mengorbankan cintanya demi kasih sayang yang tak benar-benar tulus.
- - -
Beberapa hari kemudian.
"Shel... Apa kau tahu kalo Willy meninggalkan Indonesia?" Ujar Dara sambil berlari dan masuk tiba-tiba ke kamar Shela.
Dara tampak cemas terhadap apa yang mungkin akan dipikirkan adiknya jika tahu, orang yang dia cintai pergi begitu saja tanpa jejak.
Shela berdiri di dekat jendela kamarnya sambil melihat keluar. Angin sepoi-sepoi yang merambat masuk melalui sela-sela tirai jendela, membuat rambut hitam Shela yang panjang menari-nari indah memancarkan keanggunannya.
"Shel, apa kau baik-baik saja?"
Dara yang tadinya antusias, kemudian memelankan suaranya, karena melihat Shela yang termenung diam. Dibalik gaun sederhananya itu ia menyembunyikan kepedihan yang mendalam.
"Kakak... Ah, aku baik-baik saja!"
Shela melihat Dara yang menuju ke arahnya dengan senyuman hangat. Namun anehnya, senyuman itu terlihat seperti penderitaan yang mencerminkan hatinya.
Shela yang pandai menahan emosinya agar tidak nampak dihadapan keluarganya cukup berhasil. Dara saja, yang adalah satu-satunya keluarga yang menyayangi Shela, tidak akan pernah curiga terhadap Shela yang ceria itu menyimpan kepedihan yang sangat dalam.
"Kenapa wajah kakak seperti itu? Duduklah... Kakak mau cerita apa?"
Mereka duduk di atas ranjang tidur Shela berhadap hadapan. Dara kemudian menggenggam tangan Shela dengan lembut, ia juga menatapnya dengan rasa iba.
"Soal Willy..."
"Kakak tak perlu melihat ku begitu! Jika Willy ingin pergi pun, dia tidak perlu meminta izin dariku. Karena dia tidak ada sangkut pautnya denganku."
Shela mengembalikan genggaman tangan kakaknya.
"Itu... Bukannya dia adalah pria yang kau cintai?"
Dara mulai menjadi ragu-ragu. Dia yakin benar bahwa Willy dan Shela saling mencintai. Mungkin orang lain akan melihat mereka seperti musuh bebuyutan, karena sering bertengkar. Akan tetapi, jika terjadi sesuatu mereka akan mempertaruhkan segalanya untuk satu sama lain.
"Hahahaha... Kakak bicara apa sih! Kami berdua hanya teman biasa, tidak lebih kak..."
Shela berdiri dan berjalan beberapa langkah ke depan dan membelakangi kakaknya sambil tertawa seakan-akan tidak peduli dengan keberadaan Willy. Ia mencoba mengelabui kakaknya akan perasaannya yang sebenarnya.
"Apa kau yakin?" Tanya Dara.
Shela kemudian berbalik menatap wajah kakaknya itu dan tersenyum ceria, seperti biasanya. Menipu diri sendiri dan orang lain, itulah keahlian Shela.
"Tentu saja aku yakin. Lagi pula aku akan segera menikah dengan anak dari keluarga Wijaya, bagaimana aku bisa memikirkan pria lain sekarang ini...!" Ujar Shela dengan santai.
Dara berdiri, sepertinya ia terganggu dengan ucapan Shela yang begitu santai melepaskan Willy dan caranya yang memandang bahwa pernikahan itu adalah hal yang biasa saja, membuat Dara menjadi geram.
"Berhentilah berbohong..." Dara tiba-tiba meninggikan suaranya!
Shela terkejut melihat respon kakaknya yang tampak sangat marah!
"Kenapa kau mau menggantikan ku? Apa kau tidak peduli pada ahlak calon pasangan mu? Ku dengar pria itu suka bermain wanita, dia kasar dan egois! Bagaimana kau bisa bertahan dengan orang seperti itu?"
Dara cukup intens bertanya, ia meluapkan kemarahannya juga disaat yang bersamaan. Walaupun dia sangat marah, tapi tatapan matanya untuk Shela adalah tatapan mata kekhawatiran yang mendalam.
"Karena dia pria yang seperti itu, maka aku yang harus bersanding dengannya!"
Dara tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Ucapan Shela sangat tidak normal baginya. Bagaimana dia bisa santai dan tersenyum ceria, padahal tahu bahwa calon suaminya adalah pria brengsek!
Shela mendekati Dara, ia memegang sebelah bahu Dara, lalu tersenyum lembut.
"Kakak tak perlu mengkhawatirkan ku. Seharusnya kakak pikirkan impian kakak yang selalu kakak impi impikan itu...."
Shela berjalan mundur satu langkah kebelakang, ditatapnya wajah kakaknya dengan berbinar-binar, sambil menari bagaikan seorang balerina mengikuti pola perkataannya.
"Sebentar lagi kakak akan menjadi pemeran utama di gedung teater terbesar di seluruh dunia! Kakak akan tampil memerankan odet sang putri angsa di gedung Opera Coliseum Inggris. 2.500 orang akan hadir dan menyaksikan betapa anggunnya kakak sebagai penari balerina ternama Indonesia!"
Shela berhenti menari, disentaknya kedua kakinya dan mengambil kedua tangan kakaknya, dibawanya dirinya berdansa menyusuri ruangan kamarnya...
"Shela... sampai kapan kau akan menari denganku?"
"Sampai kakak ingat bagaimana perjuangan kakak untuk sampai di tempat kakak berada sekarang! Jika kakak tidak membiarkan ku menggantikan mu, apa mungkin bagi kakak untuk berkarya di panggung impian kakak?"
Dara tampak murung. Ia menundukkan kepalanya karena merasa bersalah. Melihat hal itu, Shela menghentikan langkah kakinya dan memandangi kakaknya.
"Kakak tidak perlu merasa bersalah! Aku yang tidak memiliki impian dan ambisi ini bisa menggantikan mu..."
Dara melihat ke dalam mata Shela. Mereka saling berpandangan dan Shela tampak baik-baik saja. Namun hati Dara masih saja bergejolak...
'Kau berbohong... Kenapa kau selalu menahannya, kau juga ingin menjadi sesuatu kan...' Dara meragu, tapi ia juga tidak rela untuk melepaskan impiannya begitu saja hanya karena pernikahan yang tidak jelas itu.
"Baiklah, jika kau sudah memutuskan hal itu! Aku harap kau tidak akan menyesali keputusan mu ini. Tapi Shel, jika kau berubah pikiran, katakan saja padaku! Aku akan membuat ayah tidak akan bisa menjual kita..." Ujar Dara dengan yakin...
"Terimakasih kak... Tapi aku tidak akan berubah pikiran... Kak, sepertinya aku sedikit lelah karena habis menari, kepalaku menjadi pusing! Aku ingin istirahat..."
Shela sedikit menunjukkan ekspresi seperti orang yang benar-benar kelelahan. Namun sebenarnya, dia hanya ingin ditinggalkan sendirian!
"Aku akan meninggalkan mu. Jadi istirahatlah dengan baik." Ujar Dara sambil tersenyum tipis.
Dara kemudian meninggalkan Shela, ia dengan segera menghilang di balik pintu kamar Shela.
Walaupun Dara mencoba menenangkan hati Shela, tapi ia tahu dengan pasti bahwa harus ada yang diutus untuk menjadi mempelai wanitanya. Biarpun Dara adalah putri kesayangan mereka, bujukan Dara tidak akan mempan untuk masalah yang satu ini.
'Aku ini benar-benar egois... Kali ini, untuk kali ini saja... Tolong maafkan aku!' Dara mementingkan ambisinya.
~To be continued