Chereads / Love Is Meaningless / Chapter 15 - Cinta dan Angan

Chapter 15 - Cinta dan Angan

Suatu yang tak terduga terjadi. Siapa yang akan menyangka bahwa Diana akan berada di dalam apartemen Polin. Menunggu Polin dengan wajahnya yang sangat kesal, apalagi melihat Polin membawa Shela bersamanya di tengah malam.

"Apa yang kau lakukan di apartemenku?" Tanya Polin ketika menyadari keberadaan tunangannya itu.

"Hmt, kak aku sebaiknya..." Shela ingin berpamitan karena tidak merasa nyaman. Namun Diana meninggikan suaranya, "Jadi kau bersamanya? Aku menunggumu dan bahkan seharian ini kau tidak mengabariku. Padahal aku meneleponmu berkali-kali. Apa aku benar-benar tidak berarti sama sekali bagimu, Po?"

"Diana ini sudah malam, sebaiknya kau kembali. Jangan buat masalah semakin runyam." Polin menarik lengan Diana dan membawanya untuk keluar.

Shela menjadi bingung mau berkata apa. Dihadapkan dengan pertengkaran sepasang kekasih, akan sulit untuk menjelaskan kesalahpahaman ini.

Diana menarik tangannya, ia menatap tajam Shela lalu melayangkan pandangannya ke arah Polin yang saat itu berada di depannya.

"Aku bahkan belum memulainya. Bukankah yang seharusnya pergi dari sini adalah gadis itu? Dan kau harus menjelaskan kenapa kalian berdua bisa pulang bersama ke apartemenmu di tengah malam seperti ini."

Polin sudah biasa mengusir Diana untuk keluar dari apartemennya. Sebenarnya itu tidak masalah, namun kali ini dia membiarkan gadis lain masuk ke dalam apartemennya begitu saja. Ini sungguh hal gila yang tidak bisa diterima oleh Diana.

Awalnya Diana berpikir Polin mungkin merasa risih jika seorang gadis ada di apartemennya. Akan tetapi, semua pemikiran itu sirna saat matanya sendiri melihat Polin membawa Shela di kediamannya itu.

"Kak sebaiknya saya menginap di tempat lain saja." Shela menarik lengan mantel Polin dan berusaha berbicara di tengah pertengkeran sepasang kekasih itu.

"Kau tidak akan kemana-mana." Polin menjawab Shela dengan lembut.

Diana semakin geram. Ia menyingkirkan tangan Shela dari mantel Polin dan menamparnya.

Prakkk!

Sesuatu yang tidak pernah dibayangkan oleh Shela bahwa ia akan mendapatkan sesuatu yang menyakitkan seperti itu.

Shela sudah menduga bahwa berurusan dengan Diana sungguh akan melelahkan. Seharusnya ia menerima tawaran Polin untuk mencarikan dia hotel, itu adalah pilihan paling aman. Shela merasa dirinya cukup konyol dalam mengambil keputusan untuk ikut ke kediaman Polin.

"Apa yang kau lakukan?" Polin terlihat sangat marah. Dia bahkan mendorong Diana dari hadapan Shela.

Polin lalu meletakkan kedua tangannya dengan lembut ke pipi Shela dan bertanya, "Apa kau baik-baik saja?"

Perhatian Polin membuat Shela tidak nyaman. 'Diana akan lebih salah paham jika dia terus bersikap seperti ini.' Pikir Shela.

"Kak aku baik-baik saja. Tolong jangan seperti ini." Kata Shela.

Wajah Dianan memerah. Dikepalkan tangannya dengan erat. Raut wajahnya berubah seakan mau menangis rasanya. Dan karena tidak tahan lagi melihat sikap Polin memperlakukan Shela, Diana pergi begitu saja.

Menyadari Diana telah pergi, Polin melepaskan tangannya dari pipi Shela dan menghela nafas. "Sebaiknya kau segera ganti pakaian dan tidur. Kamu bisa gunakan kamar yang ada di belakangmu. Maaf soal kejadian hari ini." Kata Polin, kemudian meninggalkan Shela begitu saja.

'Sebenarnya apa yang terjadi?' Shela tak habis pikir dengan reaksi Polin yang membiarkan Diana begitu saja. Namun, itu bukan urusan Shela. Dia tahu bahwa apapun yang terjadi di antara sepasang kekasih itu, mungkin saja ada alasan dibalik sikap Polin.

Sesuatu yang tidak akan pernah dimengerti adalah hati manusia. Apa yang benar-benar diinginkan sungguh membuat kebingungan. Sehingga mereka mencari sesuatu yang sebenarnya mereka tahu pasti akan keberadaannya.

Diana putri tunggal seorang pengusaha ternama di bidang kosmetik jatuh hati kepada Polin pada pandangan pertama. Dia bisa mendapatkan apapun yang ia mau, kecuali hati Polin Pratama.

Saat itu Diana berumur 18 tahun ketika ia melihat Polin di acara perkumpulan bergengsi di Bali. Acara pesta yang diadakan oleh keluarga Wijaya untuk perayaan uang tahun Pramu Wijaya yang merupakan kakek dari Darlie Wijaya.

Semua pengusaha ternama turut diundang untuk memeriahkan pesta itu, termasuk keluarga Fenilan.

Perayaan pesta yang meriah diadakan di kapal pesiar yang menunjukkan keindahan laut Bali kepada semua undangan. Diana yang saat itu mengenakan dress merah ketat dengan memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang bagaikan gitar cok tersebut, mendapatkan pertolongan dari Polin Pratama saat ia hendak hampir jatuh tergelincir di anak tangga kapal.

Mata Polin yang memandangannya dengan hangat, membuat waktu serasa terhenti untuk pertama kalinya bagi Diana. "Are you okay?" Tanya Polin yang saat itu juga masih berusia 18 tahun.

Diana kembali menegakkan tubuhnya, dan hanya mengangguk begitu saja sambil tersipu malu. Namun saat ia mengangkat kepalanya, Polin sudah menghilang dari tempat itu.

Pertemuan pertamanya dengan Polin tidak pernah bisa ia lupakan. Sehingga pada usianya yang ke-26 tahun, ia meminta ayahnya untuk menjadikan Polin sebagai menantunya untuk hadiah ulang tahun.

Ia berkata bahwa ia hanya akan menikahi Polin seorang, sehingga Fenilan membuat Polin bertunangan dengan putri tunggalnya tersebut.

Diana pikir dengan menjadikan Polin tunangannya, Polin lambat laun akan mencintainya. Ternyata ia salah. Polin tidak pernah mencintainya, dari awal semuanya hanyalah angan-angan Diana semata.

"Aku tidak tahan lagi." Diana menangis tersedu-sedu karena cinta pertamanya yang sampai saat ini bertepuk sebelah tangan.

Sedari awal ia tahu bahwa Polin memiliki seseorang yang ia rindukan. Tapi entah mengapa, walaupun ia mengetahui hal itu, Diana bersikeras untuk bersama Polin dengan harapan yang tak tahu kapan akan terwujud.

Memaksa Polin untuk bertunangan dengannya adalah kejahatan Diana sendiri. Hati yang tak pernah tertuju mengarah padanya membuat rasa sakitnya semakin dalam dari hari ke hari.

"Kenapa? Padahal aku sudah berusaha menjadi wanita yang dia inginkan. Lalu apa yang kurang?" Diana terus bergumam dengan dirinya sendiri sambil membawa mobil sportnya dengan kecepatan tinggi.

"Aku menolak semua pria yang datang padaku dan hanya mencintainya seorang, tidakkah dia pernah menghargai ketulusanku?"

"Kalo aku mati, akankah dia menyesali sikapnya yang dingin itu?"

Diana kehilangan akalnya. Ia terisak-isak dan pikirannya menjadi sangat kacau. Memangnya apa lagi yang bisa ia harapkan? Dunianya hanya penuh dengan Polin seorang. Jika Polin tidak ada, maka dia tidak tahu harus menjalani hidup seperti apa.

Entah apa yang akan orang lain pikirkan, tapi beginilah cara Diana dalam menyikapi rasa sakit hatinya.

Kebucinannya terhadap Polin mendarah daging sampai dia tidak bisa membedakan mana hal yang nyata dan mana yang hanya angan-angan semata. Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak seharusnya ia lakukan.

"Polin Pratama aku membencimu!"

Nyiiiitt... Brukkk!

Malam itu ada darah yang terciprat keluar bergabung dengan warna salju yang putih.

~To be Continued