Malam itu Polin menghabiskan waktunya bersama dengan Darlie yang tengah asyik dengan wanita-wanita di club Ministry of Sound, salah satu club terkenal di London. Sembari melihat kelakuan sepupunya itu, Polin menekuk segelas cocktail dan lalu menjemput Darlie yang sudah sangat mabuk.
"Hei... Kita pulang sekarang." Kata Polin sambil menarik Darlie dari antara gadis-gadis bar yang sedang menari dengannya.
"Sebentar lagi... Kau ngak lihat aku sedang menikmati suasana malam yang bagaikan seperti di surga?" Ketus Darlie sambil tersenyum menjijikan.
"Sudahlah. Kau sudah mabuk." Polin tak mau banyak bicara. Ia dengan segera membawa Darlie untuk meninggalkan bar dan mengantarnya pulang.
Di tengah perjalanan, Darlie berceloteh seperti kebiasaannya saat mabuk. "Hei Polin... apa kau tahu aku sangat iri denganmu?" Mata Darlie melihat Polin seperti anjing yang basah kuyup dengan pandangan yang sedih. Namun Polin hanya diam saja, tak menanggapi.
Darlie menekan tombol sunroof mobilnya sekedar untuk menikmati pemandangan kota London dan untuk menghirup udara segar.
"Kau memiliki segalanya Polin. Orang tua yang menyayangimu, pacar yang perhatian, kau bahkan mendapatkan gelar doktor diusia yang masih sangat muda. Kakek selalu saja membanggakanmu, seolah-olah aku hanyalah seorang anak pembuat onar." Lanjut Darlie berceloteh dengan membentangkan tangannya menghempas angin.
"Apa kau juga mau mengambil kakek dariku?" Tanya Darlie dengan nada yang lirih.
"Apa kau terus akan mengeluh seperti anak kecil? Kau yang tidak menyadari tentang apa yang kau miliki. Dasar brengs*ek." Ujar Polin melihatnya dengan menggelengkan kepala.
"Kau bilang apa? Aku..." Darlie tampaknya mulai hilang kesadaran. Ia tertidur karena lelah.
"Jangan merasa bahwa kau selalu sendiri. Kau hanya anak yang kesepian." Gumam Polin mengerti akan perasaan yang tidak bisa Darlie kendalikan.
Mereka pun tiba di apartemen Darlie di saat matahari sudah mau memperlihatkan wajahnya. Mau bagaimana lagi, dengan terpaksa Polin harus mengantarkan anak itu kembali ke tempatnya!
Shela yang membukakan pintu apartemen Darlie, walaupun sebenarnya Polin bisa masuk dengan menindis sandi yang biasanya ia lakukan. Namun tata krama seorang Polin yang menyadari keberadaan Shela di dalam apartemen Darlie, membuat Polin bersikap seperti seorang teman pada umumnya.
"Maaf, apa aku membangunkanmu?"
"Tidak... aku memang sudah bangun dari tadi." Ujar Shela. Pandangan Shela lalu terahlikan pada sosok pria yang sedang dibopong oleh Polin. "Ah, kau bisa meletakkan dia di ranjangnya." Lanjut Shela.
Polin melihat Shela dengan sedikit tanda tanya. Bagaimana ia bisa masuk, jika Shela menghalangi di depan pintu?
Menyadari akan hal itu, Shela segera menyingkir dan secara tidak langsung mempersilahkan Polin untuk masuk. Polin meletakkan Darlie di atas ranjangnya, dia juga menyadari satu hal.
"Hmt, kau sedang memasak?" Tanya Polin karena mencium aroma harum dari arah kitchen island.
Shela tersenyum, "Penciumanmu sangat tajam... Apa kau mau semangkuk sup yang aku buat?" Shela menawarkan dengan senang hati.
"Jika kau tidak keberatan, tentu saja aku mau. Kurang baik menolak makanan gratis kan?" Kata Polin dengan senyuman hangat.
Mereka saling melemparkan senyuman. Dan entah bagaimana Shela merasa sangat nyaman untuk bercerita dengan Polin, sampai tak terasa waktu pun berlalu begitu cepat. Di tengah-tengah perbincangan mereka, Darlie tampaknya memergoki keakraban mereka!
"Apa yang kalian berdua lakukan?" Tanya Darlie dengan tatapan mata yang tajam.
Shela dan Polin sedang mencuci alat makan mereka setelah 3 jam berlalu, saat mereka membiarkan piring itu kosong. Salah satu tangan mereka bersentuhan saat Shela hendak menyerahkan salah satu gelas yang mereka gunakan untuk menyeduh teh. Hal itu membuat mereka saling berpandangan untuk beberapa saat.
"Kau sudah bangun?" Polin mengalihkan pembicaraan dan membiarkan Shela menyelesaikan cuciannya.
"Hei, aku tanya apa yang kalian berdua lakukan di apartemenku?" Lanjut Darlie.
"Apa kau marah akan sesuatu? Apa kau tidak lihat... Kami sedang mencuci piring yang kami gunakan. Bukankah tidak sopan jika aku sudah mendapatkan makanan gratis, lalu kembali begitu saja?"
"Ayolah... Kau sendiri tau aku memiliki alat cuci piring elektronik. Kenapa harus mencucinya secara manual? Dan juga kau bukan tipe orang yang akan menolong seorang gadis untuk bersih-bersih!" Bisik Darlie ke telinga Polin.
"Kau lupa dia siapa? Dia kan tunanganmu. Dan itu artinya dia akan menjadi sepupuku juga. Tapi jika kau tidak berminat padanya, maka serahkan saja dia padaku!" Kata Polin dengan suara yang pelan.
Darlie Wijaya terkejut. 'Polin ngak serius kan? Atau apa aku salah dengar karena terlalu mabuk?'
"Aku hanya bercanda." Ujar Polin tersenyum. "Shel, aku balik yah... Makasih Loh buat makanannya. Kalau aku jadi Darlie aku akan betah di rumah." Lanjut Polin sedikit meninggikan suaranya untuk berpamitan pulang pada Shela yang masih sibuk dengan beberapa piring yang kotor.
"Hati-hati yah kak. Sampai ketemu di Airport." Kata Shela.
Polin pun beranjak pergi. Darlie lalu tergesa-gesa menuju ke arah Shela. "Apa kau melakukan sesuatu dengan sepupuku saat aku tidur?" Tanya Darlie panasaran.
"Apa maksudmu?" Shela bingung dengan pertanyaan Darlie yang sedikit mengintrogasi.
Darlie melihat Shela dengan sangat. Ia memikirkan suatu yang vulgar, tapi itu tidak mungkin terjadi mengingat Polin yang sangat menghargai tubuh seorang wanita.
'Ahh... Apa aku sudah mulai bodoh atau kehilangan akal?' Pikir Darlie di dalam hati.
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Shela melihat Darlie tengah asyik dengan pemikirannya sendiri.
"Bukan apa-apa." Darlie berbalik hendak pergi. Kakinya lalu terhenti, kemudian ia berbalik lagi melihat Shela. "Hei, tadi barusan kau berkata sinis padaku yah? Dengar ya, ini rumahku dan kau hanya menumpang. Jadi perhatikan nada bicaramu." Celoteh Darlie.
Shela diam. "Apa sih... dia kekanak-kanakkan." Gumam Shela.
"Apa kau bilang?" Darlie meninggikan suaranya.
"Ia tuan rumah..." Ujar Shela menyerah.
"Bagus. Tau dirilah!" Kata Darlie.
Darlie kemudian mengambil air mineral dari kulkas dan membawanya di depan tv yang ada di ruang tamu. Duduk sambil bersantai menikmati beberapa camilan yang ada di atas meja.
Handphonenya bergetar... Itu panggilan dari Megy, wanita tercantik di kota London versi Darlie. 'Megy? Kenapa dia meneleponku?' Darlie senyam-senyum sendiri sebelum benar-benar mengangkat telepon dari Megy. Bahkan dia juga mengatur nada suaranya sebelum mengangkat panggilan itu.
Shela yang memperhatikan Darlie dari ruang dapur merasa jijik melihatnya! Ia juga menggeleng-gelengkan kepalanya melihat pria yang kemarin so cool, tiba-tiba menjadi pria yang lembek karena seorang wanita.
"Dia seperti anak anjing!" Gumam Shela.
Setelah menerima panggilan telepon Megy, Darlie tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa pada Shela, seolah-olah Shela hanya sebuah pajangan di apartemennya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Shela.
~To be continued